Mi instan itu, menurut perekam video, dijual oleh tentara yang sedang bertugas di sana.
Dia mengeluhkan soal harganya yang mahal dan proses pembuatannya yang tergolong lama.
"Kita beli Indomie yang Rp 4.000 jadi Rp 40.000. Tadi saya beli (mi instan) Rp 30.000. Di sini, tentara yang jual," ucapnya.
"Adik saya beli tiga, dikasi Rp 30.000. Kalau beli satu, Rp 40.000. Tapi nyeduhnya lama, nunggu air di dispensernya panas," imbuh perekam video.
Di akhir video, perempuan itu menyebut bahwa proses menunggu karantina kesehatan itu justru menimbulkan penyakit.
"Bukan jadi sehat, malah jadi penyakit. Pada stres kayak ayam aja ini. Manusia dibikin, perlakukan, kayak ayam," ucap dia.
Baca juga: Saat Para Pengusaha Meradang atas Kebijakan Anies yang Revisi UMP DKI Jakarta...
Sementara itu, Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Letkol Agus Listiono mengakui bahwa ada penumpukan penumpang pesawat dari luar negeri.
Menurut dia, penumpukan itu terjadi pada Sabtu (18/12/2021).
"Ya itu video itu ada pada hari Sabtu memang terjadi penumpukan karena ada ketersendatan yang ada di wisma (atlet)," ucapnya kepada awak media, Senin.
Kata Agus, Wisma Atlet tersendat karena lokasi itu ditutup usai teridentifikasi satu stafnya terpapar corona varian Omicron.
Sehingga, Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta harus mengirim para penumpang ke lokasi lain.
Kemudian, pada Sabtu pekan lalu sekitar pukul 13.00 WIB, pihaknya mulai mengirimkan para penumpang ke lokasi karantina kesehatan di Nagrak, Jakarta Utara.
"Jam 13.00 WIB itu kami kirim semuanya, bisa terurai sedikit demi sedikit sampai pada hari Minggu itu udah clear. Sekarang enggak ada penumpukan," urai Agus.
Baca juga: KSPI Kecam Apindo yang Akan Gugat Kenaikan UMP DKI Jakarta
Terkait Rp 19 juta menurut perempuan dalam video, Agus menyebut bahwa harga itu memang adalah paket karantina kesehatan di hotel.
Harga paket itu tergolong mahal, kata dia, karena terdapat sejumlah fasilitas lain yang digunakan oleh para penumpang dari luar negeri yang menjalani karantina.
Adapun perempuan itu sebenarnya tak berhak menggunakan fasilitas karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, pihak yang diizinkan menggunakan Wisma Atlet adalah PMI, pelajar dari luar negeri, dan aparatur sipil negara.
"Hotel tuh mahal Rp 19 juta. Nyatanya sekarang ada hotel bintang dua, itu pun tidak per hari. Itu pun sepuluh hari, paket. Itu di situ tidak sama dengan (pengunjung hotel) reguler yang masuk hotel terus check out gitu, bukan," urai Agus.
"Itu ada nakesnya, ada PCR-nya ditanggung hotel. Terus di hotel, PCR kedua ditanggung oleh hotel. Armada pengangkutnya dari Bandara yang bawa dari hotel. Keamanannya juga hotel," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.