Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa UI dan Polemik Parkiran Kampus

Kompas.com - 18/07/2019, 06:30 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan parkir berbayar yang kini diterapkan di Universitas Indonesia ditentang keras oleh mahasiswa. Mereka melakukan aksi unjuk rasa dan menyegel mesin parkir.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI menggelar jajak pendapat soal kebijakan ini. Hasilnya, dari 1.308 responden yang disurvei dari 2 Juli sampai 8 Juli 2019, sebanyak 63 persen sangat tidak setuju pemberlakukan parkir berbayar. Sebanyak 40 persen meyakini kebijakan ini bakal berdampak negatif.

Lahan tempat parkir di kampus seluas 320 hektar itu memang jadi persoalan beberapa tahun terakhir ini. Ruang-ruang parkir mendadak penuh. 

Kebijakan parkir berbayar yang salah satunya bertujuan mengendalikan jumlah kendaraan di dalam kampus pun menuai protes, tidak hanya dari mahasiswa, tapi juga dari masyarakat dan pengemudi ojek online. Mereka kini harus merogoh kantong tiap kali masuk areal kampus.

Kampus UI memang menjadi jalan potong bagi masyarakat yang ingin menyeberang dari Margonda maupun Kelapa Dua ke Kukusan, Beji Timur dengan melewati Rumah Sakit UI-Redhouse PNJ-Gedung AA PNJ.

Tidak egois

Penggiat transportasi sekaligus pengamat pendidikan Darmaningtyas berpendapat, mahasiswa UI seyogianya tak egois dalam hal ini.

"Jadi menurut saya memalukan itu kalau mahasiswa protes karena tarif parkir. Tarif parkir di dalam kampus itu memang harus mahal supaya mahasiswa tidak menggunakan kendaraan pribadi baik motor maupun mobil," kata Darmaningtyas, Selasa (16/7/2019).

Menurut dia, penolakan ini adalah contoh kegagalan instansi pendidikan mengajarkan pentingnya naik kendaraan umum.

Padahal, UI dilewati KRL dan punya dua stasiun. Ada bis kuning, sepeda, dan sebentar lagi akan dilintasi Transjakarta.

Latar belakang finansial mahasiwa yang mencukupi dan terbiasa membawa mobil seharusnya tak jadi alasan mahasiswa enggan menggunakan kendaraan umum.

Aksi Mahasiswa Universitas Indonesia Tolak Secure Parking di UI,  Depok, Senin (15/7/2019).CYNTHIA LOVA Aksi Mahasiswa Universitas Indonesia Tolak Secure Parking di UI, Depok, Senin (15/7/2019).

"Masalahnya bahwa mahasiswa itu harus belajar menggunakan angkutan umum. Karena angkutan umum itu lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, penggunaan ruang, sehingga lebih membawa keuntungan yang lebih banyak bagi masyarakat secara luas," ujar Darmaningtyas.

Darmaningtyas mendukung kebijakan parkir ini. Ia mengatakan seharusnya warga sekitar tak perlu risau sebab nantinya bakal ada Transjakarta yang masuk ke dalam UI.

Atas dasar itu, UI kemudian berupaya membatasi kendaraan dengan menerapkan akses masuk berbayar. Tadinya, akses masuk berbayar hanya berlaku bagi mobil.

Mengendalikan jumlah kendaraan

Pihak Universitas Indonesia menerapkan parkir berbayar dengan menggandeng Secure Parking untuk mengendalikan jumlah kendaraan di dalam kampus.

Ditengarai, ada banyak orang di luar kampus yang memarkir kendaraan mereka di kampus UI karena tarifnya lebih murah. Dari kampus UI mereka naik KRL ke tempat kerja mereka di Jakarta.

"Implementasi Sistem Parkir dan Masuk UI merupakan upaya kampus mengendalikan jumlah kendaraan di dalam lingkungan UI sebagai bentuk semangat  pengelolaan lingkungan UI yang hijau, ramah lingkungan, aman dan nyaman," tulis Kepala Kantor Humas dan KIP UI Rifelly Dewi Astuti dalam siaran persnya.

“Kami juga ingin meningkatkan keselamatan lalu lintas bagi sivitas akademika UI serta kemudahan dalam mengevaluasi keselamatan berlalu lintas. Lebih lanjut, diharapkan dengan adanya pengendalian jumlah kendaraan, maka lahan parkir akan dimanfaatkan bagi yang seyogyanya berhak," lanjut dia.

Mengakomodasi protes, pihak UI akan menerapkan kebijakan bebas biaya parkir bagi kendaraan yang berada di areal kampus selama kurang dari 15 menit.

Menambah beban ongkos 

Bagi Jarpul, mahasiswa FISIP, jika kebijakan ini diterapkan nantinya, ongkos yang harus dikeluarkan tiap hari akan bertambah.

Dengan uang jajan Rp 100.000 yang belum dipotong bensin untuk mobil, ia harus menambah tarif maksimal Rp 10.000 sampai Rp 15.000 jika mengacu pada tarif baru.

"Kalau nginepin kendaraan juga jadi mahal banget enggak kayak dulu," kata Jarpul, Selasa (16/7/2019).

Jika naik motor, ongkos parkir per jam juga tentu akan memberatkan. Begitu pula halnya jika ia naik ojek online.

Macet di ruas jalan menuju akses kawasan Universitas Indonesia,  Depok, Senin (15/7/2019).KOMPAS. COM/CYNTHIA LOVA Macet di ruas jalan menuju akses kawasan Universitas Indonesia, Depok, Senin (15/7/2019).

"Misal gue naik Grab ya mesti nambah Rp 2.000 tiap masuk kampus. Belom kalo gue keluar masuk entar-entarnya kan berasa juga lama-lama," ujar dia.

Hal berbeda disampaikan Adit, mahasiswa lain. Kendati sama-sama menolak, Adit yang tinggal di dekat UI tak ada masalah dengan uang yang harus dikeluarkan.

"Permasalahannya bukan sekadar di uang parkir yang dipungut. Tapi kesiapan fasilitas yang harus mereka siapkan sebelum membuat kebijakan ini," kata Adit.

Adit tak menolak harus meninggalkan motornya di rumah. Namun, itu bakal menghambat mobilitasnya dan banyak orang lain.

Ia khawatir kemacetan yang terjadi saat uji coba bakal lebih parah ketika nantinya perkuliahan dimulai. Kemacetan bakal membuat banyak orang terlambat.

"Gue seneng-seneng aja. Karena gue orang yang suka berangkat mepet waktu. Jadi ada alesan buat telat ke dosen, ha ha ha" kata dia.

Sebagai warga Kukusan, Adit juga menganggap akses berbayar bagi warga di pintu masuk sangat konyol. Pasalnya, banyak warga hanya sekadar numpang lewat untuk menuju Jalan Margonda. Mereka kini harus macet mengantre untuk sekadar lewat.

Adit juga menuntut parkir yang lebih canggih ini bisa memberi nilai lebih bagi pengguna kendaraan. Ia ingin kebijakan ini tak sekadar memungut uang.

"Karena sekarang ada Secure Parking, agar secure, maka parkiran dibuat lebih luas supaya enggak baret-baret dan terjadi kerusakan," ujar Adit.

Ia juga berharap jadwal keberangkatan bis kuning maupun transjakarta tepat waktu sehingga ke depan bisa diandalkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com