Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Pengamat, Anies Larang Premium, Pertalite, Solar 48, Dexlite di Jakarta

Kompas.com - 08/08/2019, 05:47 WIB
Vitorio Mantalean,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com — Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) mendorong Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melarang peredaran sejumlah bahan bakar yang tidak ramah lingkungan. Hal ini demi menekan emisi kendaraan bermotor.

"Harus dilakukan dan bisa dilakukan, kok. Secara legal pun gubernur boleh," ujar Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/8/2019) sore.

Pria yang akrab disapa Puput ini menyebut, kendaraan bermotor jadi penyumbang terbesar pencemaran udara di Ibu Kota, diukur menggunakan parameter kualitas udara apa pun.

"Diukur dengan PM 10 (partikel debu berukuran 10 mikron), emisi kendaraan bermotor 47 persen, PM 2,5 itu 75 persen, nitrogen dioksida 80 persen, karbon monoksida 90 persen. Kan terbesar semua," kata dia.

Baca juga: Ini 25 Ruas Jalan DKI yang Diterapkan Perluasan Ganjil Genap

Masalahnya, menurut Puput, sejumlah bahan bakar yang diedarkan oleh Pertamina tak memenuhi kelayakan emisi, yakni premium, pertalite, solar 48 (biosolar), dan dexlite.

Mesin kendaraan jadi kian rentan terhadap gangguan dan boros bahan bakar karena tak sanggup menghasilkan tenaga maksimum.

Imbasnya, gas buangan kendaraan semakin pekat.

Baca juga: Informasi Lengkap Seputar Sistem Ganjil Genap Terbaru

Atas dasar itulah, Puput mendorong Anies agar berani menetapkan agar wilayah DKI Jakarta steril dari bahan bakar yang bermutu rendah dan berdampak buruk pada kualitas udara.

Inisiatif itu, lanjutnya, perlu jadi instrumen hukum.

"Memang, gubernur tidak bisa mengeluarkan spek bahan bakar sendiri karena itu kewenangan pemerintah pusat. Tapi, gubernur kan bisa punya dalih bahwa pencemaran sudah parah," kata Puput.

"Gubernur bisa buat regulasi lewat pergub (peraturan gubernur) bahwa dengan justifikasi pencemaran udara sudah parah, solusinya DKI hanya menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan. Yang tidak ramah lingkungan tidak boleh dipasarkan di DKI Jakarta karena dia tidak sesuai dengan engine kendaraan," dia menambahkan.

Baca juga: Berikut Daftar Kendaraan yang Tak Kena Ganjil Genap

Puput menilai, posisi Anies yang terjepit sana-sini dalam isu polusi udara Ibu Kota justru jadi modal utama guna memperkuat keputusannya melarang beredarnya 4 jenis bahan bakar tadi.

Sebab, dalam kondisi seperti sekarang, lanjut Puput, Anies sebagai gubernur didesak menyelamatkan kesehatan warga DKI Jakarta.

Mengenai kemungkinan terjadinya penolakan dari sejumlah operator kendaraan umum dan angkutan barang, Puput menilai, Anies tak perlu khawatir.

Apalagi, sesuai Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 yang diterbitkan Anies sendiri tempo hari, Pemprov DKI Jakarta berencana meremajakan angkutan umum pada 2020 nanti dan memastikan seluruh angkutan tersebut lolos uji emisi.

"Silakan dikonversi pakai BBG (bahan bakar gas). BBG kan murah, hanya Rp 3.000-an seliter. Angkot, misalnya," kata Puput.

"Bisa jadi momentum 2020 itu sebenarnya (konversi ke BBG). Tidak perlu kok pakai uang Pemprov DKI. Untuk konversi ini, gubernur bisa temukan pemilik angkot dengan Bank DKI sebagai pemberi pinjaman, teken kontrak. Nanti cicilannya dibebankan setiap mengisi BBG," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com