"Awal pembangunan besar-besaran itu setelah Kemerdekaan tahun 1967-1969," kata Eko.
"Pak Subandi mencoba mengumpulkan dana dari masyarakat, mengumpulkan Rp 5, Rp 5, membangun dari surau menjadi semi masjid. Dari yang untuk shalat fardhu, jadi bisa untuk shalat Jumat," tambah dia.
Gaya masjid diubah mengikuti model Timur-Tengah tanpa teras. Belakangan, teras itu baru dibuat, sehingga gaya Masjid Agung Al-Barkah menampilkan persenyawaan Timur-Tengah dan Nusantara.
"Masjid ini mengadaptasi masjid-masjid yang berada di Timur Tengah dan disublimasi dengan unsur tropis kita. Sehingga, kalau di Timur Tengah tidak ada teras, tapi karena kita di Indonesia dan punya hawa tropis ada terasnya dan ada untuk kongkow, diskusi, kajian, di teras tersebut," jelas Eko.
Tahun 1985-1988, renovasi besar-besaran kembali dilakukan, dengan rencana menjadikan masjid ini sebagai masjid agung sekaligus masjid pemerintah, sehingga pembangunannya didukung oleh pemerintah yang dinakhodai Bupati Abdul Fatah.
Renovasi masih terus dilakukan pada 1997 dan terakhir dilakukan secara besar-besaran pada 2004 hingga 2008 pada masa kepemimpinan Ahmad Zurfaih.
Pintu-pintu masjid berbahan jati asal Jepara diukir dengan kaligrafi dan motif floral.
Bagian dalam kubah yang berdiameter 18 meter juga dihiasi kaligrafi Asmaul Husna--99 nama indah Allah.
Ornamen segidelapan pun tersebar di berbagai penjuru masjid.
Menara-menara masjid dibangun tinggi-tinggi, masing-masing merepresentasikan tiang-tiang ilmu, yakni sejarah, filsafat, syariat, dan bahasa Arab.
Baca juga: Menengok Pesona Masjid Keramat Luar Batang, Bangunan Ratusan Tahun di Pesisir Jakarta
Kini, Al-Barkah sebagai masjid agung yang megah hampir telah berubah sepenuhnya dari Al-Barkah berwujud surau 2 abad lalu.
Yang 100 persen orisinal tinggal lokasinya, yakni masih persis sama dan sebidang makam keluarga Bachroem di belakang masjid.
Untuk menghormatinya, maka renovasi di era Zurfaih dilakukan tidak dengan membongkar perkuburan, melainkan mengorbankan jalan raya di depannya.
Tak heran, jika pembaca melintasi jalan yang memisahkan Alun-alun Kota Bekasi dengan Masjid Agung Al-Barkah, jalan yang mulanya lurus akan "dipaksa" berbelok.
Masjid Agung Al-Barkah juga ditanami banyak pohon kurma di halamannya.