Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Sarankan PSBB Diganti dengan Karantina Wilayah Jabodetabek

Kompas.com - 22/04/2020, 17:23 WIB
Cynthia Lova,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan jadwal, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta berakhir pada Kamis (23/4/2020) besok.

Meski demikian, kebijakan PSBB tersebut dinilai belum efektif mengurangi angka penyebaran Covid-19.

Hingga Selasa (21/4/2020) kemarin, jumlah pasien positif Covid-19 bertambah 167 kasus menjadi 3.279 orang.

Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter indonesia (IDI), Adib Khumaidi menyarankan untuk menerapkan karantina wilayah serentak dibanding perpanjangan penerapan PSBB di Jakarta.

Baca juga: 11 Dokter Terinfeksi Covid-19 di Kota Bekasi

Menurut dia, penerapan PSBB di DKI Jakarta selama 14 hari belum mampu mengurangi pergerakan masyarakat.

Faktanya selama PSBB, masih banyak warga dari daerah lain yang berpergian atau beraktifitas ke Jakarta.

“Sehingga pada saat ini dinyatakan diperpanjang (PSBB) kita perlu lihat kepentingan PSBB untuk putuskan mata rantai. Sehingga kalau dilihat kurang efektif kita bisa tegas lagi dengan penerapan karantina wilayah,” ujar Adib saat dihubungi Kompas.com, Rabu(22/4/2020).

Karantina wilayah yang dimaksudkan Adib ialah mengurangi pergerakan warga antar kota yang saling berkaitan.

Baca juga: Cerita Penyintas Covid-19, Termotivasi Semangat Para Tenaga Medis...

Jika karantina wilayah diterapkan, maka Jabodetabek harus serentak menerapkan hal tersebut.

“Jadi karantina wilayah itu serentak dalam wilayah tersebut, tidak hanya dari satu kota tapi serentak Jabodetabek. Jadi kita lihat keefektifannya dalam satu wilayah Jabodetabek untuk kurangi pergerakan masyarakatnya,” kata dia.

Sebelum memutuskan langkah selanjutnya, Adib mengusulkan Pemprov DKI mengevaluasi kasus Covid-19 yang belakangan muncul.

Dia meminta Pemprov memetakan wilayah mana saja yang selama PSBB masih menunjukkan kasus Covid-19 yang tinggi.

“Nah kami dari tim profesi menyarankan agar bisa dievaluasi salah satu indikator tadi itu angka kasus ODP PDP pada jangka waktu dua minggu ini turun atau naik. Sehingga keliatan wilayah mana yang belum efektif penerapan PSBB dan lakukan kebijakan lebih ketat di wilayah itu,” kata dia.

Baca juga: Pemprov DKI: Masih Ada 20 Masjid yang Gelar Shalat Jumat Saat PSBB

Untuk menerapkan perpanjangan PSBB atau karantina wilayah, ia menyarankan Pemerintah tetap memikirkan segala dampak yang terjadi di tengah masyarakat.

Seperti dampak sosial, ekonomi, hingga budaya.

“Jadi pada saat memutuskan pernyataan PSBB kita bisa evaluasi juga dampak yang kemudian terjadi pada insiden kemarin. Dampak ekonomi sosial, budaya, ini yang harus diperhitungkan juga. Tapi bukan berarti tidak dipersiapkan untuk proses itu. Artinya itu yang harus kita siapkan,” tutur dia.

PSBB di DKI Jakarta berlaku sejak 10 April 2020 untuk 14 hari atau sampai 23 April dan bisa diperpanjang.

PSBB diterapkan dengan tujuan membatasi aktivitas masyarakat agar persebaran virus Corona dapat terkontrol.

Selama PSBB warga diminta untuk beribadah, bekerja, dan belajar di rumah.

Mereka hanya diperkenankan keluar rumah ketika membeli kebutuhan pokok atau bekerja di 11 sektor yang masih diperbolehkan beroperasi.

Transportasi umum juga dibatasi hanya beroperasi dari pukul 06.00-18.00 WIB setiap hari. Warga yang melanggar, bisa terancam pidana satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com