Besaran tarif pembunuh bayaran terungkap usai polisi menangkap 12 tersangka.
Irjen Pol Nanan Sudjanan, yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya, menjelaskan bahwa NL meminta R alias M, suami sirinya mencari cara membunuh Sugianto lantaran kesal sering dimaki dan dilecehkan.
Motif lain, NL yang bekerja di bagian administrasi keuangan takut lantaran ketahuan menggelapkan uang pajak kantor.
NL pertama meminta bantuan suami sirinya pada 20 Maret 2020.
“Sekitar bulan Maret tanggal 20, si pelaku (NL) menyampaikan kepada R alias M tetapi tidak dihiraukan,” kata Nanan saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Senin (24/8/2020).
Nana menambahkan, NL kembali meminta bantuan suami sirinya pada 4 Agustus, setelah mendapat ancaman dari korban.
NL ketahuan menggelapkan pajak perusahaan. Korban mengancam akan melaporkan pelaku ke Kepolisian.
“Yang bersangkutan (NL) ada di dalam ancaman korban sehingga minta korban dieksekusi,” tambah Nana.
M kemudian mencari kelompok pembunuh bayaran. Sementara NL menyiapkan uang Rp 200 juta untuk membunuh bosnya.
Pada 4 Agustus, NL mengirimkan Rp 100 juta dari rekening miliknya ke rekening M.
Sementara Rp 100 juta diberikan secara tunai pada 6 Agustus 2020. Pembunuhan kemudian dilakukan oleh dua eksekutor lapangan.
Setelah penyelidikan, polisi menangkap 12 orang. Selain NL dan suami sirinya, tersangka lain adalah DM alias M, SY, S, MR, AJ, DW, R, RS, TH dan SP.
Setiap tersangka memiliki peran masing-masing, mulai penjual senjata hingga pengantar senjata tersebut.
Bergeser ke Kota Tangerang, korban selanjutnya dari pembunuh bayaran adalah paranormal berinisial A.
Korban tewas ditembak tepat di depan rumahnya di Jalan Nean Saba, Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang pada 18 September 2021.
Baca juga: Fakta Pembunuhan Paranormal di Tangerang: Berawal Selingkuh hingga Sewa Pembunuh Bayaran
Polisi saat itu baru menangkap tiga dari empat pelaku inisial M, K dan S. Sedangkan seorang pelaku lain masih diburu.
Ketiga pelaku itu ditangkap di kawasan Serang, Banten, kurang dari sepekan setelah kejadian. Saat itu mereka berencana melarikan diri ke daerah Sumatera.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menegaskan, korban A merupakan seorang paranormal yang kerap mengobati orang.
A kerap disebut ustadz setelah ditunjuk sebagai ketua majelis taklim. Namun, korban tidak pernah mengajar mengaji atau ilmu agama.
"Jadi dia dipanggil ustadz oleh lingkungan sekitarnya karena dia menjadi ketua majelis taklim. Tapi dia tidak mengajarkan mengaji dan ilmu agama," kata Tubagus di Polda Metro Jaya, Selasa (28/9/2021).
Kombes Yusri Yunus, saat itu menjabat Kabis Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan awal mula kasus pembunuhan ini.
Dia menyebut, permasalahan korban dengan salah satu keluarga pasien yang pernah diobatinya itu terjadi pada tahun 2010.
Belakangan diketahui korban berselisih dengan pelaku M. Perselisihan bermula saat istri M mendatangi korban untuk memasang susuk.
Namun pada proses pemasangan susuk, istri M diketahui selingkuh dengan korban.
M mengetahui usai menerima pesan singkat dari seseorang bahwa istrinya berselingkuh dengan korban.
Bahkan istri M dan korban bahkan pernah melakukan hubungan badan di rumah dan di salah satu hotel kawasan Tangerang.
"Dua tahun terakhir, istrinya suruh mengaku (oleh M), tapi belum ada pengakuan. Saat M mau menunaikan haji, baru istrinya mengaku, betul saat dia berobat dengan rayuan terjadi di rumah A dan juga berpindah ke hotel di Tangerang," kata Yusri.
Kala itu, M geram kepada korban usai istri mengakui perbuatannya. Terlebih lagi, M mengetahui kakak iparnya diduga turut menjadi korban.
Yusri mengatakan, saat itu M yang dendam kepada korban mulai merencanakan pembunuhan.
M yang merupakan pengusaha angkutan umum kemudian menyewa pembunuh bayaran melalui perantara pelaku Y.
Y mengenali M kepada dua eksekutor, K dan S, untuk menghabisi nyawa korban.