Sambil menyalakan api rokoknya, Hasyim mengatakan rumah susun adalah tempat yang cocok bagi warga yang berprofesi sebagai karyawan kantoran.
Tidak bagi mereka.
Baca juga: Pemkot Jakut Tawarkan Rusun untuk Korban Penggusuran Sunter, tapi Tak Ada yang Minat
Lokasi rusun juga tak cocok dengan kegiatan sekolah anak-anak yang sebentar lagi akan menjalani ujian semester ganjil.
Bukannya rusun tersebut tidak layak untuk ditempati oleh anak-anak, melainkan jarak tempuh dari rusun ke sekolah yang cukup jauh.
Hasyim memikirkan anaknya yang saat ini duduk di kelas 4 Sekolah Dasar yang akan menjalani ujian semester pada 2 Desember mendatang.
Setelah penggusuran yang dilakukan 14 November lalu, anaknya sempat tidak masuk sekolah selama seminggu.
"Semuanya barang-barang sekolahnya hilang. Saya bingung lah, untung kita cari-cari ketemu," kat Hasyim.
Bukan hanya itu yang membuat dia risau.
Guru-guru di sekolah anaknya mungkin memaklumi musibah dari siswa yang rumahnya ikut tergusur di Sunter Agung Perkasa VIII.
Namun, tidak semua teman-temannya bisa memaklumi dan malah mengejek mereka.
"Kadang ya kita dengar (ejekan ke anak) 'kasihan rumah lo digusur'. Diejek seperti itu sama temannya, ya namanya anak-anak," kata Hasyim.
Saat Kompas.com dan Hasyim tengah berbincang, terpal di atas kami beberapa kali berbunyi keras karena tertiup angin.
Bagaimana kalau hujan turun dan angin kencang?
"Ya basah, masak iya nggak basah," kata Hasyim.
Selain Hasyim, ada pula Sukron (30), ayah dua anak yang juga masih bertahan di tenda-tenda beratap terpal.