Walau perdatang hanya mendapat Rp 1.500.000 dan itu pun masih bisa ditawar, Yani tetap bersyukur. Setidaknya pelan-pelan uang mulai masuk guna menjaga dapur agat tetap ngebul.
Yani nampak apatis ketika ditanya soal peran pemerintah dalam membantu seniman sepertinya selama pandemi. Dia mengaku tidak ada perhatian khusus yang dia dapatkan.
Yani dan seniman lainya bak lapisan masyarakat yang luput dari perhatian pemerintah. Padahal pekerjaan ini lah yang termasuk mendapat dampak paling besar selama pandemi Covid-19.
“Lihat saja kalau di televisi – televisi, tidak pernah ada disebut ‘perhatian khusus pada para seniman,” terang dia.
Mungkin pemerintah tak tahu masih banyak seniman yang bernasib lebih parah dari Yani. Tak mendapat bantuan, terlunta-lunta jalani hidup dan mungkin pulang kampung karena tak punya harapan di ibu kota.
Yani dan seniman lain bak dilupakan kaum elit, kurang dapat porsi untuk diperhatikan secara khusus. Padahal pekerjaan seperti Yani ini lah yang harus diperhatikan demi lestarinya adat istiadat dan kesenian daerah di Indonesia.
Namun apa daya, yang bisa dia syukuri dari pemerintah hanyalah mendapat sembako tiap bulannya.
“Ya kami bersyukur masih dapat (sembako) dari RT. Dari RT berarti kan dari pemerintah. Dari kalangan atas sampai bawah juga dapat,” kata Yani.
Dia berharap pandemi ini cepat berlalu walau entah kapan. Doa selalu dia panjatkan agar situasi kembali normal. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk dunia.
“Bahkan saat doa makan saja, saya sisipkan doa supaya Corona ini berakhir. Disetiap doa saya selalu saya sisipkan,” kata dia polos.
Dengan berakhirnya pandemi, niscaya pengahasilan bisa kembali normal dan kebutuhan keluarga pun bisa tercukupi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.