Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasien Covid-19 Melonjak, RSUD Kota Bogor Bangun 3 Tenda Darurat

Kompas.com - 29/06/2021, 19:44 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor, Jawa Barat, menyiapkan tiga tenda darurat untuk mengantisipasi lonjakan pasien Covid-19.

Nantinya, tenda-tenda darurat itu akan difungsikan sebagai tempat unit gawat darurat (UGD) untuk pasien umum.

Sementara, ruangan UGD lama dipersiapkan untuk fokus merawat pasien Covid-19 bergejala sedang hingga berat.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pendirian tenda darurat di RSUD Kota Bogor dilakukan untuk mempersiapkan rumah sakit agar tidak terjadi penumpukan.

Bima meminta agar alur pasien yang datang untuk dirapihkan agar tidak terjadi penumpukan.

Baca juga: Cerita Istri Datangi 5 RS Bawa Suaminya yang Tak Sadarkan Diri Setelah Positif Covid-19

"Kejadian di wilayah lain itu berantakan karena triasenya berantakan. Jalur masuknya nggak dipisahkan, jadi berkumpul. Jadi saya minta jalurnya harus jelas, kalau indikasi positif kemana," ungkap Bima, di RSUD Kota Bogor, Selasa (29/6/2021).

Bima menambahkan, angka bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian kamar tidur untuk pasien Covid-19 di seluruh rumah sakit rujukan semakin penuh.

Dari data yang ada, sambung Bima, angka BOR di RSUD Kota Bogor sudah mencapai 91,6 persen.

Sebab itu, ia menargetkan pekan ini tenda darurat bisa segera beroperasi.

"Kita nggak usah bicara angka BOR. Faktanya seluruh rumah sakit penuh. Saya ini Wali Kota ya, banyak sekali yang minta bantuan cari rumah sakit, tapi saya nggak bisa berbuat apa-apa karena yang ngantre banyak," tuturnya.

Lebih lanjut, Bima meminta kepada pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih ketat dalam mengendalikan laju kasus Covid-19 yang makin tak terkendali.

Baca juga: Potret Pilu Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 di TPU Rorotan: 3 Peti Ditumpuk dalam Satu Ambulans

Dia menjelaskan, di tingkat daerah, kebijakan reaktif dan insidental seperti pelarangan mudik dan pembatasan mobilitas realitanya memang sulit dijalankan dengan maksimal di lapangan.

Ia menilai, dalam skala kewilayahan, pemerintah daerah sangat terbatas dalam memperkuat kebijakan pembatasan yang dimaksud.

Tanpa instrumen kebijakan di tingkat nasional, kata Bima, maka akan sulit mengupayakan langkah-langkah yang masif dalam membatasi mobilitas warga.

"Saya kira pemerintah pusat harus berani mengambil langkah-langkah kebijakan yang lebih ketat, mungkin tidak dipukul rata secara nasional tapi bisa diberlakukan sesuai kedaruratan wilayahnya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com