Sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut “UU 12/ 2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya disebut “UU 15/ 2019”) sebagai berikut :
“(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.”
Dengan mempertimbangkan ketentuan di atas, Kepgub 1517/2021 memang masih dapat diakui keberadaan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dikarenakan mendasarkan pada UU 23/2014 tentang Pemda.
Namun Penulis tetap menyatakan kurang tepat jika dijadikan dasar dalam isu pengupahan.
Pasalnya, jelas diatur bahwa PP 36/ 2021 yang menjadi dasar ketentuan pengupahan yang berlaku saat ini.
Keenam, menimbulkan ketidakpastian dalam hubungan industrial dan menjadi contoh (kurang baik) bagi daerah lainnya.
Setidaknya, setelah Kepgub 1517/ 2021 terbit, terjadi unjuk rasa pekerja terkait upah minimum di Banten yang menuntut untuk merevisi keputusan gubernur yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Keputusan Gubernur tersebut telah berdasarkan PP 36/2021. Penulis apresiasi sikap tegas dari Gubernur Banten Wahidin Halim perihal upah minimum 2022.
Berdasarkan uraian di atas, ada sejumlah catatan terkait polemik UMP DKI 2022.
Upaya perbaikan kesejahteraan yang tidak mengindahkan hukum sebaiknya tidak terulang kembali.
Dua prinsip good governance, yakni kepastian hukum dan keadilan semestinya dapat berjalan selaras dan tidak saling bertentangan.
PP 36/ 2021 selayaknya mendapat penghormatan untuk dipatuhi. Apabila ada pihak yang tidak puas atas pemberlakuannya dapat menempuh upaya hukum yang ada, termasuk melakukan usulan revisi PP, bukan melakukan demo atau pun unjuk rasa yang malah merugikan dan menjadi preseden tidak baik bagi iklim investasi.
Penulis memberikan apresiasi kepada APINDO maupun pihak lainnya yang sudah menempuh upaya hukum, yakni menyampaikan gugatan Nomor 11/G/2022/PTUN.JKT tertanggal 13 Januari 2022 melalui PTUN Jakarta atas ketidaksetujuan yang terjadi.
Putusan PTUN Jakarta nantinya sebaiknya dijalankan dengan penuh itikad baik guna menciptakan dan menjaga iklim kerja yang kondusif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.