DEPOK, KOMPAS.com - Keseriusan Universitas Indonesia (UI) dalam pengusutan kasus pembunuhan salah satu mahasiswanya, Akseyna Ahad Dori alias Ace, dipertanyakan.
Tepat enam tahun sudah jasad Akseyna ditemukan mengambang di Danau Kenanga UI, diduga dibunuh oleh orang dekatnya.
Ayah Akseyna, Marsekal Pertama TNI Mardoto, menganggap UI tak pernah berpihak kepada korban.
"Bantuan dan dukungan dari netizen sangat banyak, (tapi) tidak ada bantuan/dukungan kampus. UI tidak mau membentuk tim investigasi sejak awal," kata Mardoto kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).
Baca juga: Kejanggalan dalam Surat Wasiat Akseyna yang Jasadnya Ditemukan di Danau UI Enam Tahun Lalu
Mardoto sempat meminta UI membentuk tim investigasi mengusut pembunuhan putranya melalui surat tertulis pada 6 September 2015.
Sebagai informasi, tim investigasi internal semacam ini juga pernah dibentuk Universitas Katolik Atma Jaya ketika seorang mahasiswanya, Danil Vinci Tambunan (18), meninggal usai berkegiatan di Resimen Mahasiswa (Menwa).
Dalam surat itu, selain meminta pembentukan tim investigasi, keluarga Akseyna turut meminta pendampingan hukum dari pihak kampus. Namun, harapan itu bertepuk sebelah tangan.
"Bantuan hukum malah diberikan kepada pihak-pihak yang lain, yang terkait kasus ini juga," sebut Mardoto.
Ia pun pernah menaruh curiga terhadap seorang dosen yang, dinilainya, cukup intens mengomentari kematian Akseyna pada masa-masa awal kasus itu merebak.
Mardoto juga melaporkan kecurigaan itu kepada kampus dalam surat yang sama.
"Ya, ada dosen yang aneh, di medsos nulis banyak tentang Ace, yang cenderung mendiskreditkan Ace. Sudah saya laporkan. Enggak tahu tindak lanjutnya," kata Mardoto.
Bahkan, ketika ditanya soal penyebab mandeknya kasus ini, ia tak segan menunjuk UI.
"(Penyebab mandeknya kasus ini adalah) institusi UI yang sejak awal tidak ada di pihak Ace," kata Mardoto.
"Selebihnya, ada upaya dari institusi/orang tertentu, supaya kasus Ace tidak terungkap. Dari awal, UI cenderung tidak berada di pihak Ace, mahasiswanya," kata Mardoto.
"UI sulit diharapkan," ujar dia.
Wajar bila Mardoto menyoroti UI. Bagaimanapun, Akseyna adalah mahasiswa UI dan ia meninggal di kampus UI pula, kampus tempatnya menimba ilmu dan mengejar cita-cita.
UI jelas ada di tengah-tengah kasus itu dan semestinya berkepentingan. Namun, sejak awal, UI tak terlihat serius mengusut kematian mahasiswanya dan pembunuhan yang terjadi di tempatnya.
Dari jejak pemberitaan mengenai kematian Akseyna, UI juga sepi-sepi saja sejak awal. Komentar mengenai kelanjutan kasus Akseyna terakhir keluar dari pihak UI pada Februari tahun lalu.
Baca juga: 6 Tahun Kasus Pembunuhan Akseyna Mandek, Pengamat: Ini Penyakit Kepolisian
Pernyataan itu berasal dari Rektor UI Ari Kuncoro saat dirinya ditemui dalam sebuah wawancara doorstop. Wartawan meminta komentarnya soal polisi yang dikabarkan kembali melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara).
"Saya juga baru tahu kalau berita kasus meninggalnya Akseyna dibuka kembali oleh pihak kepolisian dari media. Paling tidak, kami bisa mengetahui (perkembangannya) karena pada waktu itu ada yang tidak bisa dijawab," kata Ari pada 5 Februari 2020.
Ari yang saat itu baru duduk di kursi rektor selama dua bulan mengakui dirinya tak pernah membahas kasus Akseyna dengan pendahulunya, Muhammad Anis. Kasus pembunuhan Akseyna terjadi saat Muhammad Anis menjabat rektor UI.
"Kami tak pernah membahas kasus Akseyna dengan Pak Anis. Kami hanya membahas masalah akademis saja," ucapnya.
"Diusutlah. Kalau ada titik terang, silakan diselidiki terus," kata Ari.
Apa yang diucapkan Ari boleh jadi mewakili jalan pikiran kampus tersebut dalam menyikapi kasus ini.
Kampus tersebut secara normatif menyerahkan seluruh pekerjaan ke kepolisian dan tidak pernah mengungkitnya bila tak ditanya.
Pakar kriminologi Adrianus Meliala berpendapat bahwa tidak ada yang dapat dipersalahkan dari sikap UI yang seperti itu. Namun, tidak ada salahnya pula bila UI, misalnya, membentuk tim investigasi internal.
"Ini kasus sudah diserahkan kepada kepolisian dan UI berada pada posisi membantu untuk bekerja sama dengan kepolisian, dalam rangka apa pun yang diminta oleh polisi," kata Adrianus kepada Kompas.com, Kamis.
"Tapi bagus juga kemudian kalau diangkat, apakah UI perlu mengangkat kasus ini? Jadi jangan wartawan atau keluarga yang terus-terusan mengangkat, tapi UI yang mengangkat, mendiskusikan kembali. Tujuannya bukan untuk mempermalukan Polres Depok, tapi minimal, ayo dong, kita kerja lagi. Karena menurut saya ini juga mengganggu UI terus-terusan," ungkapnya.
Baca juga: 6 Tahun Kematian Akseyna: UI Seolah Tak Peduli, Polisi Mengulang-ulang Janji
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, menyebutkan akan memberikan pernyataan tertulis terhadap Kompas.com mengenai hal ini.
"Memang kan kasus ini enam tahun ya, waktu yang panjang, dan kebetulan waktu itu belum saya. Saya harus telusuri lagi," kata Amelita, Kamis.
Namun, hingga berita ini disusun, pernyataan tertulis itu belum diterima Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.