"Ada cerita Bahrun Naim ada kontak dengan Aman (Abdurrahman) di Nusakambangan. Akan kami selidiki," ujar Luhut dilansir Antara, 27 Januari 2016.
Bahrun Naim bukan nama asing bagi Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Densus 88 pernah membekuknya di Solo, Jawa Tengah, pada November 2010 karena kepemilikan senjata api dan bahan peledak.
Namun, dalam proses penyidikan, polisi tidak menemukan adanya keterkaitan Naim dengan terorisme.
Naim divonis 2,5 tahun penjara karena kepemilikan senjata api dan bahan peledak oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Pada Juni 2012, ia bebas.
Naim diduga telah melakukan baiat —sumpah setia— dengan ISIS pada 2014. Di tahun yang sama, ia menuju Suriah.
Baca juga: Gerebek di Condet dan Bekasi, Tim Densus Temukan 5 Toples Bahan untuk Buat Bom
Keterlibatan Naim dalam sederet rencana aksi teror di Tanah Air terlacak pada Agustus 2015.
Ini selaras dengan ISIS, yang melalui pemimpinnya Abu Bakar Al Baghdadi, memang dikenal mencuci otak pengikutnya dengan doktrin “Berhijrah ke Bumi Syam (Irak-Suriah) bila sanggup, tetapi jika tidak sanggup berjihadlah kalian di negeri masing-masing”.
Tak hanya beraksi dengan mengelola jaringan, Naim pun diduga mengelola aneka situs web untuk menyebarkan ide-ide teror, mulai dari cara otodidak membuat remot bom dengan media bel pintu, menciptakan granat, bom dan senjata rakitan, sampai mendedahkan konsep perang gerilya di kota dengan sasaran aparat keamanan dan ekspatriat.
Kontak Bahrun Naim dengan Aman Abdurrahman untuk merencanakan aksi teror di Jakarta terjadi saat Naim diduga berada di Suriah kala itu dan Aman di balik sel lapas Kembang Kuning Nusakambangan.
Melalui Telegram, Munthohir kerap memberi kabar kepada Rois bahwa dirinya mengikuti sejumlah pelatihan-pelatihan militer.
Sebaliknya, Rois juga sempat meminta Munthohir menjemput senjata api.
Rois pun acapkali mengisikan Munthohir saldo ATM.
Sebagian di antaranya untuk dibelikan beberapa pucuk senjata api oleh Munthohir. Sebagian lagi oleh Munthohir diteruskan kepada Muhammad Ali si sopir angkot di Meruya.
“Ya sudah, bismillah saja,” jawab Rois begitu Munthohir memberi tahunya bahwa Ali sudah menawarkan diri sebagai koordinator lapangan aksi teror di Jakarta.
Baca juga: 5 Tahun Berlalu, Korban Bom Thamrin Iptu Denny Mahieu Sudah Maafkan Pelaku
Akhir Desember 2015, Munthohir dan Ali sepakat bersua di Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, untuk menyerahkan uang operasional amaliyah.
Di sana, Ali melaporkan sudah ada para pelaksana amaliyah yang diperintahkan oleh Aman dan Rois.
Lokasi amaliyah pun rupanya telah diputuskan oleh Aman dan Rois, yaitu sekitar Jalan Sabang, Jakarta Pusat, karena banyak ekspatriat di sana.
Senjata api dan bom yang bakal dipakai merupakan hasil rakitan anggota yang ahli dari Cirebon, Jawa Barat.
Selain Muhammad Ali, tiga orang lain pelaksana amaliyah adalah Ahmad Muhazin, Afif alias Sunakim, serta Dian Juni Kurniadi.
Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin, Sempat Terpuruk tetapi Bangkit Setelah Memaafkan Pelaku
Ahmad Muhazin satu-satunya teroris yang tak punya catatan hukum maupun keterlibatan dalam jaringan teror sebelumnya.
Sementara itu, Dian diketahui sempat menghilang dari daerah asalnya, Kalimantan Tengah, usai terlibat dugaan penipuan.
Di Sampit, Dian pernah bekerja sebagai montir di perusahaan pakan ternak. Keahlian dan pengalamannya ini membuatnya menguasai perakitan mesin dan listrik.
Afif lebih mentereng lagi sebagai residivis. Ia pernah terlibat perampokan CIMB Niaga Medan pada 2010, kasus yang juga menjerat Muhammad Ali, yang dananya mengalir untuk jaringan teror.
Afif juga pernah divonis tujuh tahun penjara imbas mengikuti latihan perang di Aceh.
Baca juga: Kisah Penyintas Bom Thamrin: Berjuang Setelah Kehilangan Pekerjaan dan Masih Trauma
Ketiganya memutuskan menyewa sepetak kamar rumah kos di Kampung Sanggarahan, Meruya Utara, Jakarta Barat, dua minggu sebelum aksi teror di Sarinah.
Mereka tinggal di kamar seluas 3x5 meter dengan tarif Rp 300.000.
Aksi teror pertama pecah di kedai Starbucks sekira pukul 10.36 WIB. Adalah Ahmad Muhazin, eksekutor yang jadi pengantin pertama.
Teroris kelahiran Indramayu itu sempat memegang tangan seorang petugas satpam, Aldi, sebelum meledakkan diri.
Entah alasan Ahmad, sebab teror yang ia lancarkan —sesuai instruksi Aman dan Rois—semestinya menyasar ekspatriat.
Naluri Aldi untuk kabur saat dipegang oleh Ahmad, terbukti tepat. Ia “hanya” menderita luka-luka setelah terpental belasan meter, sedangkan tubuh Ahmad hancur oleh bom.
Hanya selang sebentar sejak dentuman bom di Starbucks, ledakan lain terdengar dekat Pos Polisi Sarinah.