Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan Ahok bersalah berdasarkan Pasal 156a KUHP, meski mendapatkan kritik yang tajam dari berbagai lembaga internasional.
Lembaga pegiat hak asasi manusia Amnesty International, misalnya, berpendapat bahwa penahanan terhadap Ahok ini akan menodai reputasi Indonesia yang dikenal sebagai negara toleran.
Faktanya, ratusan massa "pembela Islam" secara konsisten mendatangi PN Jakarta Utara setiap persidangan Ahok digelar untuk berunjuk rasa menuntut dipenjarakannya pria tersebut.
Setelah berhasil "memenjarakan" Ahok, kandidat kuat Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, aksi 212 ini pun berkembang menjadi aksi yang kerap memberikan kritik tajam kepada pemerintah.
Belakangan, alumnus aksi 212 yang terdiri dari anggota FPI, Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPFU), dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta pemerintah untuk menindak tegas berbagai aktivitas pada Pilkada Seretak 2020 yang menimbulkan kerumunan.
Jika hal itu dilakukan, ketiga organisasi tersebut sepakat tidak akan menggelar reuni 212 yang juga berpotensi menimbulkan kerumunan pada masa pandemi Covid-19.
Untuk diketahui, sejumlah peserta aksi 212 secara rutin mengadakan reuni setiap tahunnya untuk memperingati peristiwa besar di tahun 2016, di mana kerumunan massa dengan pakaian serba putih tumpah ruah memadati jalan protokol ibukota.
Acara ini selalu bermuara di lingkaran Monumen Nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.