JAKARTA, KOMPAS.com - Saat Perpres 10/2021 yang ikut mengatur tentang pembukaan investasi minuman keras (miras) diterbitkan, perdebatan pun muncul di masyarakat.
Pasalnya, miras dianggap membahayakan moral bangsa. Nyatanya, miras telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah negeri ini.
Di Batavia (Jakarta lama), pabrik miras berdiri di sekitar aliran Kali Ciliwung.
Yusna Sasanti Dadtun dalam tesisnya di Universitas Gadjah Mada berjudul “Air Api di Mulut Ciliwung: Sistem Produksi dan Perdagangan Minuman Keras di Batavia 1873–1898”, menyebut alasan pendirian pabrik itu di tepian Ciliwung.
Baca juga: Janji Kampanye Anies Jual Saham Perusahaan Bir yang Belum Terealisasi, Mengapa?
“Karena kayu gelondongan yang digunakan sebagai bahan bakar pabrik dialirkan melalui Sungai Ciliwung dan para pemilik pabrik minuman keras mengambil kayu gelondongan tersebut dari sungai,” tulis Yusna, seperti dilansir Historia.id.
Tidak hanya itu, ternyata air Kali Ciliwung juga dimanfaatkan untuk membuat miras oleh sejumlah pabrik, salah satunya pabrik bir Budjana Yasa.
Sebelum kemerdekaan, pabrik ini milik orang Jerman, lalu jatuh ke orang Belanda, kemudian dinasionalisasi jadi perusahaan negara pada 1950-an. Nama produknya Anker Bir.
Budjana Yasa membuat bir menggunakan air Kali Ciliwung.
“Yang serba bau dan warnanya kotor kekuning-kuningan itu. Terangnya air untuk bir itu disedot dari salah satu sudut kali Banjir Kanal Timur,” ungkap Djaja, 10 Oktober 1964.
Baca juga: Tak Kunjung Jual Saham Perusahaan Bir, Pemprov DKI Klaim Tak Kantongi Izin dari DPRD
Namun, berkat alat-alat teknik yang serba modern, air kotor serba bau dari Kali Ciliwung itu dapat disterilkan dan diubah menjadi air bersih.
Selain air, ada juga bahan baku lain yang digunakan untuk memproduksi bir, yakni mauch (sejenis kembang palawija Eropa), hop, gandum, beras, ragi, dan gula.
Tiga pertama masih perlu diimpor, sedangkan tiga terakhir sudah terdapat di dalam negeri. Beras dan gula tidak digunakan dalam bir impor
Mauch dan hop memberikan rasa pahit pada bir lokal. Baunya harum dan berkhasiat untuk memberi rangsangan pada urat saraf tubuh.
Pembuatan bir di pabrik Budjana dimulai dari penyortiran gandum. Lamanya 4–8 hari. Gandum kemudian dimasukkan ke oven.
Pabrik itu bisa menghabiskan 1 ton gandum untuk 100 liter bir.
Proses selanjutnya adalah peragian gandum, bersamaan dengan pemasakan bahan lain, seperti air, mauch, dan hop.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.