Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Syahril Ngotot Kerja di Papua hingga Tewas Ditembak KKB, Kekhawatiran Keluarga yang Jadi Nyata

Kompas.com - 09/03/2022, 07:26 WIB
Ihsanuddin

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu diantara delapan korban penembakan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua, Syahril (22), ternyata sempat dilarang bekerja di tanah cenderawasih oleh keluarganya.

Kendati dilarang, Syahril tetap nekat berangkat tanpa memberi tahu orang tua dan saudaranya.

Naas, Syahril pun menjadi salah satu  korban penembakan KKB Papua di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua pada Rabu (2/3/2022).

Baca juga: 8 Pekerja yang Tewas Ditembak KKB Papua Berhasil Dievakuasi dengan Helikopter

Ayah Syahril, Sawaludin (62), menegaskan sejak awal ia tak mengizinkan anaknya itu bekerja di Papua karena situasi yang rawan.

"Dia izin mau kerja di Papua saat itu. Tapi saya larang," kata Sawaludin, saat ditemui di rumah duka, Gang Gatep, Mangga Dua, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022), seperti dilansir dari Tribun Jakarta.

"Jangan, di sana (Papua) bahaya, di sana kan daerah konflik," ucap Sawaludin menasihati Syahril.

Baca juga: [POPULER JABODETABEK] Kekhawatiran Setelah Syarat Tes PCR/Antigen Dihapus | Perempuan di Depok Dibekap Pria Tak Dikenal

Namun, rupanya Syahril tak putus asa dan tetap mencari cara demi bisa kerja di Papua. Satu bulan kemudian, Syahril akhirnya berangkat ke Papua meski tak berterus terang dari awal dengan keluarganya.

Adapun Sawaludin mengira anaknya itu hendak berlibur ketika hendak berangkat ke Papua.

"Pak, tolong ambilin tas dan baju," kata Syahril ke Sawaludin.

"Mau jalan-jalan ke mana," balas sang ayah.

"Saya mau ke Papua," beber Syahril.

"Kamu pikir dua kali coba, itu kan daerah konflik. Udah kerja di sini saja," tegas Sawaludin.

"Sudah dibelikan tiket," ujar Syahril.

Baca juga: Sejumlah Saluran Air di Jakarta Tercemar Sampah Makanan

Setibanya di Bumi Cenderawasih, Syahril baru berterus terang mengenai pekerjaannya. 

"Pak, saya sudah sampai Papua. Saya sudah kerja di bagian lapangan, tapi di bawah" terang Syahril.

Syahril pun sempat mengirim beberapa foto saat berada di Papua. Foto tersebut memperlihatkan alat-alat material di tempat sang anak bekerja.

Syahril bekerja untuk PT Palapa Timur Telematika (PTT).

Syawaludin yang baru tahu belakangan pun hanya bisa pasarah dan mengingatkan anaknya itu untuk menjga diri.

"Ya sudah, hati-hati," kata Sawaludin.

Baca juga: Maraknya Kejahatan Jalanan di Jabodetabek yang Jadi Atensi Kapolda Metro Jaya...

Kirim Gaji ke Keluarga

Kakak Syahril Nurdiansyah, Sandri Purnomo (25), mengatakan bahwa adiknya tak cerita bahwa dia ingin bekerja di Papua. Kata Sandri, Syahril baru mengabarinya ketika sudah berada di Papua.

Keduanya pun berkomunikasi dengan video call sekadar bertanya kabar.

"Untuk kerja di sana kami dari keluarga nggak ada yang mengetahui. Tahunya ketika adik saya sudah sampai di sana," jelas Sandri.

Baca juga: Anies Ajukan Banding atas Putusan PTUN Terkait Gugatan Korban Banjir soal Kali Mampang

Sandri menyebut sang adik baru bekerja di Papua sejak sekitar empat bulan lalu. Sejak bekerja disana, Syahril yang merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara itu kerap mengirimmkan sebagian gajinya kepada orang tua dan kakak-kakaknya.

Meski demikian, Sandri menegaskan, sebenarnya pihak keluarga tidak pernah mendukung Syahril bekerja di Papua. Sandri menyebut seandainya dia tahu adiknya itu mau kerja di Papua, dia pasti akan melarangnya.

"Keluarga tahu pas udah sampai di sana. Dan kalaupun dia cerita mau berangkat ke sana, kami abang-abangnya pasti ngelarang," kata Sandri. 

"Karena sebelumnya abang saya tahu juga di Papua sering terjadi konflik antara TNI dan warga di sana," sambungnya. 

Baca juga: Anggaran Sirkuit Formula E Membengkak, M Taufik: Itu Kan Bukan Dana DKI, Kenapa Ribet?

Kekhawatiran Keluarga yang Jadi Kenyataan

Pada tanggal 3 Maret 2022, sejumlah media massa memberitakan adanya penyerangan di Distrik Beoga, Puncak, Papua.

Delapan orang pekerja yang sedang memperbaiki tower dilaporkan tewas dalam peristiwa itu.

Pihak keluarga pertama kali mengetahui kabar tersebut dari berita di internet.

"Tiba - tiba pas saya buka internet ada berita kejadian di Papua. Saya awalnya nggak percaya terus saya hubungin abang saya yang tertua cari info apa benar," kata Sandri.

Baca juga: Pembangunan Sirkuit Formula E Capai 52 Persen, Anggaran Membengkak Rp 10 Miliar

Mulanya ia baru melihat inisial S dari daftar korban meninggal dunia.

Pihak keluarga kemudian mencari tahu kebenaran informasi tersebut, hingga mendapati nama Syahril Nurdiansyah jadi salah satu korban meninggal dunia.

"Saya syok juga adik saya jadi korban. Ketika sudah cari tahu info semuanya ada nama adik saya," ucapnya.

Sandri mengatakan saat ini pihak keluarga hanya ingin almarhum Syahril bisa dimakamkan secara layak. Informasi terakhir, jenazah diperkirakan tiba di rumah duka pada Rabu pagi ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Syahril, Korban Tewas KKB, Sempat Dilarang Kerja di Papua, sang Ayah: Bahaya karena Daerah Konflik"

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com