JAKARTA, KOMPAS.com - Gelaran Formula E yang menjadi salah satu program Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih terus berada dalam pusaran polemik.
Terbaru, ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kehormatan (BK) DPRD DKI terkait Formula E
Pras, sapaannya, datang ke lembaga antirasuah dengan membawa sejumlah dokumen terkait anggaran, mulai dari dokumen kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS), rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI, sampai dokumen APBD DKI untuk diserahkan kepada penyidik KPK.
Setelah diperiksa KPK, Pras mengatakan bahwa dirinya ditanya belasan pertanyaan terkait permasalahan anggaran Formula E.
Salah satu yang jadi sorotan ialah soal uang commitment fee. Kepada KPK, Pras menyampaikan bahwa commitment fee Rp 560 miliar dibayarkan Pemprov DKI Jakarta sebelum APBD Perubahan DKI Jakarta tahun 2019 disahkan.
"Jadi ada anggaran yang sebelum menjadi Perda APBD itu sudah ijon kepada Bank DKI, senilai Rp 180 miliar," ucapnya di gedung KPK, Selasa (8/2/2022).
Ia pun menilai, mekanisme pembayaran commitment fee yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menyalahi aturan.
"Dalam perundang-undangan, setelah menjadi Perda APBD baru (pembayaran) itu bisa dilakukan. Ini kan enggak, tanpa konfirmasi kita, dia langsung berbuat sendiri," ujarnya.
Pras juga mengaku tidak diberi tahu soal pengajuan kredit kepada Bank DKI untuk pembayaran commitment fee Formula E. Hal ini baru terungkap setelah foto salinan surat kuasa yang diterbitkan Anies kepada Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Ahmad Firdaus untuk mengajukan kredit pinjaman kepada Bank DKI viral di media sosial.
"Saya juga tidak diberi tahu oleh gubernur dan dia membuat commitment fee yang pertama itu," tuturnya.
Pras mengatakan, commitment fee yang dibayar Jakarta paling besar dibandingkan negara-negara lain. Kata dia, penyelenggaraan Formula E di Montreal, Kanada, hanya dikenai biaya nomination fees for the City of Montreal Rp 1,7 miliar dan race fees Rp 17 miliar, sehingga totalnya Rp 18,7 miliar.
Usai diperiksa KPK, Pras pun diperiksa oleh BK DPRD DKI lantaran dilaporkan telah melanggar kode etik dan tata tertib dalam melaksanakan rapat paripurna terkait interpelasi Formula E.
Baca juga: Survei Populi Center: 50,1 Persen Masyarakat Jakarta Yakin Formula E Akan Dongkrak Perekonomian
Dia dilaporkan oleh tujuh fraksi penolak hak interpelasi Formula E, yakni Golkar, Nasdem, Demokrat, Gerindra, PAN, PPP-PKB, dan PKS pada 28 September 2021, sesaat setelah sidang paripurna interpelasi Formula E digelar.
Ketujuh fraksi menuduh Prasetio melanggar administrasi rapat Badan Musyawarah (Bamus) dalam menjadwalkan sidang paripurna interpelasi.
Saat menjalani pemeriksaan, Pras menegaskan bahwa dirinya tidak melanggar tata tertib sebagai ketua DPRD DKI yang ikut mengajukan dan menerima permohonan interpelasi terkait Formula E.
Sebab, ia menerima tanda tangan 33 anggota Dewan yang mengajukan hak interpelasi untuk mempertanyakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Formula E.
"Bahwasannya kami sebagai anggota Fraksi PDI-P dengan Fraksi PSI menandatangani. 33 orang mengusulkan interpelasi ke ruangan kerja kami sebagai ketua DPRD DKI," kata Pras, Rabu (9/2/2022).
"Di dalam permasalahan tersebut, saya tidak merasa menyalahi aturan tatib. Sebagai ketua DPRD, mendapatkan 33 anggota dewan yang mempertanyakan hasil audit BPK mengenai Formula E. Di situ dinyatakan ada satu kerugian, di temuan itu," ujar dia.
Baca juga: Soal Interpelasi Formula E, Ketua DPRD DKI Yakin Tak Langgar Tata Tertib
Kemudian, usul tersebut dibawa ke rapat Bamus pada 27 September 2022. Pada saat itu, menurut Prasetio, Ketua Badan Kehormatan DPRD DKI Achmad Nawawi juga ikut dalam rapat tersebut.
"Saya mempertanyakan, kalian mempertanyakan kepada saya, karena ini ada bukti otentik 33 anggota DPRD dari Fraksi PDI-P dan Fraksi PSI, meminta penjelasan ke Pak Gubernur. Pertanyaan saya, salah saya di mana?" tutur Pras
Saat diperiksa BK, Prasetio juga sempat berdebat dengan Wakil Ketua BK DPRD DKI Oman Rakinda berkait surat undangan rapat paripurna interpelasi Formula E.
Awalnya Oman menanyakan kapan surat undangan rapat paripurna interpelasi dikeluarkan dan diedarkan kepada peserta rapat.
"Kapan surat itu diterbitkan dan kapan diedarkan pada peserta atau anggota Bamus? Kebiasaan kita di Bamus, jika ada usulan baru, tidak langsung hari itu, tapi diagendakan berikutnya," tanya Oman.
Prasetio langsung menjawab bahwa Bamus adalah badan untuk merencanakan agenda DPRD dan agenda yang dilakukan bisa bertambah atau berkurang.
Baca juga: Diminta Jelaskan soal Rapat Interpelasi Formula E, Ketua DPRD DKI: Salah Saya di Mana?
"Tiba-tiba di dalam rapat (Bamus) ada usulan. Saya pertanyakan kepada Badan Musayawarah apakah ini disetujui? Setuju. Saya tanya dua kali. Saya ketok," jawabnya.
Pras juga menegaskan bahwa banyak fraksi, termasuk anggota BK, yang hadir dalam rapat Bamus kala itu. Anggota dari Fraksi Gerindra, Nasdem, hingga PKS hadir dalam rapat Bamus, yang salah satu agendanya adalah menjadwalkan rapat paripurna interpelasi Formula E.
Oman pun berusaha untuk meluruskan maksud pertanyaannya, yakni soal kapan surat udangan rapat paripurna interpelasi dibuat dan diedarkan.
Namun, belum selesai Oman menyampaikan pertanyaannya, Pras sudah langsung menyelaknya.
"Hari itu kalau disetujui jalankan, dan ini paripurna interpelasi. Kalau enggak disetujui, enggak akan mungkin ada surat nyelonong," jawab Pras.
"Kapan terbitnya surat itu?" tanya oman lagi. "Setelah disetujui dan diketok untuk mengagendakan paripurna," balas prasetyo.
Pras juga mengaku miris atas pelaporan dirinya ke BK. Menurut dia, belum pernah ada ketua DPRD yang dilaporkan ke BK.
"Saya miris sebagai pimpinan. Saya menangis sebagai pimpinan, sedih saya. Baru pertama kali di DPRD, se-Indonesia, ada Ketua DPRD di-BK-kan, dilaporkan," kata Pras
Pras menilai, pemanggilannya oleh BK akan menjadi contoh yang kurang baik untuk periode berikutnya. Selain itu, ia mempermasalahkan anggota BK yang hadir dalam rapat Bamus terkait interpelasi tidak melakukan interupsi.
"Ada ketua BK, anggota BK, ada semuanya di situ kok. Kenapa saat itu, interupsi kan bisa. Itu bukan direkayasa juga kok, jadi saya minta kepada teman-teman, dewasalah dalam berparlemen," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.