Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Pegawai Sektor Esensial dan Kritikal yang Tak Bisa WFH dan Celah Aturan PPKM Darurat

Kompas.com - 15/07/2021, 06:56 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

Apakah produk minuman bersoda dapat dikategorikan sebagai sektor kritikal untuk memenuhi kebutuhan pokok warga?

Baca juga: Potret Nyata Covid-19 Tak Terkendali di Jakarta: RS Kolaps, Antrean Pasien Terus Bertambah

Tak difasilitasi kantor

Celah peraturan soal Instruksi WFH bukan cuma soal kategori sektor esensial dan kritikal yang terlalu luas, melainkan juga soal jenis pekerjaan yang tak diatur agar dilakukan secara jarak jauh padahal memungkinkan.

Situasi setali tiga uang dialami oleh Bunga, pegawai di suatu agensi telemarketing. Agensi tersebut kini menjalani kerja sama dengan pemerintah. Bunga bekerja sebagai operator call-center salah satu program pemerintah itu.

"Gue seharusnya bisa WFH, tapi WFH diprioritaskan untuk yang sakit dan punya hasil swab positif Covid-19. Jadi selama lo kelihatan enggak ada batuk, apalagi sudah vaksin, ya dianggap sehat dan mampu WFO," kata Bunga sambil tertawa.

Bunga warga Tangerang Selatan, sementara kantornya beralamat di Ibukota. Ia bercerita, sejumlah koleganya juga tinggal di luar Jakarta.

Keadaan serbasulit sebab jalan-jalan protokol telah disekat oleh aparat, sehingga ia dan kawan-kawan mesti mencari jalan-jalan tikus. Untuk menggunakan angkutan umum pun ada rasa was-was.

"Jam operasional kerja kami tetap 9 jam. Pulang malam jam 20.00 tuh ga keburu," kata dia.

Bunga merasa, sebetulnya kantor bisa saja bekerja dari rumah karena bertugas sebagai operator call-center. Zaman serbadigital tentu memungkinkan pekerjaan ini diakses dari mana saja, termasuk dari rumah.

Namun, kantor disebutnya tak berkenan memodali beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk membantu pekerjaan itu, dimulai dari sesederhana laptop.

"Lebih seramnya lagi, misal ada si A flu, begitu tes antigen dan PCR hasilnya positif. Kita yang habis kontak fisik tetap saja harus masuk karena antigen kita negatif, padahal kan bisa jadi OTG. Dan beberapa kali terjadi, hari ini masuk, kerja biasa, lalu drop dan pas antigen ulang ternyata positif," tutur Bunga.

"Satu lantai itu ada beberapa ruangan. Ruangan gue sendiri yang positif udah hampir 10 orang, gila, dan disemprot disinfektan cuma 2 kali," lanjutnya.

Pegawai sektor prioritas juga merasa ngeri

Lain lagi dengan Alex, pegawai perusahaan multinasional raksasa kelapa sawit yang kini juga merambah industri agribisnis. Perusahaan tersebut kebetulan juga menjual sejumlah produk sembako kelas premium.

Baca juga: RS di Jabodetabek Penuh, Anggota DPR hingga Bupati Bekasi Meninggal Setelah Tak Dapat Ruang ICU

Alex tetap harus ke kantor. Padahal, ia tak terlibat dalam urusan produksi. Ia mesti mengurus dokumen-dokumen legal perkantoran yang harus dikebut demi mengejar perizinan Undang-Undang Cipta Kerja.

"Perusahaan pakai acuan pergub yang sektor kritikal karena ada produk sembako," lanjutnya.

"Perusahaan harus menyelesaikan segala macam permasalahan terkait perizinan selama 3 tahun. Mau tidak mau kudu masuk terus karena data legalitas tidak boleh dibawa pulang," aku Alex.

Dengan situasi seperti sekarang, tak jarang ia mencurigai dirinya telah terpapar Covid-19 dan melakukan tes antigen. Namun, untuk urusan-urusan seperti itu, ia harus merogoh kocek pribadi.

Kantornya hanya akan mengongkosi biaya tes apabila ia tertular Covid-19 di kantor dari kolega sekantor.

"Ngeri banget, lah," kata dia.

"Apalagi zaman-zaman varian Delta begini. Orang sekitar pada bertumbangan. Hari-hari di medsos dikit-dikit orang cari informasi tabung oksigen atau donor plasma konvalesen. Tapi risiko kerjaan mau tidak mau ya masuk," kata Alex.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com