Meski ada beberapa murid yang melafalkan ta'awudz itu secara tidak sempurna, Yahya selalu menyemangati mereka agar lebih menyempurnakan pelafalannya.
Di sela-sela pembelajaran, Yahya sebagai badut, tentu menunjukkan beberapa aksinya.
Salah satunya, ia mengeluarkan sebuah buku berwarna hitam. Saat buku itu dibuka, muncul sedikit kobaran api. Dia lantas menutup buku itu.
Kemudian, Yahya membuka kembali bukunya dan tiba-tiba terbang sebuah merpati putih keluar dari buku tersebut.
"Waaah," takjub murid-murid itu sembari diikuti dengan tepuk tangan mereka.
Tidak terasa sudah satu jam kelas mengaji itu berlangsung. Sekitar pukul 14.23 WIB, kelas tersebut berakhir.
Ditemui usai mengajar, Yahya mengaku mulanya dia bekerja sebagai badut pada tahun 2010.
Namun, pada tahun yang sama, gurunya menyarankan agar dia juga mengajar mengaji di panti asuhan itu.
"Guru saya punya pola berpikir ingin saya menjadi sebuah abu nawas moderen," ungkap Yahya.
"Abu Nawas yang ceria dan jenaka. Maka, saya dikemas jadi sosok badut yang mengajar ngaji menggunakan sosok badut seperti ini. Biar anak-anak tambah ceria, tambah bersemangat dalam mengaji," sambungnya.
Yahya menyebut, sudah 10 tahun dia mengajar sembari mengenakan kostum badut.
Respons dari murid-murid di panti itu, kata Yahya, ada beberapa yang takut karena dia mengenakan kostum badut.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, murid-muridnya menjadi berani.
"Semenjak anak saya yang kecil ikut, anak yang takut menjadi berani. Karena apa? Karena (murid-murid) melihat (Bacil) seumuran dia," papar Yahya.
"Mereka (murid-murid) pun jadi sangat happy dan sangat senang dengan kehadiran saya," lanjutnya.