Pembuatan patung tersebut juga melibatkan keluarga Arca Yogyakarta, perusahaan Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono, dan PN Hutama Karya dengan Sutami sebagai arsitek pelaksana.
Pose dalam patung itu sendiri diperagakan langsung oleh Presiden Soekarno kala itu. Model patung ini adalah Bung Karno. Beliau memeragakan posenya.
Sekalipun memiliki filosofi dan makna yang positif serta harapan tinggi akan kedirgantaraan Indonesia, proses penyelesaian patung sempat terkendala peristiwa G30S pada 1965. Apalagi, saat itu kondisi kesehatan Bung Karno juga terus menurun.
Dalam proses pembuatan patung tersebut beberapa sumber menyebut bahwa pembiayaannya patung berasal dari kantong pribadi Bung Karno. Bung Karno menjual sebuah mobil pribadinya untuk biaya pembuatan Patung Pancoran.
Versi lain menyebut pembangunan patung ini sempat terhenti karena kekurangan dana, lalu Soekarno rela menjual mobilnya demi berdirinya Patung Dirgantara di Pancoran.
Beragam mitos pun membalut patung ini. Salah satunya adalah mitos ujung jari. Patung ini berdiri menghadap utara. Jarinya pun menunjuk ke arah yang jauh.
Arah jari menunjuk tersebut diyakini oleh sebagian kalangan sebagai penunjuk lokasi kekayaan rahasia milik Bung Karno. Namun, kalangan lain berpendapat arah telunjuk itu mengarah ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Ada pula yang berpendapat ujung jari ini merupakan perlambang sapaan dan sambutan bagi orang-orang yang baru tiba di Jakarta melalui Bandara Halim Perdanakusuma.
Soekarno dua kali memantau langsung pemasangan Patung Dirgantara, yakni pada pekan pertama pekerjaan berjalan dan April 1970. Kondisi Soekarno pada tahun 1970 itu sudah kurang sehat.
Pada Mei 1970, Edhi mendapat kabar Soekarno akan meninjau pemasangan patung untuk ketiga kalinya. Namun, hal itu batal karena kondisi kesehatan Soekarno terus menurun.
Soekarno tidak pernah melihat hasil akhir Patung Dirgantara yang dikerjakan Edhi.
Pada 21 Juni 1970, saat Edhi masih bekerja di puncak Patung Dirgantara, ia melihat iring-iringan mobil jenazah melintas di bawah.
Iring-iringan itu rupanya membawa jenazah Soekarno dari Wisma Yaso menuju pangkalan udara Halim Perdanakusuma yang akan diberangkatkan menuju Blitar.
Patung Dirgantara pertama kalinya dikonservasi pada 2014 setelah puluhan tahun selesai dibuat dan dipasang di ruang publik.
Konservator dari Pusat Konservasi Cagar Budaya DKI Jakarta Sukardi menyampaikan, biaya konservasi Patung Pancoran berkisar Rp 500 jutaan. Konservasi dilakukan dengan membersihkan debu, polusi, karat, hingga pengawetan.
"Kami melakukan pengawetan dengan memberikan lapisan supaya polusi tidak langsung kontak dengan material (patung), tapi ada lapisan pelindungnya itu, semacam lapisan plastik," Sukardi kepada Kompas.com, Senin (28/5/2018).
Lapisan pelindung itu diperkirakan bisa bertahan lima tahun.
Pusat Konservasi Cagar Budaya DKI Jakarta melibatkan pemanjat tebing bersertifikasi untuk melakukan konservasi, mengingat tingginya Patung Dirgantara.
"Kami merekrut orang-orang yang punya sertifikasi panjat tebing. Jadi, tenaga ahli konservasi men-training dulu mereka yang akan naik ke atas. Kami mengendalikan dari bawah," ujar Sukardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.