Sebagian warga memang tak lagi terlihat di lokasi penggusuran.
Namun, bukan berarti mereka setuju digusur dan pindah ke Rusun Marunda. Mereka memilih mengungsi di rumah kerabat yang dekat dengan lokasi penggusuran.
Sukron mengatakan, Anies pernah datang ke wilayah Jalan Sunter Agung Perkasa saat kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta di tahun 2017 lalu.
Baca juga: Anies Baswedan antara Janji Kampanye soal Penggusuran dan Urban Renewal
Tidak banyak yang diingat Sukron selain janji Anies yang mengatakan tidak akan menggusur warga Jakarta lagi, termasuk di Sunter Agung.
Tapi, kenyataan berbeda terjadi 10 hari yang lalu. Sebanyak 1.500 personel gabungan dari Satpol PP DKI Jakarta meluluhlantakkan kampung yang berada di bantaran kali tersebut.
Sukron mengatakan, dia akan tetap bertahan di tempat tersebut hingga Anies mengizinkan warga kembali membangun rumah di tempat tersebut.
"Sebenarnya kami berharap kepada pak Anies. Setelah penataan sungai selesai, kami bisa diizinkan kembali untuk membangun rumah di sini," kata Sukron.
Sukron mengaku salah satu pendukung Anies di Pilgub 2017 lalu.
Ia percaya, apa yang dilakukan Gubernur yang dia pilih dua tahun lalu adalah rencana dengan niat baik agar warganya bisa hidup lebih baik lagi.
Di bawah terpal biru itu, Sukron memandang jauh ke puing-puing rumah yang kini bercampur lumpur kali Sunter.
Dia berharap bertemu Anies Baswedan sekali lagi setelah terakhir bertemu saat masa kampanye Pilgub 2017 lalu.
Ingin sekali, kata dia, mengutarakan harapannya kepada sosok yang dia percaya menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Saya berharap pak Anies bisa ke sini, saya ingin bilang kalau ketemu pak Anies. Terimakasih telah mengizinkan kami tinggal di sini. Saya yakin ada solusi dari pak Anies untuk kami yang ingin bertahan di sini," kata dia.
Pemandangan Sunter Agung Perkasa VIII kini sudah tak seperti sebuah kampung yang dihuni 56 kepala keluarga.
Tidak tersisa lagi rumah yang tegak berdiri. Pemandangan tersebut bertolak belakang dengan bangunan apartemen megah di sisi barat kampung yang tergusur tersebut.
Di seberang sungai, tembok kokoh tempat sebuah pabrik berdiri tertulis suara warga sunter yang tergusur.
Bertanya tentang semboyan keindahan Indonesia yang kini apakah masih relevan untuk jadi semboyan tanah surga.
"Kami punya hak untuk hidup. Katanya tanah kita tanah surga? 2019? (apakah masih surga?)" bunyi tulisan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.