Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Mafia di Bandara Soekarno-Hatta yang Dibayar Rp 6,5 Juta, Bukan Petugas tapi Punya Kartu Akses?

Kompas.com - 28/04/2021, 06:42 WIB
Theresia Ruth Simanjuntak

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Mafia di Bandara Soekarno-Hatta ini disebut polisi menawarkan jasanya kepada penumpang kedatangan luar negeri untuk bisa lolos masuk Indonesia tanpa harus menjalani karantina.

Polisi telah menangkap dua orang berinisial S dan RW yang diduga meloloskan satu orang Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial JD yang baru tiba dari India.

Baca juga: Densus 88 Polri Tangkap Mantan Petinggi FPI Munarman di Tangsel

JD mengaku menyerahkan uang sebesar Ro 6,5 juta kepada kedua pelaku sehingga tidak perlu menjalani kewajiban karantina Covid-19.

Kepada JD, S dan RW mengaku sebagai petugas di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Punya kartu akses

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Udara Penanganan Covid-19 Bandara Soetta Kolonel Pas MA Silaban mengatakan, kedua terduga mafia karantina bukan petugas di bandara.

S dan RW, menurut Silaban, adalah oknum yang punya kepentingan dengan instansi lain di bandara.

"Diduga kedua oknum itu, yang di sejumlah pemberitaan berinisial S dan RW, adalah pihak berkepentingan dengan instansi lain di bandara," kata Silaban dalam rilis resmi, Selasa (27/4/2021).

Baca juga: Detik-detik Penangkapan Munarman, Berdebat dengan Polisi hingga Meminta Pakai Sandal

Oleh karena itu, Silaban melanjutkan, para tersangka memiliki kartu akses keluar masuk bandara.

"Oleh karena itu, mereka memiliki kartu pas bandara, dan mereka tidak bertanggung jawab, tapi justru melakukan penyalahgunaan kartu pas bandara," sambungnya.

Silaban pun menekankan bahwa pihaknya mendukung penuh pihak kepolisian dalam pengungkapan kasus mafia karantina itu bersama kantor Otoritas Bandara Wilayah I.

"Satgas Udara Penanganan COVID-19 mendukung penuh Polri untuk mengungkap kasus ini," ucapnya.

Sementara itu, Executive General Manager Bandara Soekarno-Hatta Agus Haryadi juga menyatakan bahwa S dan RW bukan petugas di bandara tersebut.

Keyakinan tersebut berdasarkan pengecekan yang dilakukan jajarannya terkait sosok dan kepentingan kedua pelaku di Bandara Soetta.

Baca juga: Tiba di Polda Metro Jaya, Mata Munarman Ditutup dan Tangan Diborgol

"Kami sudah melakukan pengecekan, dan memastikan bahwa dua oknum itu bukan petugas Bandara Soekarno-Hatta," ujar Agus dalam rilis yang sama.

Agus lantas mengimbau PT Angkasa Pura (AP) II dan instansi lainnya agar selalu menaati peraturan yang berlaku di Bandara Soekarno-Hatta.

"Baik dari AP II atau instansi lain yang berkepentingan di bandara agar selalu dapat menaati peraturan dan menjaga nama Bandara Soekarno-Hatta," jelasnya.

Relasi ayah-anak

Kabis Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus sebelumnya membeberkan, JD membayar uang sebesar Rp 6,5 juta kepada S yang mengaku sebagai petugas Bandara Soetta.

"Dia membayar Rp 6,5 juta kepada saudara S. Modus ini yang sementara kita lakukan penyelidikan," ujar Yusri dalam video yang Kompas.com terima, Senin (26/4/2021) malam.

Yusri juga mengungkapkan bahwa S dan RW berhubungan sebagai ayah dan anak.

"Kalau pengakuan dia (S dan RW) kepada JD, dia adalah pegawai bandara. Ngakunya doang. Dia sama anaknya. S itu sama RW itu anaknya. RW itu anaknya S," tambahnya.

Keduanya leluasa keluar masuk bandara. Mereka lah yang berperan dalam membantu JD lolos dari prosedur karantina Covid-19 selama 14 hari.

"Dia (S dan RW) bisa keluar masuk itu. Intinya ini mereka meloloskan orang tanpa melalui karantina," lanjut Yusri.

Pihak kepolisian pun masih mendalami kasus tersebut, termasuk kemungkinan adanya pelaku lain.

Baca juga: Sepak Terjang Munarman, dari Aktivis di YLBHI hingga Jadi Orang Kepercayaan Rizieq Shihab

Adapun JD, dijelaskan Yusri, tiba dari India pada Minggu (25/4/2021) sekitar pukul 18.45 WIB.

Pihak kepolisian langsung mengamankan JD beserta S dan RW.

Polisi juga menemukan barang bukti berupa bukti pengiriman uang sebesar Rp 6,5 juta dari rekening JD.

Sampai saat ini, penyidik masih mendalami proses lolosnya JD tanpa melalui protokol kesehatan (prokes) yang berlaku di Bandara Soetta.

"Kalau ditanya seperti apa kenapa bisa lolos ini masih didalami oleh penyidik. Karena ada tiga tahapan di sana. Tahapan pertama masuk dengan pemeriksaan prokes, kesehatan, nanti akan dirujuk untuk karantina," kata Yusri.

Yusri menegaskan, walau keduanya telah diamankan namun penyidik tidak melakukan penahanan karena merujuk pada Undang-Undang Karantina Kesehatan yang ancaman di bawah lima tahun.

"Karena ini yang kita kenakan Undang-Undang tentang Karantina Kesehatan tentang wabah penyakit yang ancamanya di bawah 5 tahun. Tapi proses tetap berjalan," jelas Yusri.

Baca juga: Mafia di Bandara Soekarno-Hatta, Bayar Rp 6,5 Juta untuk Masuk Indonesia Tanpa Karantina

Sebutan mafia karantina

Istilah 'mafia' dalam kasus karantina ini muncul pertama kali dari Yusri sendiri.

Sebab, menurut Yusri, sudah banyak kasus di mana orang-orang dari luar negeri dapat masuk ke Indonesia tanpa perlu melakukan karantina.

Mereka membayarkan sejumlah uang ke oknum yang mengaku petugas.

"Soalnya udah ramai orang-orang nakal ini. Orang-orang dari luar negeri tanpa karantina bisa bayar terus masuk. Makanya saya bilang ini mafia. Ini lagi kita dalami," ujar Yusri.

Untuk diketahui, pemerintah baru-baru ini memberlakukan kebijakan karantina selama 14 hari bagi WNI dan WNA yang tiba di Indonesia dari India.

Hal ini dikarenakan adanya mutasi virus Covid-19 varian B.1617 yang bermuatan mutasi ganda.

(Reporter : Muhammad Naufal / Editor : Jessi Carina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com