Lama sebelum pendaftaran Idris dan Pradi ke KPU, pakar politik UIN Adi Prayitno telah memperkirakan bahwa kedua petahana itu akan head to head di pilkada.
Menurutnya, meski menarik dari segi duel, namun siapa pun yang menang kelak kemungkinan tak akan membawa banyak perubahan buat Depok.
"Kalau orang merasa lima tahun belakangan ini Depok tidak maju, karena wali kota dan wakilnya sekarang sama-sama maju berarti tidak ada harapan untuk kebaruan dan kemajuan Kota Depok," ujar Adi kepada Kompas.com 28 Juli 2020 silam.
"Karena kan siapapun yang menang adalah mereka yang saat ini tidak memuaskan kinerjanya. Artinya kalau bicara Depok mau maju, susah berharap pada dua calon ini, itu saja," tukasnya.
Baca juga: Pilkada Depok, Pradi-Afifah Resmi Daftar ke KPU sebagai Pasangan Calon
Di samping itu, duel antara petahana ini juga berpeluang akan memobilisasi ASN jelang pemungutan suara pada Desember mendatang.
Jauh-jauh hari, Ketua Bawaslu Kota Depok Luli Barlini mengaku telah meminta Idris maupun Pradi agar tak mempolitisasi ASN, dengan diwajibkan lapor ke Menteri Dalam Negeri seandainya berniat melakukan rotasi, promosi, dan mutasi pegawai.
"Ini harus kami awasi masalah ASN, dalam hal ini 'aparatur susah netral'. Mengenai 'aparatur susah netral' ini yang bagaimana, sebab itu yang paling rawan dipolitisasi karena keduanya petahana," kata Luli kepada wartawan pada 27 Juli 2020.
Di samping menaruh perhatian pada kemungkinan politisasi ASN, Luli berujar bahwa Bawaslu bakal mengawasi pula politisasi bantuan sosial (bansos) jelang Pilkada Depok 2020.
"Yang harus kami awasi selain tahapan pilkada, ada isu strategisnya mengenai politisasi bansos dan kebijakan, karena ada kebijakan dana Covid-19 dan seterusnya," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.