Sebut saja satu anggota komunitas yang diceritakan Mi'ing yang kini sudah menjadi pengusaha sepatu lokal di Kota Tangerang.
Belum lagi pentas seni berupa tari dan permainan biola yang tampil dalam Pekan Raya Indonesia 2017 silam.
Mi'ing mengatakan ada lima program tahun ini yang tertunda akibat Covid-19. Misalnya, program pendidikan gratis untuk jenjang PAUD, program anak asuh yang kini duduk di kelas 2 SMA.
Ada juga kegiatan internasional yang diikuti sembilan negara yaitu Expedition Camp II, hingga pelatihan keterampilan untuk pemuda seperti sablon dan kerajinan kayu.
"Juga sebagai pusat kegiatan kepemudaan dalam bidang Seni Budaya dan Industri Kreatif," tutur dia.
Semanggi Foundation diambil bukan dari nama jalan ataupun nama tanaman. Semanggi diambil dari gabungan kata semagat berbagi.
Itulah sebabnya Mi'ing menolak apabila dikatakan Semanggi Foundation hanya berisi orang-orang tak mampu dari segi materi untuk belajar di sini.
Justru, lanjut Mi'ing, Semanggi Foundation lahir untuk mempertemukan siapa yang ingin memberi dan siapa yang butuh diberi.
"Kami menemukan mereka, mereka saling berbagi, baik itu berbagi dari hal materi atau dari sisi pengetahuan," kata dia.
Mereka yang ingin belajar bisa bertemu mereka yang ingin mengajar.
Mereka yang ingin berbagi, hadir untuk mereka yang kurang mampu. Uniknya, kata Mi'ing, tak sepeserpun materi yang didapat untuk menjalankan Semanggi Center berasal dari APBD.
Hingga dia heran, alasan Pemkot Tangerang menutup tempat itu. Padahal, selama ini komunitas Semanggi Foundation bekerja mandiri, meringnankan kerja pemerintah.
"Apa mungkin karena saya enggak pernah buat proposal ke Pemkot? Apa karena saya enggak pernah marah-marah," tutur dia.
Turunnya surat tersebut membuat anggota komunitas yang sudah berbadan hukum sejak 28 Maret 2012 ini melawan.
Mi'ing awalnya melayangkan surat balasan ke Pemerintah Kota Tangerang mempertanyakan urgensi pengosongan lahan yang kini menjadi base camp Semanggi Center.