BEKASI, KOMPAS.com - Agus Supandi (32) duduk santai beralas spanduk di trotoar Jalan Chairil Anwar, Bekasi persis di seberang Kantor DPRD Kota Bekasi. Posisinya tepat di tubir Kalimalang.
Agus tak perlu tersengat terik siang lantaran dinaungi pepohonan rimbun dan bentangan pernak-pernik merah putih.
"Saya cari sendiri tempatnya. Enak di sini, menetap," ujar Agus yang rupanya berasal dari Leles, Garut, Jawa Barat saat disambangi Kompas.com, Selasa (6/8/2019).
"Daripada pakai gerobak," imbuhnya.
Agus merupakan seorang pedagang pernak-pernik 17-an. Dagangan utamanya umbul-umbul warna-warni serta bentangan dekorasi kain serba merah-putih. Beberapa dekorasi tersebut bersablon figur burung garuda pancasila berwarna emas.
"Kalau satuan Rp 30.000. Kalau buat background, panjangnya 10 meter, jadi Rp 300.000," jelas Agus.
Pernah keliling Indonesia
Dari kampungnya di Leles, Agus mengaku pernah beberapa kali berkunjung ke kota-kota di Indonesia, bahkan lintas pulau. Tujuannya sama seperti saat ini, berdagang pernak-pernik 17-an.
"Ongkos siapin sendiri. Namanya cari rezeki, di mana saja. Harganya malah bisa lebih mahal, bisa dua kali lipat (daripada di Bekasi)," ujar Agus.
Ia mengaku pernah berjualan pernak-pernik 17-an di Parangtritis, Yogyakarta. Pernah juga berdagang di Pontianak, Kalimantan Barat dan Batam, Kepulauan Riau. Terjauh, pernak-pernik 17-annya pernah mendarat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Gara-gara Buaya, Tak Ada Pesta 17-an di Sungai Deli Medan
"Iya paling jauh (di Flores). Waktu ke Flores bawa dagangan 8 karung buat sebulan. Enak, di sini Rp 300 ribu, di sana Rp 600 ribu," kata Agus.
"Cuma, ya, memang ongkos transportasi dan makanan juga lebih mahal," ia menambahkan.
Agus mengklaim, pengalamannya masih kalah dibandingkan beberapa rekan sekampungnya di Leles.
"Dari kampung (lalu dagang) ke Irian (Papua) juga ada," kata dia.
Bedol desa