Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zaman Berganti, Peminat Terompet Karton Tidak Seramai Dulu

Kompas.com - 27/12/2019, 21:15 WIB
Bonfilio Mahendra Wahanaputra Ladjar,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Cuaca mendung dan langit menghitam sejak siang sudah menyelimuti kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat (27/12/2019).

Hilir mudik berbagai kendaraan di jalan raya menambah gelap langit sore itu karena kepulan asap.

Sementara itu penjual terompet karton tampak menggelar lapak dagangannya, menyambut malam pergantian tahun 2019 ke 2020 yang tinggal empat hari lagi.

Lantur (55), misalnya, ia membuka lapak dengan ukuran 2x3 meter untuk berjualan terompet karton di dekat trotoar.

Baca juga: Jelang Tahun Baru, Penjualan Terompet Lesu, Omzet Turun 75 Persen

Tangan terampilnya yang penuh dengan lem sibuk merekatkan karton putih dengan hiasan berwarna emas dan dibentuk kerucut untuk menjadi sebuah terompet.

Sore nan gelap tidak menyurutkan semagat pria yang mengaku sudah berjualan terompet sejak 1987.

"Saya ikut orangtua dagang terompet sejak kecil, sejak dari almarhum bapak tahun 1980-an saya sudah ikut jualan. Kalau buat terompet sendiri, buka lapak gitu sudah sejak tahun 1987," ujar Lantur saat ditemui Kompas.com.

Lantur sesekali berusaha menggulung lengan baju koko putihnya yang agak kebesaran agar tidak terkena lem kertas saat membuat terompet.

Perlahan dia membuka cerita masa mudanya, sewaktu merintis usaha berjualan terompet di kawasan Kota Tua.

"Dari tahun 1987 sudah jualan di sini saya. Kalau dulu (Kota Tua) belum seramai sekarang, dulu masih sepi, lampu jalan masih kuning kondisinya kan belum lama ini diganti," tutur Lantur mengawali kisahnya.

Baca juga: Berkah Perajin Terompet Jelang Pergantian Tahun

Lantur mengaku, zaman semakin berganti. Menjual terompet kertas atau karton kian sulit laris seiring kehadiran terompet modern berbahan plastik.

"Dulu ramai pembeli, tidak seperti sekarang," ucap Lantur.

"Semakin ke sini, semakin sepi peminatnya," imbuhnya.

Lantur bukan tanpa inovasi untuk mengimbangi perubahan zaman. Berbagai kreasi terompet karton ia ciptakan, bahkan dijual lengkap dengan topi sebagai pemanis pesta pergantian tahun.

"Di sini terompet tiup asli buatan sendiri, bisa dilihat dari lem, kertas karton. Ada yang Rp 3.000, Rp 5.000, kalau model tiup samping ada Rp 7.000, ada yang Rp 5.000. Dalam pembuatan sih sehari bisa 100 terompet, tapi saya juga dagang ada topi kan jadi sepaket," ujar dia.

Terompet dagangan Lantur dipajang di rangka bambu yang disusun meninggi. Terompet tersebut dikaitkan dengan tali rafia agar tidak mudah tertiup angin. Kantong plastik pun sudah disediakan guna mengantisipasi datangnya hujan.

Sambil menghisap rokok kreteknya Lantur berpikir dan bergumam, mengapa kini dagangannya tidak selaris dulu.

Meski begitu, Lantur mengaku terus bersyukur atas rezeki yang diterima.

"Semakin ke sini semakin berkurang, tapi saya harus tetap semangat untuk berdagang, gitu. Jangan sampai hilang tradisi terompet kertas dan jualan ini," ucap Lantur.

"Tapi ya... namanya rezeki, Yang di Atas yang mengatur," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Dishub DKI Jakarta Janji Tindak Juru Parkir Liar di Minimarket

Megapolitan
Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper, Korban Diduga Tak Tahu Pelaku Memiliki Istri

Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper, Korban Diduga Tak Tahu Pelaku Memiliki Istri

Megapolitan
Tangkap Aktor Rio Reifan, Polisi Sita 1,17 Gram Sabu dan 12 Butir Psikotropika

Tangkap Aktor Rio Reifan, Polisi Sita 1,17 Gram Sabu dan 12 Butir Psikotropika

Megapolitan
Polisi Usut Indentitas Mayat Laki-laki Tanpa Busana di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Polisi Usut Indentitas Mayat Laki-laki Tanpa Busana di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Megapolitan
Sebelum Dibunuh Arif, RM Sempat Izin ke Atasan untuk Jenguk Kakaknya di RS

Sebelum Dibunuh Arif, RM Sempat Izin ke Atasan untuk Jenguk Kakaknya di RS

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Jenazah Pemulung di Lenteng Agung Segera Dibawa ke Kampung Halaman

Keluarga Tolak Otopsi, Jenazah Pemulung di Lenteng Agung Segera Dibawa ke Kampung Halaman

Megapolitan
Mayat Laki-laki Tanpa Busana Mengambang di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Mayat Laki-laki Tanpa Busana Mengambang di Kanal Banjir Barat Tanah Abang

Megapolitan
Perempuan Dalam Koper Bawa Rp 43 Juta, Hendak Disetor ke Rekening Perusahaan

Perempuan Dalam Koper Bawa Rp 43 Juta, Hendak Disetor ke Rekening Perusahaan

Megapolitan
Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Megapolitan
Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com