Dalam menghadapi masa kedaruratan semacam yang tengah kita hadapi bersama ini, walau dalam format yang berbeda, ada sebuah model yang pernah dikaji ulang dan sukses.
Pada dasarnya model dari mekanisme ini ditangani dengan konsep pengendalian yang tunggal dan tegas. Ketika itu terlihat jelas tentang tiga tahapan yang harus dapat bergulir dengan cepat dan lancar.
Pertama tentu saja diperlukan pusat pengendalian krisis yang akan menampung masukan dari berbagai pihak dan merumuskannya dalam format saran tindakan.
Kedua adalah ruang operasi yang merumuskan dan mengeluarkan perintah tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan.
Ketiga adalah pelaksana lapangan yang harus mengawasi dan menindak tegas pelaksanaan perintah yang telah dikeluarkan.
Kelihatannya sederhana, akan tetapi dalam praktik operasionalnya tidak mudah dilakukan.
Di sinilah pentingnya sebuah Renkon yang harus memuat dengan jelas tegas dan detail sampai tentang siapa harus melakukan apa.
Pusat krisis harus diketuai oleh seorang yang berwibawa dan beranggotakan para personel yang kompeten di bidangnya masing-masing sesuai dengan antisipasi keadaan kedaruratan yang dihadapi.
Dalam pusat krisis ini diolah segala informasi dan analisis para ahli untuk dirumuskan dalam sebuah “saran tindakan”.
Pusat krisis juga berperan sebagai “pos komando 24 jam” tempat menerima masukan dari masyarakat luas baik disaat awal maupun dalam proses pelaksanaan di lapangan.
Keseluruhan informasi dan data yang diterima termasuk masukan dari masyarakat diolah terus menerus 24 jam mengikuti dinamika yang terjadi untuk secara berkala dirumuskan kembali menjadi “saran tindakan” susulan.
Saran tindakan inilah yang digulirkan ke ruang operasi.
Ruang operasi akan menggodok semua saran tindakan yang diterima dan merumuskannya dalam sebuah instruksi atau perintah operasi berlandas pada skala prioritas. Perintah operasi ini kemudian yang dikeluarkan kepada pelaksana lapangan untuk dieksekusi.
Para pelaksana lapangan akan menindaklanjuti semua perintah yang dikeluarkan termasuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
Pada tahap pelaksana lapangan inilah diperlukan jaring komando dan pengendalian yang rigid sifatnya.