TANGERANG, KOMPAS.com - Beredar sebuah video yang menunjukkan para penumpang internasional di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, sedang menunggu untuk mengikuti karantina kesehatan.
Video itu beredar di aplikasi pengirim pesan WhatsApp.
Perempuan yang merekam video menyebut bahwa video itu diambil sekitar pukul 04.00 WIB. Dia tak menjelaskan hari apa tepatnya video itu diambil.
"Assalamualaikum guys, ini pagi subuh jam berapa nih. Kita belum subuh ya, jam 4.00 WIB ya. Ini kita di Bandara Soekarno-Hatta mau antre karantina di Wisma Atlet," ujar perekam video, dikutip pada Senin (20/12/2021).
Baca juga: Viral Video PMI Terlantar Berjam-jam untuk Karantina di Wisma Atlet
Dia mengaku sudah menunggu untuk karantina sejak pukul 18.00 WIB pada hari sebelumnya.
Perempuan tersebut menyatakan bahwa proses menunggu karantina kesehatan yang butuh waktu lama itu merupakan cara pemerintah menyiksa rakyatnya.
"Masyaallah udah dari habis maghrib sampai subuh belum juga selesai. Masih ngantre panjang. Tuh guys, ini bener-bener pemerintah penyiksaan nih terhadap rakyat," urai perempuan itu.
Dalam video itu, dia mengaku seorang turis, sedangkan kebanyakan penumpang pesawat yang sedang menunggu karantina adalah pekerja migran Indonesia (PMI).
"Ini TKI (tenaga kerja Indonesia/PMI) sebagian ya. Yang turis kayak kita-kita sebagian kecil," ujarnya.
Perempuan itu juga mengungkapkan bahwa terdapat banyak calo yang menawarkan karantina kesehatan di hotel.
Tak tanggung-tanggung, dia mengeklaim bahwa harga yang ditawarkan oleh calo untuk satu penumpang pesawat mencapai Rp 19 juta.
"Banyak calo-calo tadi membujuk-bujuk kita supaya di hotel, ya Bu," katanya kepada seorang perempuan yang ada di sebelahnya.
"Betul," jawab perempuan lain.
"Itu hotel Rp 19 juta (untuk) satu orang, gila. Bener-bener nih mafianya luar biasa. Tolong diviralkan ya abang-abang, mpok-mpok, kakak-kakak, adik-adik, biar pemerintah melek deh," urai perekam video.
Saat sedang menunggu proses untuk karantina kesehatan, dia mengaku membeli satu porsi mi instan dengan harga Rp 30.000.
Baca juga: Bahar bin Smith Kembali Dilaporkan ke Polisi, Kali Ini Terkait Ujaran Kebencian Berbau SARA
Mi instan itu, menurut perekam video, dijual oleh tentara yang sedang bertugas di sana.
Dia mengeluhkan soal harganya yang mahal dan proses pembuatannya yang tergolong lama.
"Kita beli Indomie yang Rp 4.000 jadi Rp 40.000. Tadi saya beli (mi instan) Rp 30.000. Di sini, tentara yang jual," ucapnya.
"Adik saya beli tiga, dikasi Rp 30.000. Kalau beli satu, Rp 40.000. Tapi nyeduhnya lama, nunggu air di dispensernya panas," imbuh perekam video.
Di akhir video, perempuan itu menyebut bahwa proses menunggu karantina kesehatan itu justru menimbulkan penyakit.
"Bukan jadi sehat, malah jadi penyakit. Pada stres kayak ayam aja ini. Manusia dibikin, perlakukan, kayak ayam," ucap dia.
Baca juga: Saat Para Pengusaha Meradang atas Kebijakan Anies yang Revisi UMP DKI Jakarta...
Sementara itu, Komandan Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta Letkol Agus Listiono mengakui bahwa ada penumpukan penumpang pesawat dari luar negeri.
Menurut dia, penumpukan itu terjadi pada Sabtu (18/12/2021).
"Ya itu video itu ada pada hari Sabtu memang terjadi penumpukan karena ada ketersendatan yang ada di wisma (atlet)," ucapnya kepada awak media, Senin.
Kata Agus, Wisma Atlet tersendat karena lokasi itu ditutup usai teridentifikasi satu stafnya terpapar corona varian Omicron.
Sehingga, Satgas Udara Covid-19 Bandara Soekarno-Hatta harus mengirim para penumpang ke lokasi lain.
Kemudian, pada Sabtu pekan lalu sekitar pukul 13.00 WIB, pihaknya mulai mengirimkan para penumpang ke lokasi karantina kesehatan di Nagrak, Jakarta Utara.
"Jam 13.00 WIB itu kami kirim semuanya, bisa terurai sedikit demi sedikit sampai pada hari Minggu itu udah clear. Sekarang enggak ada penumpukan," urai Agus.
Baca juga: KSPI Kecam Apindo yang Akan Gugat Kenaikan UMP DKI Jakarta
Terkait Rp 19 juta menurut perempuan dalam video, Agus menyebut bahwa harga itu memang adalah paket karantina kesehatan di hotel.
Harga paket itu tergolong mahal, kata dia, karena terdapat sejumlah fasilitas lain yang digunakan oleh para penumpang dari luar negeri yang menjalani karantina.
Adapun perempuan itu sebenarnya tak berhak menggunakan fasilitas karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, pihak yang diizinkan menggunakan Wisma Atlet adalah PMI, pelajar dari luar negeri, dan aparatur sipil negara.
"Hotel tuh mahal Rp 19 juta. Nyatanya sekarang ada hotel bintang dua, itu pun tidak per hari. Itu pun sepuluh hari, paket. Itu di situ tidak sama dengan (pengunjung hotel) reguler yang masuk hotel terus check out gitu, bukan," urai Agus.
"Itu ada nakesnya, ada PCR-nya ditanggung hotel. Terus di hotel, PCR kedua ditanggung oleh hotel. Armada pengangkutnya dari Bandara yang bawa dari hotel. Keamanannya juga hotel," sambung dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.