JAKARTA, KOMPAS.com - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Tangerang diperpanjang hingga 28 Juni 2020.
Perpanjangan kali ini dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) di tingkat RW zona merah.
Setidaknya masih ada 22 RW dari total 1.014 RW di Tangerang yang masih tinggi tingkat persebaran virus corona.
Berita soal zona merah di Kota Tangerang ini menjadi berita terpopuler di Megapolitan Kompas.com pada Senin (15/6/2020).
Kawasan Rukun Warga (RW) zona merah di Kota Tangerang semakin berkurang.
Asisten Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Tangerang, Ivan Yudhianto mengatakan ada 3 RW yang keluar dari zona merah dan satu RW masuk sehingga total menjadi 22 RW, dari yang sebelumnya berjumlah 24 RW.
"Berdasarkan data terakhir ada 22 RW yang akan menerapkan PSBL RW. Kemarin ada 24 RW," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (15/6/2020).
Baca juga: Update 15 Juni: Tak Ada Penambahan Kasus Covid-19 di Kota Tangerang, Pasien Sembuh Bertambah 14
Jumlah RW di Kota Tangerang sendiri tercatat sebanyak 1.014 RW dengan zona kuning sebanyak 62 RW dan sisanya sebanyak 930 RW dinyatakan sudah berstatus zona hijau.
Sementara itu, RW yang masuk zona merah harus menerapkan pembatasan sosial berskala lokal (PSBL).
Setiap warga yang berada di RW zona merah harus meminta izin keluar masuk ke Tim Gugus Tugas Covid-19 di tingkat RW.
"Hal ini dilakukan untuk memfokuskan penanganan pencegahan Covid 19 di daerah yang berisiko tinggi," kata Ivan.
Baca selengkapnya daftar 22 RW zona merah di Tangerang di sini.
Seorang anak berusia 16 tahun yang menjadi korban pemerkosaan 7 orang di Pagedangan, Kabupaten Tangerang, sempat merasakan sakit seluruh tubuh sebelum meninggal pada Kamis (11/6/2020).
Bicara korban berubah cadel hingga kesulitan berjalan.
"Pascakejadian itu korban mengalami sakit beberapa waktu seperti lemas, bicara cadel kemudian jalannya pincang-pincang," kata Kapolsek Pagedangan, AKP Efri saat dihubungi, Senin (15/6/2020).
Baca juga: Waspada Efek Samping Pil Eksimer, Bikin Tertidur Berhari-hari hingga Sebabkan Gejala Parkinson
Namun, Efri belum dapat memastikan penyebab rasa sakit yang dialami korban sebelum meninggal. Sebelum diperkosa, korban sempat meminum pil eksimer yang diberikan oleh para pelaku.
"Ya saya belum bisa memastikan (penyebabnya). Itu harus ada ahli yang bisa memeriksa. Yang jelas setelah kejadian dia sakit," ucapnya.
Baca juga: Fakta Pemerkosaan Anak di Tangerang, Bermula Pacaran lewat Medsos hingga Dicekoki Pil Eksimer
Sebelumnya, seorang anak di bawah umur di Pagedangan, Kabupaten Tangerang menjadi korban pemerkosaan oleh tujuh orang pria hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Peristiwa itu bermula ketika korban berkenalan dengan salah satu tersangka bernama Fikri Fadhilah lewat media sosial.
Baca selengkapnya di sini.
Bermaksud melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Gubernur Banten Wahidin Halim justru meminta tiga kepala daerah di Tangerang Raya melaksanakan kebijakan pencegahan penularan Covid-19 tersebut lebih diperketat.
"Tapi, saya ingin PSBB lebih ketat lagi. Pengawasannya lebih ketat lagi dan ada sanksinya. Tingkat kesadaran masyarakat sudah relatif lebih tinggi," ujar Wahidin Halim dalam keterangan tertulis diterima Kompas.com, Senin (15/6/2020).
Wahidin Halim mengaku tidak perlu menambahkan istilah tertentu, seperti PSBB transisi atau lainnya untuk menghindari interpretasi sendiri atau kebingungan di masyarakat.
Baca juga: Belajar Tetap di Rumah Selama PSBB Tangerang, Gubernur Banten: Sekolah Dibuka pada Desember
Pria yang akrab disapa WH ini juga mengatakan, masa edukasi PSBB sudah lewat sehingga perlu pengawasan lebih ketat, terutama untuk mereka yang menyepelekan.
"Sekarang apa pun itu namanya, yang betul adalah kesadaran memakai masker, kesadaran tetap tinggal di rumah, serta membawa alat pribadi mulai tisu, vitamin, dan sebagainya," tutur dia.
Adapun sebelumnya, PSBB di Kota Tangerang kembali diperpanjang selama 14 hari, terhitung Senin (15/6/2020) hingga 28 Juni mendatang.
Baca selengkapnya di sini.
Terdakwa pembunuh anak dan ayah di Lebak Bulus, Jakarta, Aulia Kesuma dan putranya Geovanni Kelvin divonis hukuman mati oleh majelis hakim.
Vonis itu dibacakan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6/2020).
"Menyatakan terdakwa satu Aulia Kesuma dan terdakwa dua Geovanni Kelvin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan terdakwa atas nama Aulia Kesuma dan terdakwa dua atas nama Geovanni Kelvin masing-masing dengan pidana mati," ucap hakim saat membacakan vonis.
Baca juga: Cerita Lengkap Perjalanan Kasus Aulia Kesuma, Bunuh Suami agar Utang Lunas hingga Vonis Hukuman Mati
Majelis hakim menilai dua terdakwa terbukti melakukan pembunuhan berencana dan tergolong sadis serta tidak sesuai dengan hak asasi manusia.
Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Sementara itu, Sigit Hendradi, Jaksa Penuntut Umum mengaku mengapresiasi putusan majelis hakim yang sesuai tuntutan. Selanjutnya, JPU menunggu sikap kedua terdakwa, apakah akan banding atau menerima putusan.
"Kita tunggu dulu sikap dari mereka, (pihak kuasa hukum). Kalau mereka minta banding saya juga minta banding," kata dia saat dihubungi.
Sebelumnya, Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin dituntut hukuman mati oleh JPU, Kamis (4/6/2020).
Keduanya, menurut Jaksa, terbukti membunuh Edi Chandra Purnama alias Pupung Sadili (54) dan putranya, Muhammad Adi Pradana alias Dana (23).
Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.