Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ali Sadikin dan Kontroversi Lokalisasi Kramat Tunggak  

Kompas.com - 27/10/2019, 09:03 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagian besar masyarakat Jakarta pasti mengenal sosok Gubernur DKI Jakarta yang biasa dipanggil Bang Ali. Pria dengan nama lengkap Ali Sadikin itu dikenal dengan keberaniannya dalam mengambil kebijakan publik, di antaranya lokalisasi Kramat Tunggak.

Lokalisasi Kramat Tunggak sempat eksis pada zamannya dan menjadi lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tahun 1970-1999.

Lokalisasi Kramat Tunggak berawal ketika Ali Sadikin yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta beberapa kali mendadak meninjau daerah-daerah pelacuran atau prostitusi paling ramai di wilayah DKI Jakarta, yakni kawasan Kramat Raya dan Senen di Jakarta Pusat.

Baca juga: Kontroversi Pajak Judi di Jakarta dan Ali Sadikin yang Gusar...

Di sana, dia menyaksikan banyak wanita melacurkan diri. Bahkan, di antara wanita itu, ada pula anak-anak yang usianya belasan tahun.

Sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali mengakui bahwa pemberantasan pelacuran sangat sulit karena pelacuran merupakan "ladang pekerjaan bagi wanita-wanita tersebut.

Namun, kata Ali, Pemerintah DKI tidak bisa membenarkan atau mendiamkan perbuatan asosial itu dilakukan di tempat-tempat ramai dan terbuka.  

Orang berkata, wanita “P”, sebutan untuk wanita yang melacurkan diri, harus ditampung dan disalurkan ke berbagai proyek setelah diindoktrinasi.

“Saya tidak sepaham dengan jalan pikiran itu (ditampung dan disalurkan ke berbagai proyek) karena jumlahnya puluhan ribu, sementara penganggur pun tidak sedikit jumlahnya,” ujar Ali dalam buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977” karya Ramadhan KH.

Di samping itu, kata Ali, wanita-wanita “P” sudah merasa nyaman untuk mendapatkan pekerjaan dan uang dengan mudah dan cepat. Oleh karena itu, Ali memilih melokalisasi para wanita “P” sebagai solusinya.

Latar belakang lokalikasi wanita “P”

Ide lokalisasi Kramat Tunggak berawal dari kunjungan Ali ke Bangkok, Thailand, yang terkenal dengan “industri seks”. Hal ini diceritakan Ali dalam buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977” karya Ramadhan KH.

Kepada orang kedutaan Indonesia di Thailand, Ali menanyakan tempat-tempat industri seks di sana. Sebab, Ali tak melihatnya selama berada di Bangkok.

Orang kedutaan itu menyebut tempat-tempat pelacuran di Bangkok dilokalisasi. Ali pun dibawa ke tempat lokalisasi itu. Setelah itu, Ali terpikir untuk menerapkan kebijakan yang sama di Jakarta.

Baca juga: 4 Kebijakan Kontroversial Gubernur Ali Sadikin

“Supaya Ibu Kota kita ini tidak kelihatan kotor, tidak jorok. Itulah yang kemudian menjadi policy saya memindahkan wanita ‘P’ itu dari Senen, dari daerah Kramat Raya yang penuh sliweran dengan kupu-kupu malam itu, ke Kramat Tunggak,” kata Ali.

 Kramat Tunggak yang semula masih berupa rawa, lalu berubah menjadi tempat yang disebut banyak orang sebagai tempat lokalisasi wanita “P”.

Kramat Tunggak ditetapkan sebagai lokalisasi melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No. Ca.7/I/13/1970 per tanggal 27 April 1970 tentang Pelaksanaan Usaha Lokalisasi/Relokasi Wanita Tuna Susila.

Dianggap bolehkan eksploitasi manusia dan rendahkan wanita

Keputusan Ali untuk melokalisasi wanita "P" ditentang oleh Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI). Delegasi Presidium KAWI Pusat pun menemui Ali.

“Mereka mengartikan pikiran dan tindakan saya itu sebagai memperbolehkan eksploitasi manusia atas manusia, merendahkan derajat wanita, dan menjauhkan kemungkinan rehabilitasi bagi wanita yang sadar,” tutur Ali.

Delegasi KAWI mengajak Ali untuk sama-sama mengurangi jumlah wanita “P” dan meningkatkan sanksi untuk menindak germo-germo yang menjadi biang meluasnya pelacuran.

Baca juga: Kisah Habibie dan Tangis Ali Sadikin di Tengah Bayang-bayang Orba

Ali pun membentuk panitia kecil untuk mengatasi pelacuran itu dengan melibatkan KAWI sebagai panitia.

Menurut Ali, buah pikiran KAWI mesti ditampung. Ali juga melibatkan KAWI agar mereka menyaksikan keadaan sebenarnya dan mengatasi persoalan sesungguhnya.

“Setelah panitia kecil bekerja, kesimpulan saya, tetap menanggulanginya tepat dengan melokalisasi mereka, melokalisasi kan berarti mempersempit gerak mereka dan dengan demikian akan terbina apa yang diharapkan sebagai ‘menghapuskan pemandangan kurang sedap’ di tepi-tepi jalan,” kata Ali.

Ali menyatakan, saat itu, tidak mudah menyelesaikan masalah wanita tunasusila. Menurutnya, masyarakat lebih gampang untuk membicarakannya daripada menolong mereka.

Lokalisasi Kramat Tunggak pun beroperasi selama puluhan tahun hingga akhirnya ditutup Gubernur Sutiyoso pada Desember 1999 lewat SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 6485 Tahun 1998.

Kini, lokasi bekas Kramat Tunggak telah berubah dengan adanya pembangunan Jakarta Islamic Centre (JIC) yang dimulai tahun 2002. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com