Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kilas Balik Normalisasi, Sodetan Ciliwung, dan Akhir Gugatan Warga Bidara Cina...

Kompas.com - 20/09/2019, 07:10 WIB
Nursita Sari,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan normalisasi Sungai Ciliwung.

Program normalisasi Ciliwung dikerjakan karena banjir besar di Jakarta pada 2012. Selain normalisasi Ciliwung, terdapat proyek lain yang dikerjakan untuk mengatasi banjir Jakarta yaitu Sodetan Ciliwung.

Sodetan Ciliwung menuju KBT satu paket dengan proyek normalisasi sungai yang dikerjakan oleh BBWSCC.

Normalisasi bertujuan untuk memperlebar dan memperdalam sungai, sementara sodetan untuk "memecah" debit air Ciliwung menuju KBT. Dengan demikian, air Ciliwung tidak akan meluap.

Sodetan Ciliwung menuju KBT berbentuk terowongan. Fungsinya untuk mengatur debit air. Dengan adanya sodetan ini, air Ciliwung akan dialirkan sebagian ke KBT saat debit air tinggi.

Program normalisasi dan sodetan ini sama-sama terkendala. Pemprov DKI belum bisa membebaskan lahan dengan signifikan sehingga BBWSCC tidak bisa melanjutkan program normalisasi.

Sementara itu, proyek sodetan Ciliwung juga terkendala gugatan warga Bidara Cina yang terus lanjut sampai tingkat kasasi.

Berikut ini adalah perkembangan baru dari dua proyek itu dan kilas balik normalisasi Ciliwung di Jakarta.

Akhir dari gugatan warga Bidara Cina

Warga Bidara Cina diketahui mengajukan gugatan class action (gugatan yang diajukan seseorang atau sebuah kelompok kecil atas nama sebuah kelompok besar) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 15 Juli 2015.

Warga menggugat Pemprov DKI, BBWSCC, dan Presiden Joko Widodo sebagai mantan Gubernur DKI Jakarta.

Baca juga: Proyek Sodetan Ciliwung Dimulai, Ini Proses Ganti Rugi terhadap Warga Bidara Cina

Salah satu gugatan warga yakni meminta pemerintah memberikan ganti rugi sebelum membebaskan lahan yang ditempati warga untuk membangun inlet sodetan Ciliwung.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga pada 29 Agustus 2017. Pemprov DKI dan BBWSCC mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Namun, Pemprov DKI dan BBWSCC kembali kalah di tingkat banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pemprov DKI dan BBWSCC mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, kedua pihak akhirnya mencabut kasasi tersebut.

Dengan dicabutnya permohonan kasasi Pemprov DKI dan BBWSCC, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah berkekuatan hukum tetap.
Ganti rugi untuk warga

Mengikuti putusan pengadilan, BBWSCC pun akan membayar ganti rugi pembebasan lahan dan bangunan untuk pembangunan inlet sodetan Sungai Ciliwung menuju KBT kepada warga Bidara Cina.

"Ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena (pembebasan lahan) dari (anggaran) PUPR, pakai APBN," ujar Kepala BBWSCC Bambang Hidayah, Kamis kemarin.

Bambang menjelaskan, warga sebenarnya menempati lahan milik Pemprov DKI Jakarta. Pemprov DKI mengantongi sertifikat hak pakai (SHP) Nomor 227/Bidaracina. Namun, sertifikat itu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan menyatakan BBWSCC harus membayar ganti rugi tanah dan bangunan kepada seluruh warga Bidara Cina yang menggugat sebelum membebaskan lahan untuk inlet sodetan Ciliwung-KBT.

Besaran ganti rugi ditentukan lembaga penilai pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

"Artinya (ganti rugi) berarti ke masyarakat karena masyarakat yang menghuni daerah itu, yang tinggal di sana," kata Bambang.

Ganti rugi bagi yang terdampak sodetan Ciliwung

Sebelum ganti rugi, Bambang menyebut, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui.

BBWSCC bersama Pemprov DKI Jakarta sedang menyosialisasikan rencana proyek tersebut kepada warga.

Gubernur Anies kemudian akan menerbitkan surat keputusan penentuan lokasi (penlok) yang akan dibebaskan untuk proyek tersebut.

"Ini sedang sosialisasi mau dikeluarkannya penlok," tutur Bambang.

Setelah SK penlok terbit, langkah selanjutnya membentuk tim satuan tugas (satgas) pembebasan lahan. Bambang menyebut, satgas itu berasal dari BBWSCC, Pemprov DKI, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Setelah itu, proses pengukuran dan inventarisasi peta bidang, pengumpulan berkas desa atau bukti surat kepemilikan," kata dia.

Baca juga: Anies: Pak Presiden Sepakat Tak Lanjutkan Kasasi Pembebasan Lahan Sodetan Ciliwung

Langkah selanjutnya yakni penerbitan peta bidang yang akan dibebaskan dan pengumuman peta bidang tersebut. Tim appraisal kemudian akan menentukan harga tanah dan bangunan yang akan dibebaskan.

"Selanjutnya musyawarah bentuk ganti kerugian, validasi oleh BPN, dan proses pembayaran ganti rugi," ucap Bambang.

Bambang menjelaskan, jika penentuan harga ganti rugi tanah dan bangunan selesai ditentukan sebelum APBN 2020 diketok, BBWSCC akan mengalokasikan anggaran itu dalam APBN 2020.

"Kalau tahun ini tuntas, jelas berapa yang harus dibayarkan, kita usulkan (anggaran dalam APBN) tahun depan dengan infrastrukturnya," kata Bambang.

Kilas balik proyek normalisasi

Bicara penanggulangan banjir, proyek normalisasi sungai Ciliwung tidak bisa dilupakan. Proyek ini beriringan dengan proyek sodetan Ciliwung.

Banjir besar melanda Jakarta pada 2012. Pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta akhirnya bekerja sama untuk mengerjakan normalisasi Sungai Ciliwung.

Pemprov DKI bertugas membebaskan lahan untuk normalisasi sungai, sementara BBWSCC membangun infrastrukturnya.

Proyek ini dikerjakan mulai 2013, saat Presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Normalisasi untuk melebarkan sungai dengan pemasangan turap beton dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi persoalan banjir yang kerap melanda wilayah Ibu Kota.

Kegiatan ini dilakukan karena mengecilnya kapasitas sungai akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.

Kegiatan normalisasi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

Normalisasi 16 kilometer Ciliwung pada 2013-2017

Panjang Sungai Ciliwung yang melintasi Jakarta dan harus dinormalisasi adalah 33,69 kilometer. Jalur normalisasi terbentang dari Jembatan Jalan TB Simatupang hingga Pintu Air Manggarai.

Baca juga: Anies Cabut Gugatan Kasasi soal Pembebasan Lahan Sodetan Ciliwung

Normalisasi Ciliwung dibagi empat ruas. Pertama, pembangunan tanggul ruas Jembatan Tol TB Simatupang-Jembatan Condet sepanjang 7,58 kilometer. Normalisasi itu baru terealisasi sepanjang 3,47 kilometer.

Kedua, pembangunan tanggul ruas Jembatan Condet-Jembatan Kalibata sepanjang 7,55 kilometer. Normalisasi baru direalisasikan sepanjang 3,1 kilometer.

Ketiga, pembangunan tanggul ruas Jembatan Kalibata-Jembatan Kampung Melayu baru terealisasi 4,67 kilometer dari panjang 8,82 kilometer.

Terakhir, normalisasi ruas Jembatan Kampung Melayu-Pintu Air Manggarai baru terealisasi 4,95 kilometer dari rencana 9,74 kilometer.

Dengan demikian, normalisasi Ciliwung baru terealisasi sekitar 16 kilometer dari target 33 kilometer. Normalisasi sepanjang 16 kilometer ini dikerjakan hingga akhir 2017.

"Sudah 16 kilometer yang dinormalisasi," ujar Kepala BBWSCC Bambang Hidayah kepada Kompas.com, Selasa (20/8/2019).

Terhenti di 2018

Proyek normalisasi Ciliwung terhenti pada 2018. Normalisasi sungai berhenti akibat minimnya pembebasan lahan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

BBWSCC tidak menganggarkan normalisasi sungai dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2018-2019.

"Kalau (pembebasan lahan) masih sedikit kan tanggung. Jadi, biar nanti saja kalau sudah banyak," kata Bambang pada 3 Oktober 2018.

Baca juga: BBWSCC Akan Bayar Ganti Rugi Lahan Warga Bidara Cina yang Terkena Proyek Sodetan

Dengan berhentinya program normalisasi sungai di Jakarta, pemerintah pusat akhirnya fokus menyelesaikan program yang sama di hulu, tepatnya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Kementerian PUPR membangun dua dry dam di sana, yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi. Dua bendungan itu akan mengurangi masalah banjir di Jakarta hingga 30 persen.

Gagasan pembangunan dua bendungan itu telah dicetuskan sejak 2004-2005. Namun realisasinya baru dapat dilaksanakan pada Oktober 2017.

Sentilan Jokowi

Jokowi meninjau pembangunan Bendungan Ciawi dan Sukamahi pada 26 Desember 2018.

Jokowi turut didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat meninjau proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi.

Kala itu, Jokowi menyebut keberhasilan pengendalian banjir harus diikuti dengan perbaikan aliran Sungai Ciliwung yang ada di hilir.

Lebar Sungai Ciliwung, kata Jokowi, menyempit dan hanya berkisar 12-15 meter. Hanya di beberapa titik saja lebar sungai itu mencapai 60 meter.

Jokowi menekankan perlunya normalisasi untuk mengembalikan lebar sungai.

"Normalisasi Ciliwung memang harus dilebarkan karena lebarnya sangat kurang. Sekarang ada yang 12 meter, 15 meter, normalnya 60 meter normalnya, paling tidak 40 meter," kata Jokowi.

Persoalan di hilir yang juga harus segera diselesaikan, imbuh Jokowi, yaitu pembangunan sodetan serta terowongan penghubung antara Ciliwung ke Kanal Banjir Timur (KBT).

"Itu kalau kita sambung akan mengurangi banyak. Dan yang dilakukan Pak Gubernur dengan membuat tanggul resapan, drainase, itu wajib dikerjakan dan diselesaikan," imbuh dia.

Jawaban Anies

Anies mengakui sempat membahas soal pelebaran sungai di sejumlah titik bersama Jokowi saat meninjau proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi.

"Kemarin kami diskusikannya adalah soal lebar sungai. Pak Presiden menyebut istilahnya normal," ujar Anies, 27 Desember 2018.

Anies menyampaikan, lebar sungai di sejumlah titik di Jakarta menyempit. Penyempitan sungai itu menyebabkan potensi banjir dan genangan di sekitarnya.

Pemprov DKI, kata Anies, mendukung proyek pelebaran Sungai Ciliwung oleh BBWSCC.

Baca juga: Normalisasi Sungai Ciliwung Dilanjutkan Tahun 2020

Dia mengakui, Pemprov DKI Jakarta memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk membebaskan lahan demi melebarkan kembali sungai di sejumlah titik di Jakarta.

Dia menyebut, Pemprov DKI tengah menggenjot pembebasan lahan di sejumlah titik untuk proyek pelebaran Sungai Ciliwung.

"Ini (pembebasan lahan) salah satu hal yang sekarang digenjot. Yang masih belum tuntas adalah soal pembelian lahan," kata Anies.

Lokasi Sodetan Ciliwung di Kelurahan Bidara Cina, Rabu (14/2/2018)Stanly Ravel Lokasi Sodetan Ciliwung di Kelurahan Bidara Cina, Rabu (14/2/2018)

DKI bebaskan lahan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membebaskan lahan untuk normalisasi Ciliwung pada akhir 2019.

Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, ada 118 bidang tanah di bantaran Sungai Ciliwung yang akan dibebaskan.

Sebanyak 118 bidang tanah yang akan dibebaskan tersebar di empat kelurahan. Pemprov DKI menyiapkan anggaran Rp 160 miliar untuk membebaskan 118 bidang tanah itu.

"Rencananya ada 118 bidang dari empat kelurahan yang mau dibebaskan di Ciliwung (yaitu) Kelurahan Pejaten Timur, Tanjung Barat, Cililitan, Balekambang," ujar Juaini, Kamis (15/8/2019).

Dinas Sumber Daya Air juga menyiapkan anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 600 miliar dalam APBD DKI Jakarta 2020.

Pembebasan lahan dilakukan untuk proyek normalisasi Ciliwung dan Pesanggrahan.

"Untuk tahun depan Rp 600 miliar untuk rencana Kali Ciliwung dan Kali Pesanggrahan yang belum dibebaskan," kata Juaini.

Selain pembebasan lahan untuk normalisasi sungai, anggaran Rp 600 miliar juga akan digunakan untuk pembebasan lahan normalisasi waduk-waduk di Jakarta.

Normalisasi dilanjutkan 2020

Kepala BBWSCC Bambang Hidayah menuturkan, normalisasi Ciliwung akan dilanjutkan tahun depan. Normalisasi dilakukan di Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

Baca juga: Tak Pernah Dikeruk, Kali Bekasi Disebut lebih Mudah Meluap Ketimbang Ciliwung

"Tahun depan, BBWSCC, 2020 sudah memprogramkan normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 1,5 kilometer," kata Bambang, Selasa (20/8/2019).

Bambang menyampaikan, lahan sepanjang 1,5 kilometer yang akan dinormalisasi sudah dibebaskan Pemprov DKI Jakarta. Lahan tersebut berbeda dengan lahan yang rencananya akan dibebaskan Pemprov DKI pada akhir tahun ini.

Bambang belum bisa memastikan konsep normalisasi sungai yang akan dilakukan nanti, apakah akan menggunakan beton (sheetpile) atau menggunakan beronjong seperti konsep naturalisasi yang digadang-gadang Anies.

Menurut Bambang, konsep naturalisasi atau normalisasi akan diputuskan pada akhir 2019 menjelang lelang.

"Kalau space-nya lebar, nanti kami buat naturalisasi, tapi kalau space-nya kecil, ya apa boleh buat kami sheetpile lagi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

TikToker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com