"Jadi total ada enam sertifikat, kemudian sertifikat itu dipegang oleh yang namanya Riri. Itu Riri merupakan pengasuh dulunya ibu dari Mbak Nirina Zubir," ujar Petrus, 17 November 2021.
Setelah itu, Riri bersama keempat tersangka lain secara diam-diam membalik nama enam sertifikat tanah dan bangunan tersebut. Sertifikat itu lalu dijual dan sebagian digadaikan ke bank.
"Statusnya itu dua sertifikat itu sudah beralih, dijual kembali ke pihak lain. Yang empat lagi itu diagunkan ke bank. Kisaran kerugian Rp 17 miliar," ungkap Petrus.
"Riri ini membalikkan nama seluruh sertifikat hak milik tersebut menggunakan figur palsu bersama notaris yang kami telah ditetapkan tersangka," kata Petrus.
Pihak keluarga Nirina sendiri sebelumnya sempat menjelaskan kronologi kasus tersebut.
Nirina juga menangis ketika mengingat pesan ibunya.
“Saat mengurus surat, usia ibu sudah mulai tua, ibu sudah meninggal dua tahun yang lalu, dan meninggal dalam keadaan tidak tenang. Namun meninggalkan catatan 'uang aku ada, tapi pada ke mana ya?'" ucap Nirina menangis.
"Jadi tahun 2017, ibu saya bilang bahwa aset-asetnya itu berkasnya hilang. Setelah saya tanya, katanya sudah ada yang urus, Riri ini yang urus," kata Fadlan.
Pada 2019, ibunda Nirina Zubir meninggal dunia. Fadlan kemudian kembali menanyakan nasib sertifikat tersebut.
“Katanya Riri sedang diurus gitu. Ya sudahlah kita biasa aja gitu dan berjalan gimana mestinya," ujar Fadlan.
Sampai akhirnya semua keluarga Nirina berkumpul dan kembali membahas soal sertifikat tersebut.
"Kemudian kami bersama-sama temui Riri, meminta dia antarkan ke notaris yang sedang mengurusi berkas-berkas. Kemudian kami ke sana dan dijelaskan, katanya ibu saya yang datang ke sana urusi berkas ini," ungkap Fadlan.
"Katanya ibu saya didampingi oleh dua orang. Terus kita telusurilah dan muncul kecurigaan kalau aset ibu saya diduga digelapkan," tambahnya.
Baca juga: [KALEIDOSKOP 2021] Duka di Tengah Tahun: Tentang Kita, Jakarta, dan Corona
Pihak yang ditetapkkan sebagai tersangka dalam kasus itu adalah Riri Khasmita dan suaminya yang Bernama Edrianto, serta seorang notaris bernama Farida.
Kemudian, notaris pejabat pembuat akta tanah (PPAT) bernama Ina Rosiana dan Erwin Ridwan juga ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah itu.
Mereka dijerat Pasal 263, 264, 266, dan 372 KUHP tentang Penipuan dan Pemalsuan Dokumen.
Penyidik juga menerapkan Pasal 3, 4 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Nasib malang dialami Ng Jen Ngay, seorang tukang servis AC di Jalan Kemenangan, Tamansari, Jakarta Barat.
Pada 2017, ia tiba-tiba dipanggil polisi atas laporan pria tak dikenal bernama AG.
"AG mengaku membeli rumah tersebut dari Jen Ngay. Padahal, Jen Ngay tidak pernah melakukan transaksi jual beli itu," jelas penasihat hukum Jen Ngay, Aldo Joe, 12 November 2021.
Belakangan diketahui, AG melakukan transaksi pada 2014 dengan pria bernama HG alias Agem yang mengaku sebagai pemilik rumah. Jual beli dilakukan tanpa pengecekan rumah.
Baca juga: Kaleidoskop 2021: Polemik Formula E Jakarta 2022, Sempat Ditunda, Kini Kejar Tayang
Pada Mei 2018, AG mendatangi rumah Jen Ngay dan memaksa mereka keluar dari rumah yang sudah ditempati keluarga Jen Ngay sejak 1990.
"Jika tetap tinggal di situ, mereka minta uang Rp 2 miliar, kalau enggak salah, dicicil," kata Aldo.
"Pada Juni, akhirnya pihak keluarga mencicil. Bayar Rp 10 juta," lanjut dia.