Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta, Mari Sudahi Berkawan dengan Polusi

Kompas.com - 28/07/2019, 06:47 WIB
Sandro Gatra

Editor

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepadatan kendaraan di jalan raya sudah menjadi pemandangan jamak di kota metropolitan. Tak ubahnya Jakarta, Ibu Kota dengan berbagai kompleksitas modernitasnya.

Warga Jakarta sampai hafal jalan-jalan mana yang padat merayap di jam-jam tertentu. Tak cuma di pusat kota Jakarta, seluruh penjuru kota administrasi pun bernasib sama.

Pun demikian dengan polusi, konsekuensi logis dari ulah manusia. Mereka mencemari lingkungan sendiri dengan asap kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan polusi industri.

Masing-masing acapkali disalahkan sebagai penyebab paling dominan. Kendaraan bermotor dituding jadi biang penyumbang polusi terbesar.

Namun, saat warga mudik, ternyata udara Jakarta tak begitu membaik.

Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyebut jumlah kendaraan bermotor yang mencapai 17 juta unit menyumbang buruknya kualitas udara di Ibu Kota yang dihasilkan akibat residu polutan.

Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) merinci, sumber pencemaran di Jakarta bukan cuma kendaraan bermotor yang menyumbang sekitar 44 persen.

Namun, masih ada PLTU (14 persen), pembakaran di proses industri (19 persen), pembakaran biomassa dan sampah (13 persen), debu jalanan (5 persen), proses konstruksi (2 persen), dan rumah tangga (3 persen).

Berbicara tingkat keparahan kondisi udara di Jakarta, dari kalangan aktivis lingkungan maupun pemerintah ternyata punya argumentasi tersendiri.

Dari Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu selaku Juru Kampanye memaparkan bahwa sebenarnya data yang dimiliki pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai kualitas udara hampir selaras dengan data Greenpeace.

Data rata-rata tahunan PM 2.5 di Jakarta menunjukan angka 34.57 mikrogram per meter kubik (μg/m3). Artinya, sudah melebihi dua kali lipat baku mutu udara ambien nasional sebesar 15 ug/m3.

Gugatan warga

Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) melayangkan gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7) lalu.

Warga menuntut hak untuk menikmati udara bersih.

Gugatan dilayangkan kepada tujuh pihak, yakni Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) angkat bicara. Mereka mengklaim, kualitas udara di Jakarta masih relatif bagus dari pemantauan yang dilakukan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2019.

"Data Air Quality Management System (AQMS) di Gelora Bung Karno (GBK) menunjukkan rata-rata harian PM 2.5 sebesar 31,49 μg/m3," kata Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah.

Jika dibandingkan dengan baku mutu udara ambien nasional, yakni 65 μg/m3, kualitas udara di Jakarta masih bagus dan sehat.

Apabila dibandingkan dengan standar WHO pada angka 25 μg/m3, kualitas udara di Jakarta juga terbilang dalam kategori sedang.

Menurut data 2015-2016 yang ketika itu masih menggunakan pengukuran manual melalui evaluasi kualitas udara perkotaan (EKUP), KLHK mengevaluasi secara keseluruhan udara Jakarta masih bagus karena masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien.

"Jika dilihat per parameter atau per wilayah administrasi, maka udara di Kota Jakarta tidak dapat dikatakan makin membaik atau menurun, melainkan relatif konstan," tandas Karliyansah.

Dihitung menggunakan data air visual pada 2017 yang dikelola lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Beijing, China, kualitas udara Jakarta berdasarkan rata-rata PM2.5 berada pada urutan ke-160, yakni 29,7 μg/m3 atau kategori sedang.

Meski demikian, Karliyansah mengakui, ada tiga titik selama rentang 19-27 Juni 2019 yang menunjukkan kualitas udara kurang bagus, tetapi datanya harus dilihat menyeluruh, alias dihitung secara rata-rata.

Akses data kualitas udara

Keterbukaan data soal kualitas udara dinilai penting oleh banyak kalangan, termasuk Greenpeace agar mudah diakses secara terbuka oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

"Kita harus punya keterbukaan data soal udara. Sampai saat ini, data soal udara enggak mudah (didapat) semudah mengakses data cuaca," ujar Bondan lagi.

Di sisi lain, keterbukaan dan kemudahan akses data soal kualitas udara itu juga sangat penting dan memudahkan pemerintah dalam pengambilan kebijakan.

Selain itu, koordinasi lintas kementerian juga dinilai belum berjalan baik. Misalnya antara Kementerian Kesehatan dan KLHK ketika Greenpeace mendorong Kemenkes melakukan aksi nyata dan edukasi publik perihal dampak polusi udara, 2018.

Ketika itu, Kemenkes malah menjawab kewenangan mereka adalah pada "indoor air pollution" (polusi udara dalam ruangan), sementara polusi udara luar ruang kewenangan KLHK.

"Kami jadi agak bingung. Harusnya ada koordinasi antara mereka. Bicara udara di luar, pasti masuk ke dalam (ruang). Enggak mungkin kita di dalam ruangan terus, pasti keluar, dan sebaliknya," ujar Bondan.

Masih menyoal polusi, mari semua pihak berbenah diri. Perbanyak hutan kota, taman, atau apalah namanya agar bisa sedikit mengobati.

Ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi harga mati yang harus dipenuhi.

Kebalikan dengan industri yang kian pesat, luasan RTH justru semakin menyempit. Pada tahun 1965 luasan RTH di Jakarta semula mencapai 37,2 persen, lalu menyusut menjadi 25,85 persen pada 1985.

Jumlahnya semakin berkurang drastis, tinggal sembilan persen pada tahun 2000, sementara tahun ini tercatat 9,98 persen. Naik, meski tak sampai satu persen dalam kurun 20 tahun.

Pemulihan RTH

Kondisi RPTRA Mahkota Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (5/4/2019)KOMPAS.com/ JIMMY RAMADHAN AZHARI Kondisi RPTRA Mahkota Kembangan, Jakarta Barat, Jumat (5/4/2019)

Di tengah semakin padatnya permukiman, perjuangan untuk mengembalikan hijaunya Jakarta bukan persoalan mudah pastinya. Namun, apakah harus berhenti begitu saja?

Pakar tata kota Nirwono Joga membeberkan banyak potensi RTH di Jakarta yang selama ini belum digarap maksimal oleh pemerintah. Di luar taman dan hutan kota yang sudah ada.

Pertama, koridor tepi bantaran kali yang bisa disulap jadi RTH. Tercatat, Jakarta punya setidaknya 13 koridor yang menyimpan mimpi untuk menjadikan Jakarta kembali asri.

Hitung aja, tepi Kali Mookervaart, Angke, Pesanggrahan, Krukut, Ciliwung, Sunter, Grogol, Baru Barat, Baru Timur, Cipinang, Buaran, Jati Kramat, sampai Kali Cakung.

"Koridor tepi bantaran kali ini punya keuntungan karena dekat sumber air, mudah ditata, dan mudah perawatannya," ujar pengajar Universitas Trisakti Jakarta itu.

Ada lagi, tepi bantaran rel kereta api (KA) yang menyimpan potensi RTH, tetapi belum banyak diolah. Jarak aman kiri-kanan sepanjang jalur rel membuat luasannya cukup melimpah.

Ruang di bawah kolong jembatan layang pun bisa dikelola untuk paru-paru kota. Surga bagi satwa di habitatnya, dan manusia juga pasti menikmati manfaatnya.

Jangan lupa, Jakarta juga kaya akan situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) yang bisa dimanfaatkan sebagai RTH.

Jumlahnya pun tak sedikit, setidaknya ada 109 SDEW yang tersebar di berbagai titik.

Jika keberadaan SDEW dimaksimalkan sebagai RTH, seperti dibangun taman atau hutan mini maka akan menjadi tempat favorit bagi satwa liar untuk membangun habitatnya.

"Satu lagi, di kawasan pantai utara Jakarta. Kan masih belum dioptimalkan. Tanami dengan banyak pohon dalam radius 200-500 meter dari bibir pantai," tambah Nirwono.

Tak cukup itu, penanaman pohon di pesisir pantai itu ternyata sudah digalakkan di Jepang sebagai langkah antisipasi terhadap ancaman tsunami dan abrasi. Kapan lagi kita mau memulai?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com