Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/08/2021, 06:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Dugaan pungutan liar (pungli) saat pencairan dana bantuan sosial tunai (BST) kembali dilaporkan oleh seorang warga di Depok, Jawa Barat.

Pengakuan itu berasal dari Dodi, warga Kelurahan Curug, Cimanggis. Kepada wartawan, ia mengaku bahwa BST-nya yang sebesar Rp 600.000 terancam dipotong lebih dari separuhnya.

Pemotongan itu dilakukan dengan dalih donasi. Cerita berawal waktu Dodi mengambil surat undangan guna menebus BST ke ketua RT setempat.

"Pas saya ambil surat undangannya, beliau ngomong sama saya, mau disumbangin ke yang belum dapat," kata Dodi melalui video yang diterima Kompas.com, Rabu (4/8/2021).

Baca juga: Temukan Indikasi Pungli Bansos di Kota Tangerang, Kejari Belum Tentukan Tersangka

"Katanya, 'Ini lu dapat Rp 600.000 nih, nanti kasih ke gua 400.000 buat bagiin ke yang belum dapat'. Yang lain juga diminta Rp 200.000," ujar dia.

Dodi menolaknya. Ia merasa potongan itu besar sekali. Tak dinyana, ia malah didamprat balik.

Ia mengaku diancam akan dipersulit urusannya sebagai warga oleh ketua RT yang barusan meminta "donasi" dari bansos Dodi.

"Dia bilang enggak mau urusin apa-apa lagi urusan saya. Kemudian beliau ngomong, 'Kalau enggak mau ngasih, ya sudah lu hidup aja sendiri enggak usah berwarga'," ujar Dodi.

"Bulan depan kalau lu dapat, gua enggak mau ambilin, lu ambil aja sendiri. Masa yang lain ngasih, lu enggak mau ngasih, emang lu mau hidup sendiri?" lanjutnya menirukan ucapan ketua RT.

Dodi mengaku, ini bukan kali pertama ia menerima BST. Sudah tiga kali, katanya. Saban pengambilan BST, dia selalu diimbau untuk menyisihkan uang itu untuk diberikan ke ketua RT, dengan alasan bermacam-macam.

Klarifikasi ketua RW

Ketua RW setempat, Nurdin, menyampaikan klarifikasi. Nurdin mengeklaim, pungutan yang diminta terhadap Dodi itu bersifat donasi/infak. Alhasil, pungutan itu sebetulnya tidak wajib dan mengikat bagi para penerima BST seperti Dodi.

Menurut Nurdin, keputusan itu sudah disepakati bersama oleh para ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat sekitar. Begini alasan Nurdin.

"Itu (BST yang turun) tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Kita terima (BST untuk) sekitar 87 orang, sementara kebutuhan kami 185 orang, sehingga banyak yang tidak mendapatkan," kata Nurdin dalam video yang diterima Kompas.com, Rabu lalu.

"Oleh sebab itu, banyak masyarakat tanya ke Pak RT, Pak RW, 'Gimana nih, saya kok enggak dapat? Yang lain dapat. Padahal, kami sama-sama kondisinya samalah'," ujarnya.

Nurdin beralasan, 185 warga itu sebetulnya sudah didaftarkan ke pihak kelurahan sebagai calon penerima BST lantaran kondisi keuangan mereka. Namun, apa daya, yang diverifikasi dan diresmikan sebagai penerima BST hanya 87 orang itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Mama Mau Pergi Demo Dulu, demi Masa Depan Kalian...'

"Mama Mau Pergi Demo Dulu, demi Masa Depan Kalian..."

Megapolitan
Ada 8 Kasus DBD di RSUD Tamansari, 6 Pasien di Antaranya Anak-anak

Ada 8 Kasus DBD di RSUD Tamansari, 6 Pasien di Antaranya Anak-anak

Megapolitan
Pengedar Titipkan Narkoba ke Tahanan yang Lagi Sidang di PN Depok

Pengedar Titipkan Narkoba ke Tahanan yang Lagi Sidang di PN Depok

Megapolitan
Bandar Tembakau Sintetis di Pesanggrahan Terbongkar, Berpindah-pindah Sebelum Akhirnya Pengguna Ditangkap

Bandar Tembakau Sintetis di Pesanggrahan Terbongkar, Berpindah-pindah Sebelum Akhirnya Pengguna Ditangkap

Megapolitan
Berkas Perkara Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Dilimpahkan ke Kejaksaan, tetapi Belum Lengkap

Berkas Perkara Pembunuh 4 Anak Kandung di Jagakarsa Dilimpahkan ke Kejaksaan, tetapi Belum Lengkap

Megapolitan
Angkot Listrik Bakal Mengaspal di Kota Bogor, Dishub Bakal Seleksi Calon Sopir

Angkot Listrik Bakal Mengaspal di Kota Bogor, Dishub Bakal Seleksi Calon Sopir

Megapolitan
Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep 'Green Ramadhan' demi Lestarikan Lingkungan

Dinas LH DKI Imbau Warga Terapkan Konsep "Green Ramadhan" demi Lestarikan Lingkungan

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Tarif Tol Jakarta-Cirebon untuk Mudik Lebaran 2024

Megapolitan
Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Brankas Beserta Isinya Dirampok, Warga Ciracas Kehilangan BPKB hingga Logam Mulia

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Rusak, Pengamat: Merusak Budaya Berjalan Kaki

Megapolitan
JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

JPO Depan Kampus Trisakti Sempat Bolong, Pengamat: Mengabaikan Prinsip Memanusiakan Pejalan Kaki

Megapolitan
Rumah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Rumah di Ciracas Dibobol Maling, Isi Brankas Senilai Rp 150 Juta Raib

Megapolitan
Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Jadwal Mundur, Uji Coba Lima Angkot Listrik di Bogor Dimulai Awal April

Megapolitan
Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Rumah Kos di Jagakarsa Jadi Tempat Produksi Tembakau Sintetis Selama 3 Bulan

Megapolitan
Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com