Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Pemenang Sayembara Revitalisasi Monas, Bikin Desain tetapi Tak Dilibatkan Saat Eksekusi

Kompas.com - 06/02/2020, 06:53 WIB
Nursita Sari,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revitalisasi kawasan Monas, Jakarta Pusat, sedang menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.

Revitalisasi yang dikerjakan Pemprov DKI Jakarta ini dikritik karena adanya penebangan pohon demi proyek tersebut.

Pemprov DKI menebang 191 pohon dan memindahkan 85 pohon demi revitalisasi sisi selatan Monas. Pemprov DKI berjanji mengganti 191 pohon yang ditebang sebanyak tiga kali lipat.

Tak hanya itu, revitalisasi Monas juga menjadi sorotan karena proyek tersebut dikerjakan tanpa mengantongi izin Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.

Baca juga: Desain Revitalisasi Monas, Lenggang Jakarta Akan Dipindahkan ke Bawah Tanah

Komisi Pengarah terdiri dari beberapa instansi yang diketuai Menteri Sekretaris Negara.

Ketentuan soal izin kepada Komisi Pengarah itu diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta.

Kementerian Sekretariat Negara meminta proyek itu dihentikan sementara. Pemprov DKI mematuhinya dan mengajukan izin ke Komisi Pengarah.

Proyek itu dihentikan sementara sampai ada izin dari Komisi Pengarah.

 

Lalu, bagaimana awal mula proyek revitalisasi berlangsung?

Revitalisasi Monas dimulai dengan adanya sayembara desain pada 2018. Sayembara itu diikuti sejumlah arsitek. Pemenang sayembara diumumkan pada 2019.

Sayembara itu dimenangkan oleh arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Deddy Wahjudi.

 

Bagaimana konsep desain yang dibuat Deddy?

Deddy dan timnya menamakan desain yang mereka buat dengan nama "Labuan Nusantara".

Dalam wawancara khusus bersama Kompas.com pada Rabu (5/2/2020), Deddy menyebutkan tiga filosofi dalam desain tersebut, yakni monumentalitas yang baru, spirit dari konservasi, dan kesederhanaan dalam merespons alam.

Baca juga: Revitalisasi Monas Tak Harus Tebang Pohon, Ini Penjelasan Arsitek Pemenang Sayembara

Deddy banyak menjelaskan soal filosofi yang kedua, yaitu spirit dari konservasi. Filosofi ini tidak dijalankan Pemprov DKI Jakarta saat mengeksekusi revitalisasi sisi selatan Monas.

 

Apa sebenarnya maksud spirit dari konservasi?

Deddy berujar, spirit dari konservasi salah satunya terkait konservasi pohon di area revitalisasi.

Keberadaan pohon di lokasi proyek, tak hanya revitalisasi Monas, menjadi hal yang kerap ditemukan Deddy saat membuat desain.

Keberadaan pohon-pohon itu, kata Deddy, harusnya dikonservasi. Begitu pun di lokasi proyek revitalisasi Monas.

Dalam desain yang dibuat Deddy, pohon-pohon di sisi selatan Monas tetap dipertahankan. Dia mengusulkan, pohon-pohon tersebut dikonservasi di antara plaza yang dibangun.

"Kalau mau buat plaza, ketika pohon itu ada, ada kebutuhan perkerasan, buat saja perkerasan di bawah pohon-pohon itu, pohonnya masih dipertahankan, buat planter box, buat area bernafas untuk pohon itu," kata Deddy.

Menurut Deddy, pemerintah bisa tetap menggelar upacara di plaza yang dibangun tersebut, tanpa harus menebang ratusan pohon.

Plaza itu juga bisa digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat.

Jika pohon-pohon terpaksa harus "dihilangkan" dari proyek revitalisasi Monas, pilihannnya adalah memindahkan pohon-pohon itu ke area lain yang berdekatan dengan area revitalisasi.

Deddy tidak mengusulkan penebangan pohon tanpa dipindahkan.

"Diangkat, konservasi, pindahkan ke area lain. Kalau memang terpaksa harus diangkat pohon yang ada di plaza selatan, dipindahkan ke area yang paling dekat, yaitu di IRTI yang akan dihilangkan," ujarnya.

Arsitek pemenang sayembara desain kawasan Monas Deddy Wahjudi saat wawancara bersama Kompas.com di kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2020).KOMPAS.com/NURSITA SARI Arsitek pemenang sayembara desain kawasan Monas Deddy Wahjudi saat wawancara bersama Kompas.com di kawasan Kapten Tendean, Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2020).

Bagaimana harusnya spirit dari konservasi dijalankan?

Dalam desain yang disusun Deddy dan timnya, bangunan dalam revitalisasi Monas dibangun di area perkerasan, seperti area yang dibeton atau dipasangi paving block.

Area perkerasan di Monas diketahui berdasarkan masterplan Monas sejak awal dan kondisi terkini kawasan tersebut.

"Kami mencari tempat-tempat yang memang sudah ada perkerasan atau di masterplan-nya ada daerah yang terbuka untuk fungsi tertentu. Kalau kami melihat foto satelitnya di situ terbuka, kami taruh di situ, di area perkerasan, bukan di area hijau," ucap Deddy.

Salah satu contohnya adalah pemindahan area kuliner Lenggang Jakarta.

Deddy berujar, Lenggang Jakarta di sisi selatan Monas menurut rencana akan dipindahkan ke sisi timur, dekat Stasiun Gambir.

Dalam desain Deddy, Lenggang Jakarta yang baru nantinya akan dibangun di area perkerasan.

"Lenggang Jakarta itu bukan kami tempatkan di area hijau, kami angkat pohonnya, kemudian kami taruh fungsinya. Bukan begitu. Kami cari tempat yang sudah ada perkerasan," ujar Deddy.

Baca juga: Ditanya Keberadaan Pohon Monas yang Ditebang, Sekda DKI: Saya Mana Tahu

Lenggang Jakarta rencananya akan dibuat sebagian di bawah tanah. Bagian yang muncul di permukaan tanah setinggi maksimal 1,5 meter.

Alasannya, berdasarkan panduan cagar budaya kawasan Monas, bangunan selain Tugu Monas dan ruang terbuka hijau (RTH) tidak boleh dominan.

Tinggi maksimal bangunan lain di kawasan Monas maksimal 1,5 meter.

"Misal ketinggiannya 4 meter, yang keluar (permukaan tanah) hanya 1,2-1,5 meter, sisanya 2,5 meter (di bawah tanah). Kalau di dalam tanah, harapan kami masih ada pengudaraan yang baik, tidak gelap," kata Deddy.

"Desainnya kami miringkan, sehingga meskipun di dalam tanah, seolah-olah itu masih bagian dari lantai dasarnya, jadi ada sirkulasi udara yang masih baik," lanjut dia.

Rencana pemindahan Lenggang Jakarta sekaligus menjalankan filosofi ketiga, yakni kesederhanaan dalam merespons alam, yang berarti tidak ada bangunan dominan selain Tugu Monas dan RTH.

 

Mengapa realisasi proyek itu tak sesuai desain Deddy?

Hal itu terjadi karena Deddy dan timnya tidak dilibatkan dalam pengembangan desain.

Deddy berujar, konsep desain hasil sayembara memang tidak bisa langsung dieksekusi. Pemilik proyek biasanya mengembangkan desain karya pemenang sayembara.

Sayangnya, Deddy dan timnya tidak dilibatkan dalam pengembangan desain tersebut. Karena itu, Deddy tidak bisa mempertahankan konsep dan filosofi desain yang dia buat.

"Memang ada tahapan pengembangan desain, pengawasan, dan sebagainya. Sayangnya kami tidak berada di sana untuk bisa memberi masukan yang baik, yang tepat," tuturnya.

Baca juga: Sekda DKI: Kami Puluhan Tahun Kelola Monas, Mau Percantik kok Rumit

Berkaca dari revitalisasi sisi selatan Monas, Deddy berharap dilibatkan dalam proses revitalisasi kawasan Monas selanjutnya.

Tujuannya agar Deddy dan timnya bisa mempertahankan konsep desain mereka saat Pemprov DKI mengembangkan desain revitalisasi Monas.

"Harapannya, kami bisa terlibat di dalam pengembangan (desain) itu sehingga konsep-konsep dan filosofi awal yang kami perjuangkan itu bisa terus di-maintain," ucap Deddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com