TANGERANG, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menganggap, ditetapkannya enam buruh di Banten sebagai tersangka usai menggeruduk kantor Gubernur Banten adalah tindakan berlebihan.
Enam buruh ditetapkan sebagai tersangka usai kuasa hukum Gubernur Banten melaporkan aksi penggerudukan itu ke Polda Banten pada 24 Desember 2021.
Ubedilah menganggap penetapan tersangka itu berlebihan sebab Wahidin seharusnya dapat menyelesaikan soal penggerudukan itu dengan cara lain.
"Gubernur Banten berlebihan karena perkara yang menyangkut kerugian material, dalam perkara pendudukan itu, itu kan bisa didialogkan," paparnya kepada Kompas.com, Rabu (29/12/2021).
Baca juga: KSPI Akui Buruh Salah karena Duduki Kursi Gubernur Banten Saat Demo UMK
"Jadi jangan apa-apa dilaporkan, diperkarakan di meja hukum, nanti ujung-ujungnya dipenjara," sambung dia.
Ubedilah menegaskan, seorang pemimpin hadir untuk menciptakan keadilan.
Cara untuk mewujudkan keadilan tidak harus membawa sebuah perkara ke meja pengadilan.
Menurut dia, banyak cara yang lebih tepat untuk menyelesaikan permasalahan itu.
"Ada cara-cara yang lebih kultural, yang lebih pancasilais. Di antara cara itu adalah bermusyawarah," katanya.
Wahidin seharusnya dapat menyelesaikan soal penggerudukan itu dengan cara memanggil para buruh yang menggeruduk kantornya.
Baca juga: Buruh Disebut Memiting Staf Pemprov Banten, Serikat Pekerja: Bukan Dipiting tapi Dirangkul
Wahidin lantas bertanya mengapa buruh sampai berani menduduki kantornya.
Seorang gubernur, menurut dia, harus siap menghadapi segala kritikan termasuk aksi penggerudukan yang terjadi.
"Saya kira solusi apa yang dilakukan oleh Pemda Banten dengan menentukan tersangka itu, itu cara menyelesaikan yang buruk di dalam perkara upah buruh," imbuhnya.
Ubedilah menambahkan, sikap Wahidin yang melaporkan aksi itu ke kepolisian adalah cara yang tidak modern dan termasuk cara yang cenderung kolonian.
Wahidin, kembali ditegaskan oleh Ubedilah, seharusnya mengedepankan diskusi, dialog, hingga negosiasi.
"Dan itu (dilaporkan ke polisi), bahkan cara yang tidak modern ya dalam menyelesaikan perkara. Itu (dilaporkan ke polisi) cara kolonial sebenarnya. Ini negara sudah modern," papar Ubedilah.
Baca juga: Sidak Lokasi Sirkuit Formula E di Ancol, Komisi B: Ini Kan Bekas Tempat Buangan Lumpur...
"Cara-cara modern itu cara rasional. Cara rasional itu berdiskusi, berdialog, negosiasi, argumentasi. Itu yang penting dilakukan seorang gubernur," lanjut dia.
Keenam buruh yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Banten berinisial AP (46), SH (33), SR (22), SWP (20), OS (28), dan MHF (25).
AP, SR, SWP, dan OS merupakan warga Kabupaten Tangerang, Banten. Kemudian, SH warga Cilegon, Banten, dan MHD warga Pandeglang, Banten.
AP, SH, SR, dan SWP disangkakan melanggar Pasal 207 KUHP tentang Sengaja di Muka Umum dengan Lisan atau Tulisan Menghina Sesuatu Kekuasaan.
Di sisi lain, empat tersangka itu tidak ditahan.
Kemudian, OS dan MHF disangkakan Pasal 170 KUHP tentang Pengerusakan.
Ancaman pidana penjara OS dan MHF selama lima tahun enam bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.