Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adu Klaim Polemik Sekolah Swasta dengan Dinas Pendidikan Kota Bekasi

Kompas.com - 17/07/2019, 06:10 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com – Sejumlah guru dan kepala sekolah swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi mengadakan aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Bekasi, Selasa (16/7/2019) siang.

Dalam aksinya, mereka menuntut agar Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Pendidikan tak lagi membeda-bedakan perhatian bagi sekolah negeri dan swasta.

Pengelola sekolah swasta merasa, beberapa tahun terakhir, khususnya selama penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019, sekolah swasta dianaktirikan oleh pemerintah melalui kebijakan yang hanya menguntungkan sekolah negeri.

Akhirnya, kedua belah pihak pun saling beradu klaim mengenai beberapa pokok permasalahan menyangkut penyelenggaraan pendidikan antara sekolah swasta dan negeri di Kota Bekasi. Berikut rangkuman Kompas.com.

BMPS tuding pembukaan sekolah baru tak sesuai prosedur, Pemkot Bekasi membantah

Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly mengkritik langkah Dinas Pendidikan Kota Bekasi menambah satu unit sekolah baru (USB) SMP Negeri 57 Bekasi di Kelurahan Duren Jaya, Bekasi Timur, secara mendadak pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahap dua, 8 Juli 2019.

Keadaan ini dinilai kontras dengan keadaan sekolah swasta yang selama ini perlu melalui banyak tahapan sebelum dapat membuka penerimaan siswa.

"Kita swasta, untuk menerima siswa, harus melalui studi kelayakan, melalui verifikasi, harus keluar izin dulu, baru bisa terima siswa," kata Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly berapi-api saat berorasi di depan sejumlah guru dan kepala sekolah swasta dalam unjuk rasa, Selasa.

Ayung menilai langkah tersebut ganjil. Dia menduga akan ada prosedur yang diterabas ketika Pemerintah Kota Bekasi membuka SMP Negeri 57 Bekasi di Kelurahan Duren Jaya.

"Pemerintah tidak (seperti sekolah swasta). Terima dulu, izinnya belakangan. Punya anak dulu, surat nikahnya belakangan. Apa itu namanya, anak haram," seru Ayung.

Baca juga: SMP Negeri Bekasi Mendadak Bertambah, Pengelola Sekolah Swasta: Anak Haram!

"Negeri mana seperti swasta. Ada gedung kosong, terima siswa. Ini yang lucu tahun sekarang. Masa ada SMP Negeri 57 berdiri hanya dengan nota kepala dinas (pendidikan)? Di Indonesia baru terjadi di Bekasi!" kata dia.

Sejumlah guru maupun warga yang ditemui Kompas.com di SMPN 57 Bekasi memang mengaku terkejut dengan dibukanya SMP negeri pertama di kelurahan ini. Malah, beberapa pegawai sekolah menganggapnya sebagai "SMP satu malam" karena informasinya sangat mendadak.

Menanggapi tudingan ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah mengklaim bahwa pembukaan setiap unit sekolah baru (USB) SMP negeri di wilayahnya telah melalui sejumlah proses kajian. Pembukaan USB SMP negeri juga berdasarkan permintaan warga, kata dia.

"Program itu tidak ujug-ujug, sudah direncanakan dari 2017, masih kajian, fixed-nya 2018 akhir. Itu ada usulannya dari warga RT/ RW dan camat, silakan dicek sendiri. Mereka sudah mengajukan, sangat mendesak," kata Inayatullah saat ditemui, Selasa.

Keadaan mendesak tersebut, menurut dia, terlihat dari fakta bahwa belum seluruh kelurahan di Kota Bekasi memiliki SMP negeri.

Kelurahan Duren Jaya, misalnya, belum memiliki SMP negeri hingga Pemerintah Kota Bekasi membuka SMPN 57 dengan menggunakan gedung eks SDN Duren Jaya 10 dan mendatangkan guru dari SMPN 11 Bekasi dengan sistem induk.

"Sistem PPDB dengan zonasi berdasarkan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 itu masih menuntut setiap keluarahan ada sekolah," kata dia. "Jumlah penduduk kita 2,6 juta. Itu kan perlu fasilitas sekolah, sekolah publik yang murah," imbuh Inayatullah.

Pria yang akrab dipanggil Inay itu menyebut, dibukanya USB SMP negeri tak serta-merta mencaplok jumlah siswa yang berpotensi diterima sekolah swasta.

"Masalah pilihan kan tidak bisa kita arahkan. Lulusan kita, SD, itu 46.459. Daya tampung SMP negeri itu baru 36%. Berarti masih 30 ribu masih bisa di swasta," ucap Inay.

Baca juga: BMPS Sebut Ada SMPN di Bekasi Kelebihan Kapasitas, Dinas Pendidikan Membantah

BMPS sebut ada sekolah overkapasitas, Pemkot Bekasi klaim jumlah siswa sesuai aturan

BMPS mengklaim menemukan adanya SMP Negeri yang jumlah siswanya melampaui kuota yang ditentukan.

"Saya bilangin, ada murid SMP PGRI Pondok Gede keluar 16 anak, masuk SMP Negeri 6. Terus, SMP Negeri 6 jadi ada 42 siswa per rombel (rombongan belajar). Dinasnya enggak ngerti kalau ada siswanya 42 per rombel," kata Ayung, Selasa.

Menurut Ayung, hal tersebut telah melanggar berbagai jenjang peraturan. Ia merujuk Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 53 Tahun 2018. Di sana, tertulis bahwa jumlah siswa per rombel dibatasi sebanyak 32 anak. Namun, masih dalam peraturan yang sama, masing-masing kepala daerah berwenang atas diskresi.

Diskresi Wali Kota Bekasi atas kuota ini pun terejawantahkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 54 Tahun 2019 yang memberi kelonggaran jumlah siswa per rombel sebanyak 36-40 anak.

Ayung menganggap, peraturan wali kota (perwal) ini merupakan bentuk intervensi pemerintah kota. Sudah begitu, jumlah 42 siswa per rombel di SMP Negeri 6 Bekasi sebagaimana diklaim BMPS, juga melanggar perwal tersebut.

Namun, temuan ini ditepis oleh Inayatullah. Dia menyebut, pihaknya senantiasa mengacu peraturan wali kota (perwal) dalam penentuan jumlah kursi dalam satu rombel.

"Tidak ada. Di dalam perwal itu satu rombel 36-40 siswa. Pokoknya di perwal kita 36-40," kata Inayatullah. "Insya Allah tidak ada (overkapasitas). Kita berharap 36-40," tambahnya.

Mediasi buntu

Adu klaim Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan Dinas Pendidikan Kota Bekasi tak mencapai titik temu bahkan setelah aksi unjuk rasa. Penyebabnya, ragam masalah menyangkut pengelolaan sekolah swasta di Bekasi yang hendak dibahas siang ini ada di tangan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Namun, walikota sedang tak di kantornya.

"Tujuan utama adalah ketemu walikota, kepala dinas dan staf ahli tidak bisa beri jawaban. Tidak ada negosiasi, tidak ada titik temu. Seperti berbalas pantun kami berdebat kusir. Karena yang punya kebijakan walikota. Kami dengan dinas (pendidikan) sudah sering diskusi, mereka bilang 'akan kami sampaikan ke walikota, kami hanya menjalankan'. Pejabat yang di dalam nggak bisa berikan jawaban terhadap apa yang kami tuntut," ujar Ayung.

Saat massa BMPS berunjuk rasa sekitar pukul 13.30 WIB, sepuluh perwakilan BMPS dan Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS), termasuk Ayung, diizinkan masuk ke Kantor Pemerintah Kota Bekasi. Mereka menemui sejumlah pejabat teras Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bekasi, di antaranya Kepala Disdik Inayatullah beserta staf ahli dan sekretarisnya.

Pertemuan tersebut berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Sementara pertemuan berlangsung, pengunjuk rasa yang terdiri dari bapak dan ibu-ibu terus berorasi dan bernyanyi dengan tertib.

Baca juga: Wali Kota Tidak Ada, Pertemuan BMPS dengan Dinas Pendidikan Kota Bekasi Buntu

Ditemui terpisah, Kepala Disdik Kota Bekasi Inayatullah menyebut pihaknya akan berkomunikasi dengan Rahmat Effendi selaku pembuat kebijakan. Ia mengklaim, jajarannya terbuka bagi evaluasi PPDB 2019 yang diprotes oleh BMPS.

"Ya dia (BMPS) menginginkan bertemu dengan pak walikota, nanti coba kita komunikasi," kata Inayatullah.

"Evaluasi ke depan yang penting, apakah itu kesalahan manajemen atau tidak. Kalau masyarakat percaya, insya Allah sekolah swasta akan lebih baik ke depannya. Bila perlu ada focus group discussion itu," kata dia.

Ayung Sardi Dauly mengklaim pihaknya kemungkinan menggelar aksi unjuk rasa dengan skala yang lebih besar pada pekan depan bila Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi tak kunjung menemui BMPS dalam waktu sepekan sejak aksi unjuk rasa perdana yang digelar, Selasa (16/7/2019) di depan kantornya.

"Terus terang kita kecewa. Bapak dan Ibu, perjuangan kita tidak sampai di sini. Mungkin berikutnya kita turunkan guru-guru juga. Sekarang kan hanya kepala sekolah," kata Ayung berapi-api saat berorasi di depan massa BMPS. Beberapa pengunjuk rasa BMPS yang ditemui Kompas.com saat aksi hari ini mengaku berstatus guru. "Nanti, SMP swasta yang tak memenuhi kuota siswa saat input dapodik (data pokok pendidikan), siswanya kita angkut, kita serahkan ke Wali Kota," ujar Ayung, masih berapi-api.

Jika masih gagal, Ayung mengklaim pihaknya bakal melayangkan somasi ke Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hingga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com