Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggal di Pinggir Rel Kereta, Waluyo Dapat Tawaran Pulang Kampung dan Modal Beternak

Kompas.com - 15/03/2021, 22:33 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisah Waluyo (41), yang tinggal bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil di pinggir rel kereta mengundang banyak perhatian warga hingga instansi pemerintah.

Sejak kisahnya diberitakan, Waluyo mengaku mendapat sejumlah tawaran. Dia pun kini bimbang.

Waluyo bimbang antara pulang kampung ke Boyolali, Jawa Tengah untuk beternak atau memulai berjualan nasi goreng di Jakarta, seperti yang diimpikannya.

Kebimbangan Waluyo muncul lantaran ada tawaran modal untuknya beternak di kampung dan tawaran membuka usaha nasi goreng di Jakarta dari sejumlah pihak.

Ada perwakilan warga yang datang untuk bertanya, menawarkan kembali ke kampung dan memberikan modal untuk beternak.

Baca juga: Kisah Keluarga Waluyo yang Termarjinalkan, Hidup di Pinggir Rel Manggarai Tanpa Listrik

“Tadi memang ada yang datang nawarin pulang kampung tapi saya bilang kalau enggak ada usaha ya percuma, pasti akan ke Jakarta. Tapi ditawarin lagi kalau ada modal mau enggak usaha,” ujar Waluyo kepada Kompas.com, Senin (15/3/2021) malam.

“Keterampilan saya, ternak, tukang bangunan, jualan nasi goreng. Kalau ada modal lebih, saya sebenarnya lebih memilih pulang kampung,” tambah Waluyo.

Ia berpikir akan beternak lele di kampung halamannya di Desa Bandung Wetan, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali, Jawa Tengah.

Waluyo sendiri mengaku ada sedikit lahan di milik orangtuanya untuk beternak.

“Saya lebih milih pulang kampung. Kumpul keluarga sama orang tua. Di sini kan jauh sama orangtua. Di kampung masih ada saudara-saudara semua,” ujar Waluyo.

Baca juga: Cerita Keluarga Pinggir Rel Manggarai, Berjuang Hanya untuk Makan, Anak Putus Sekolah

Ia mengaku ingin berternak ayam. Namun, Waluyo lebih ingin berternak lele.

Waluyo pun pernah bekerja sebagai buruh ternak di Palembang, Sumatera Selatan sebelum tahun 1998. Ia membantu peternak di Palembang untuk mengelola peternakan lele.

“Abis kerusuhan 1998, saya berhenti karena jauh dari orangtua. Dulu paman saya transmigrasi ke Palembang, diajak ke sana supaya jadi orang,” ujar Waluyo.

Ia mengaku sudah ingin beternak lele sejak masih muda. Namun, lagi-lagi Waluyo terkendala dana.

“Dulu pernah mau gadaikan surat tanah tapi enggal boleh,” tambah Waluyo.

Ia kini makin teringat orangtuanya yang sudah tua. Ayah Waluyo berumur 70 tahun, sedangkan ibunya berumur 65 tahun.

“Saya di kampung ya pingin ngurusin orangtua. Kalau ada modal mending pulang kampung, enak di kampung,” kata Waluyo.

Semenjak anak pertamanya lahir, Waluyo sudah sulit untuk mengirimkan uang. Mau tak mau, Waluyo harus mengutamakan tanggungjawab menafkahi anak-anaknya.

Baca juga: Kisah Pak Kentir, Setiap Hari Berenang di Sungai Ciliwung Cari Sampah dan Rongsokan

Ada juga pihak yang menawarkan bantuan seperti gerobak dan alat-alat usaha berjualan nasi goreng.

“Tadi dari Kecamatan Tebet tawarin kasih gerobak nasi goreng dan alat usaha nasi goreng,” tambah Waluyo.

Untuk berjualan nasi goreng, ia pun lebih memilih berjualan di tempat. Waluyo sudah tak sanggup untuk berkeliling.

“Kalau jualan keliling, kaki saya sudah enggak sanggup. Kalau jalan jauh kaki saya sakit, kaya sakit. Dulu saya pernah jatuh dari tangga dari tinggi empat meter,” kata Waluyo.

Kini, ia masih menunggu kabar terkait pihak yang sempat menawarkan tawaran modal usaha di kampung.

“Kalau itu benar, saya pasti akan pulang kampung,” ujar Waluyo.

Hidup di pinggir rel kereta Manggarai

Waluyo sudah hidup di pinggir rel kereta Manggarai-Jatinegara sekitar delapan tahun. Namun, tempat tinggal awalnya yang berbentuk saung beratap terpal terkena gusuran karena pembangunan Double-Double Track (DDT).

Saat ini, ia tinggal bedeng reot dan tak dialiri listrik. Lokasinya hanya berjarak sekitar 100 meter.

Tempat tinggalnya saat ini pemberian izin dari pemilik lapak kusen.

Waluyo bekerja sebagai pekerja serabutan. Ia lebih sering bekerja sebagai kuli harian lepas.

Hidup di pinggir rel pun tentu tak senyaman yang dibayangkan. Ancaman bahaya selalu mengincar keluarga Waluyo.

Anak Waluyo, Jannah (4) membentur bemper kereta. Beruntung kereta sedang tak berjalan. Anak Waluyo hampir bertemu malaikat maut.

Setiap hari, keluarga Waluyo menghabiskan sore di pinggir rel kereta Manggarai.

Kemiskinan yang dialami keluarga Waluyo adalah potret nyata kehidupan orang pinggiran Jakarta yang termarjinalkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com