Selama rentang 3 bulan SPM melecehkan anak Anda, apakah ia juga mengirimkan pesan WhatsApp tak senonoh, semacam pelecehan secara virtual?
Mas. Bukan kata-kata saja, tapi juga mengirimkan gambar yang tidak senonoh., mulai dari stiker dan foto yang tidak bagus, pokoknya tidak pantas lah anak-anak usia segitu melihat gambar yang seperti itu, dengan kata-kata di chat seperti itu.
Gambar-gambar porno di grup itu banyak. Sayang, gambarnya sudah saya hapus, karena sudah saya berikan ke Komnas HAM.
Itu di grup WhatsApp. Jadi, mereka selalu berkomunikasi melalui grup WhatsApp dan tidak pernah melalui japri, karena dia (SPM) tidak mau kata-katanya ketahuan melalui japri.
Itu di grup yang bertiga (tim informasi) tadi dan grup misdinar. Itu gila tuh. Orang Komnas HAM saja kaget melihat itu. Kayak ada gambar “burung” (alat kelamin pria), perempuan dadanya kelihatan semua, gawat deh.
Barangkali itu alasan SPM mengancam anak-anak agar tak menunjukkan isi grup WhatsApp kepada orangtua mereka?
Iya. Dan sudah begitu, anak-anaknya nurut. Jadi, anak-anaknya ini seperti sudah dicuci otaknya karena ada teror tadi itu.
Gilanya lagi, ada orangtua misdinar juga yang otaknya sepertinya juga tampak ikut tercuci, jadi menganggap dia baik atau apa lah. Kasihan. Saya kenal salah satunya (orangtua korban), kasihan sekali orang tuanya. Akhirnya dia menyadari.
Bahkan, waktu tertangkap pun, saya bertemu dengan dia (orangtua korban), dia masih menganggap (SPM) baik. Baru beberapa hari kemudian, “ini enggak benar ini orang”.
Coba itu, sampai ada orang tua yang ideologinya sampai ...
Memangnya bagaimana pencitraan SPM dan reputasinya selama ini?
Pelaku ini kan memang sopan. Kemudian, dia banyak mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja dan hampir seluruh kegiatan di gereja dia ikut.
Ternyata, dia mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja itu, menurut kesimpulan saya sekarang, untuk memantau apakah ada anggota misdinar yang ikut kegiatan lain di luar misdinar. Untuk monitoring.
Makanya. Kok orangtua ini, mungkin ada yang tahu tapi diam, soal perubahan anaknya atau bagaimana. Soalnya, sesudah saya melaporkan, ini baru pada speak-up (ikut buka mulut).
Ini pelaku benar-benar bahaya. Bahaya banget.
Anak Anda sempat tercuci otak juga oleh SPM?
Sempat. Saya kan flashback dan bilang ke anak saya, “kamu dulu sebelum pengakuan ini, kamu marah kalau misalkan dijemput oleh Papa di gereja”. Dia sampai nanya ke istri saya, “ memangnya iya, Ma?”
“Iya kamu berubah, kalau mau dilihat grup WhatsApp-nya tidak boleh dan kamu marah-marah”.
Dia baru sadar belakangan ini, perubahan sikap dia terhadap orangtua.
Anak Anda tahu ada korban-korban lain sebelumnya?
Saya tanya ke anak saya, “menurut kamu, adakah korban yang lain?”. Dia sebutlah anak ini, karena anak ini sering juga diajak pelaku, makan, nonton, dan tipe anak ini tipenya pelaku.
Bagaimana kondisi mental anak Anda setelah pengakuannya, hingga hari ini? Bagaimana ia menghadapi pemeriksaan berkali-kali oleh kepolisian?
Yang paling parah waktu itu, lima sampai enam hari setelah pengakuan itu dia nge-drop, takut dan segala macam. Berangsur-angsur, karena juga dari gereja dan uskup berusaha menata kejiwaannya, anak saya berangsur membaik. Sikap gereja terhadap kami sangat baik mulai dari romo paroki kemudian uskup, sangat baik.
Ini proses BAP (berita acara pemeriksaan) beberapa kali ada penambahan, ada pertemuan dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), pada saat itu pasti nge-drop, setelah diminta menceritakan ulang kejadiannya.
Jadi, saya sampai sekarang, istri saya, menjelaskan ke anak saya.
“Hal ini akan terus terjadi sampai selesai di Pengadilan. Kamu harus kuat, sampai saya bilang, kamu belum waktunya untuk melupakan kejadian ini, karena keterangan dari kamu sangat dibutuhkan untuk memberatkan hukuman pelaku. Kalau kamu sampai lemah, kasihan teman-teman kamu yang menjadi korban, nanti pelaku tidak dihukum berat,”.