Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/11/2020, 08:42 WIB
Rosiana Haryanti,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, ada potensi peningkatan kasus Covid-19 jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan.

Dia menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum tepat mengeluarkan kebijakan mengenai pelonggaran PSBB.

"Kalau saya ditanya, 'Sudah bolehkah Jakarta melakukan pelonggaran?', jawabnya belum," ucap Dicky kepada Kompas.com, Minggu (15/11/2020).

Baca juga: Kata Epidemiolog soal Pelonggaran Resepsi Saat PSBB di Jakarta

Sebab menurut WHO, indiakator adanya pelonggaran harus dilakukan jika tren kasus Covid-19 menurun selama dua minggu. Jakarta saat ini masih belum memenuhi kriteria pertama.

"Menurun, bukan naik turun. Menurun dengan naik turun itu beda. Jakarta itu naik turun, bukan menurun," tutur Dicky.

Indikator kedua adalah tingkat kasus positif atau positivity rate minimal sebesar 5 persen. Kondisi ini disebut akan lebih baik jika angkanya di bawah 5 persen.

Baca juga: Pemprov DKI Mengklaim Positivity Rate di DKI Turun Sepekan Terakhir

Tetapi jika melihat tren Covid-19 di Jakarta maupun secara nasional, positivity rate masih di atas 5 persen.

Indikator terakhir adalah tidak ada kematian. Ketiga indikator itu, sebut Dicky, belum dipenuhi oleh Jakarta.

"Ini kan dari sisi indikator yang diterapkan secara epidemiologi yang dianut oleh WHO untuk acuan ketika melakukan pelonggaran itu belum terpenuhi. Kan jelas belum terpenuhi, tapi kemudian dilakukan pelonggaran, mbok ya jangan longgar-longgar bangetlah," kata Dicky.

Kendati demikian, apabila mempertimbangkan sisi ekonomi, maka pelonggaran tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah syarat ketat.

Dicky menyebut, apabila Pemprov DKI bersikeras untuk melakukan pelonggaran resepsi pernikahan, maka izin yang diberikan harus berdasarkan acara.

Baca juga: 14 Aturan Resepsi Pernikahan di Jakarta, Dilarang Prasmanan hingga Tamu Tak Naik Panggung Pelaminan

Dia menjelaskan, penyelenggara cara harus mengajukan izin kepada Pemprov atau Satgas setiap akan menyelenggarakan resepsi.

"Jadi tetap tiap event hari ini nikah izin, terus besok ada yang nikah lagi, ya izin lagi,"ujar Dicky.

Tak hanya itu, tamu juga perlu dibatasi. Menurutnya, untuk acara pernikahan tamu dengan jumlah 50-100 orang masih dapat ditangani.

"Tapi kalau ribuan, ya siapa yang bisa? Kecuali memang sudah terbangun suatu watak budaya disiplin yang ketat seperti Korea Selatan dan Jepang, itu berbeda," kata Dicky.

Penyelenggara acara juga masih bisa memastikan keamanan selama resepsi berlangsun. Mereka harus bisa memastika jika tamu memakai masker dan melakukan jaga jarak dengan benar.

Sedangkan untuk pernikahan yang dilangsungkan di dalam gedung, penyelenggara harus memastikan jika kondisi bangunan sesuai untuk pelaksanaan pencegahan penularan Covid-19.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com