Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hampir 20 Tahun Sekolah Master Menjadi Tempat Anak Duafa Cari Ilmu

Kompas.com - 12/12/2019, 12:29 WIB
Tia Astuti,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di samping flyover Arif Rahman Hakim, tepatnya di belakang Terminal Depok, terdapat sekolah yang menjadi harapan bagi anak-anak kaum marjinal, anak terjerat hukum, dan anak jalanan. Di sana lah Sekolah Master Depok berada.

Lahan sekolah dengan ruang-ruang kelas yang berbentuk kontainer yang sudah diberi cat dan gambar warna-warni ini, ternyata dulunya adalah lahan prostitusi dan kafe-kafe billiar.

Dinamakan Master karena dahulu di antara lahan ini ada masjid dekat terminal. Inilah yang menjadi cikal bakal pemberian nama Master (Masjid Terminal).

"Dulu ini masjid di pojokan, ada di kawasan seperti itu. Nah itu yang membuat saya prihatin. Bagaimana caranya kawasan kompleks (prostitusi dan biliar) ini harus kita bebaskan satu per satu. Kita beli lahan per lokal, begitu," ujar pendiri Sekolah Master, Nurrohim.

Nurrohim, pria kelahiran Tegal 3 Juli 1971 menyulap lahan itu menjadi tempat yang sangat bermanfaat sejak tahun 2000.

Baca juga: Jarak Bukan Penghalang Diba dan Irna Mencari Ilmu di Sekolah Master

"Saya mendirikan Sekolah Master ini berangkat dari keprihatinan. Depok ini awal berdiri memisahkan diri dari Bogor mencanangkan diri sebagai Kota Pendidikan. Cuma di sisi lain masih banyak anak-anak usia sekolah putus sekolah (hanya sampai SD dan SMP) sampai 600 anak per kelurahan. Itu dari data BPS (Badan Pusat Statistik)," ujar Nurrohim.

Awalnya Nurrohim dibantu rekan-rekannya untuk mencari dan mengumpulkan anak-anak kaum marjinal. Upayanya mendirikan Sekolah Master sampai sekarang berbuah manis.

Semakin dikenalnya nama Sekolah Master, kini mereka yng kurang mampu banyak yang sadar akan pendidikan dan mereka lah yang sekarang datang untuk mendaftarkan diri sendiri.

"Enggak ada syarat pendaftaran. Yang punya berkas-berkas kita terima, yang enggak punya juga kita terima," ujar Nurrohim.

Lalu seperti apa sistem belajar di sekolah yang kini sudah memiliki total siswa (TK-SMA) 2000 anak ini?

Kurikulum KBK

Sekolah Master masih menerapkan kurikulum KBK (Kurikulum Berbasi Kompetensi) yang menuntut siswa aktif mengembangkan keterampilan dalam menerapkan teknologi.

Di Sekolah Master sendiri ada lab komputer juga sedang mencoba UAS berbasis online, namun baru diterapkan pada siswa kelas 3 SMA dan baru pada mata pelajaran geografi saja.

Siswa kelas 3 SMA Sekolah Master sedang login untuk melaksanakan UAS Online pertama mereka.KOMPAS.com/Tia Astuti Siswa kelas 3 SMA Sekolah Master sedang login untuk melaksanakan UAS Online pertama mereka.

Sekolah Master berusaha membantu anak-anak marjinal untuk mengoptimalkan bakat yang mereka punya.

Dalam hal pengembangan bakat mereka menerapkaan praktik juga kepada siswanya, seperti pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas 3 SMA dilatih dengan praktik story telling. 

Buku-buku yang mereka pakai untuk belajar merupakan buku-buku hasil donasi dari mitra-mitra Sekolah Master. Mulai dari swasta sampai pemerintah.

Baca juga: Pasca-pembongkaran, Sekolah Master Kekurangan Ruang Kelas

Selain berupa buku, donasi juga ada yang berupa uang. Beberapa donasi uang itu disisihkan untuk membayar guru-guru inti. Untuk guru-guru sukarelawan (volunteer mahasiswa) tidak dibayar.

Sekolah Master juga bekerja sama dengan BEM UI agar siswa Sekolah Master bisa bimbinga belajar (bimbel) di sana bersama Mahasiswa UI. Materi yang UI berikan meliputi persiapan untuk UN dan tes masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Menerbangkan Siswa ke Luar Negeri dengan Beasiswa

Sejak 2009 Sekolah ini sudah menerbangkan 200 anak untuk melanjutkan kuliah ke Luar Negeri lewat beasiswa.

Mulanya Sekolah Master memilih anak yang bisa menjadi kader untuk didaftarkan beasiswa. Setelah sudah mendaftar beasiswa dan sudah mengurus paspor, mereka yang terpilih di karantina terlebih dahulu di pondok pesantren milik Master untuk belajar bahasa arab.

Siswa Sekolah Master Selama di karantina di pondok pesantren diwajibkan fokus sehingga tidak ada komunikasi dari luar via handphone.

Baca juga: Siswa 11 Tahun dari Sekolah Master Jadi Tulang Punggung Keluarga

Selain membantu memberangkatkan siswa asli Sekolah Master, Lembaga master ini juga memberangkatkan anak dari mitra binaan untuk mendapat beasiswa ke Luar Negeri.

Salah satunya Wasrul, yang datang dari Makassar dan akan berangkat ke Sudan untuk kuliah di UIA (Universitas Internasional Afrika).

Pada 2019 ini sudah ada enam anak yang mendapatkan beasiswa.

Beasiswa keberangkatan diberikan oleh Lembaga Master dari mitra-mitranya Master, sementara biaya kuliah digratiskan oleh pihak kampus yang dituju.

Jam Operasional

Sekolah Master ini buka dari 7.30-24.00. Untuk kelas 1-3 melaksanakan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dari pukul 7.30-11.00; kelas 4-6 dari pukul 7.30-12.00; serta SMP dan SMA dari pukul 12.00-17.00.

Selain kelas dilaksanakan pada saat matahari masih muncul, program kelas malam juga ada di sini. Kelas malam diperuntukkan bagi siswa yang siangnya bekerja dan biasanya umur mereka sudah lewat dari batas usia sekolah.

Beberapa di antara anak yang memilih program kelas malam adalah anak berkebutuhan khusus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com