Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghitung Pajak Progresif Ternyata Tidak Sulit, Ini Caranya

Kompas.com - 20/12/2019, 14:31 WIB
Tia Astuti,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kendaraan bermotor dengan kesamaan nama pemilik dan tempat tinggal pemilik pada STNK dan BPKB-nya akan dikenakan pajak progresif.

Selain itu, pajak progresif juga akan dikenakan kepada kendaraan dengan nama pemilik yang berbeda tetapi kedua (atau lebih) dari pemilik kendaraan ini berada dalam satu KK (kartu keluarga.

Biaya yang harus dibayar pemilik kendaraan berpajak progresif akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah kendaraan yang dimiliki. Biaya pajak kendaraan ke-1 akan berbeda dengan biaya pajak kendaraan ke-2, ke-3, dan seterusnya.

Pengenaan pajak progresif ini memiliki dasar yang mengacu pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 6 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Baca juga: Cara Bayar Pajak Kendaraan secara Online

Undang-Undang ini menyebutkan bahwa pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kepemilikan kendaraan roda kurang dari empat; kepemilikan kendaraan roda empat; dan kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat

Besaran pajak untuk kendaraan pertama minimal 1 persen dan maksimal 2 persen. Sementara untuk kendaraan kedua, ketiga, dan seterusnya akan dikenakan biaya minimal 2 persen dan maksimal 10 persen.

Aturan ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 6.

Namun, besaran biaya pajak progresif tiap daerah berbeda-beda. Untuk wilayah DKI Jakarta sudah diatur dalam Perda DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2015 dengan isi sebagai berikut:

- Kendaraan pertama 2 persen.

- Kendaraan kedua 2,5 persen.

- Kendaraan ketiga 3 persen.

- Kendaraan keempat 3,5 persen.

- Kendaraan kelima 4 persen.

- Kendaraan keenam 4,5 persen.

- Kendaraan ketujuh 5 persen.

- Kendaraan kedelapan 5,5 persen.

- Kendaraan kesembilan 6 persen.

- Kendaraan kesepuluh 6,5 persen.

- Kendaraan kesebelas 7 persen.

- Kendaraan keduabelas 7,5 persen.

- Kendaraan ketigabelas 8 persen.

- Kendaraan keempatbelas 8,5 persen.

- Kendaraan Kelimabelas 9 persen.

- Kendaraan Keenambelas 9,5 persen.

- Kendaraan Ketujuhbelas 10 persen.

Sebelum menghitung pajak progresif, ketahui dulu dua unsur yang memengaruhi pajak progresif:

1. Efek negatif dari pemakaian kendaraan sebagai refleksi tingkat kerusakan jalan.

2. Nilai jual kendaraan bermotor (NKJB).

NKJB ini bukan berasal dari nilai pasaran umum. NKJB ini sudah ditetapkan oleh Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) yang didapat dari agen pemegang merek.

Sebelum dapat menghitung pajak progresif, ketahui dulu NKJB dengan rumus (PKB/2) x 100. PKB (pajak kendaraan bermotor) dapat ditemui di bagian belakang STNK.

Baca juga: Keringanan Bayar Denda Pajak Kendaraan Segera Berakhir

Setelah mengetahui hasil NKJB, selanjutnya tentukan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) yang sudah tertera di STNK.

Tiap kendaraan memiliki SWDKLLJ yang berbeda-beda. Untuk motor yang mesinnya berkapasitas 50 cc-250 cc dikenakan SWDKLLJ sebesar Rp 35.000. Sedangkan pada sedan, jip, dan jenis mobil pribadi lainnya biasanya dikenakan SWDKLLJ sebesar Rp 143.000.

Namun, agar lebih akurat tetap cek STNK kendaraan masing-masing untuk mengetahaui SKWDLLJ yang dikenai pada kendaraan.

Cara Menghitung Pajak Progresif

Menurut contoh perhitungan pajak progresif dari indonesia.go.id, misal Anda memiliki empat mobil dengan merek yang sama dan dibeli di tahun yang sama, lalu pada STNK tertulis PKB mobil sebesar Rp 1.500.000 dan SWDKLLJ sebesar Rp 150.000.

Untuk menghitung pajak progresif ke-4 mobil itu, maka tentukan besar NKJB terlebih dulu:

Rumus NKJB: (PKB/2) x 100 = (1.500.000/2) x 100 =75.000.000

Pajak progresif mobil pertama

* PKB x persentase kendaraan pertama = 75.000.000 x 2% = 1.500.000

* Pajak Progresif = PKB kendaraan pertama + SWDKLLJ = 1.500.000 + 150.000 = Rp 1.650.000

Pajak progresif mobil kedua

* PKB x persentase kendaraan kedua = 75.000.000 x 2,5% = 1.875.000

* Pajak Progresif = PKB kendaraan kedua + SWDKLLJ = 1.875.000 + 150.000 = Rp2.025.000

dan penghitungan yang sama juga diterapkan kepada kendaraan ketiga dan keempat, hanya saja persentase kendaraannya diganti sesuai yang sudah diatur pada perda.

Bagaimana agar tidak terkena pajak progresif setelah menjual kendaraan?

Blokir lah STNK setelah menjual kendaraan kepada orang lain atau pemilik baru kendaraan itu. Tujuan dari mencabut STNK ini agar si pemilik lama tidak terkena pajak progresif karena kendaraan lamanya masih atas nama pemilik lama.

Baca juga: Jelang Tutup Tahun, BPRD Jakpus Klaim Sudah Penuhi 97 Persen Target Pajak Kendaraan

Bagaimana cara mencabut STNK?

1. Sediakan pernyataan penjualan kendaraan bermeterai Rp 6.000 dan melampirkan fotokopi STNK dan KTP.

2. Datangi kantor samsat terdekat untuk menyerahkan surat pernyataan penjualan dan kelengkapan berkas lainnya agar petugas segera melakukan pemblokiran dan pemilik berikutnya wajib segera membalik nama.

3. Bila tak ada fotokopi STNK, yang terpenting menyertakan nomor polisi dan jenis kendaraan, disertakan juga KTP yang sesuai dengan STNK dan surat pernyataan.

4. Lama tidaknya proses pemblokiran STNK tergantung dari kelengkapan dokumen yang dibawa pemohon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com