Widodo mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan usulan tersebut secara lisan kepada Pemprov DKI Jakarta.
Setelah investigasi menyeluruh dilakukan, ujar dia, maka PT KCN pun akan bersurat secara resmi kepada beberapa stakeholder terkait.
Tak ada keluhan warga
Widodo mengatakan, sejak pihaknya mulai melakukan bongkar muat batu bara di Marunda pada tahun 2012, sama sekali tidak ada keluhan dari warga.
Hal tersebut pula yang membuat PT KCN curiga bahwa ada oknum yang mempermainkan isu pencemaran debu batu bara untuk menjatuhkan PT KCN.
"Kami bongkar batu bara ini sejak 2012, 10 tahun lalu. Selalu tidak ada keluhan atau surat langsung dari warga ke kami selama ini," kata Widodo.
Karena sebagian saham PT KCN dimiliki oleh pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta, kata Widodo, maka ia berani memastikan bahwa PT KCN tak melanggar ataupun melawan kebijakan pemerintah.
Pihaknya menduga, ada oknum yang sengaja membingkai PT KCN sebagai pencemar lingkungan dan membenturkannya dengan Pemprov DKI Jakarta.
"Pemprov DKI adalah pemegang saham kami. Kami tidak mungkin melanggar atau mau melawannya, tetapi ada pihak-pihak yang memang mencoba mengambil keuntungan dari permasalahan ini," kata dia.
Lebih lanjut Widodo juga menegaskan bahwa selama bongkar muat batu bara dilakukan PT KCN, tidak ada satu pun karyawan yang mengeluhkan kesehatanya bahkan hingga mengganti kornea mata.
Hal itu menyusul adanya kasus seorang murid sekolah satu atap di kawasan Rusun Marunda yang matanya bermasalah hingga korneanya harus diganti, diduga akibat paparan debu batu bara dari aktivitas PT KCN.
"Tetapi kan ini perlu adanya pembuktian," kata dia.
Oleh karena itu, PT KCN pun membentuk tim investigasi untuk membuktikan apakah pencemaran debu batu bara di Marunda tersebut memang berasal dari kegiatan PT KCN.
Pertanyakan sanksi
Menurut Widodo, PT KCN masih memiliki hal-hal yang dipertanyakan dari 32 item sanksi yang dikenakan kepada mereka terkait pencemaran debu batu bara di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.
"Terkait sanksi, sebetulnya kamu sudah menunjuk konsultan dan kami sudah bersurat bahwa ada hal-hal yang masih dipertanyakan dari 32 hal tersebut karena kami ingin jelas terkait dasar," ujar Widodo.
Meski tak merinci apa yang dipertanyakan, tetapi Widodo memastikan konsultan tersebut akan mengarahkan mana sanksi yang bisa dijalankan dan yang tidak.
Baca juga: Cemari Kawasan Marunda dengan Abu Batu Bara, PT KCN Diharuskan Perbaiki 32 Item
Menurut dia, sanksi-sanksi yang diberikan kepada PT KCN dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta lebih kepada pemenuhan kewajiban regulasi.
"Kalau regulasi ini sebetulnya kan tidak bisa kita melihatnya antara regulasi dan dampak. Regulasi walaupun tidak ada pencemaran tetap harus dijalankan karena itu kewajiban," kata dia.
"Kami sudah ada konsultan dan sudah mengikuti apa yang memang sanksi bisa dijalankan dan mana sanksi yang menurut kami tidak bisa dijalankan," lanjut Widodo.
Menurut dia, dalam penanganan isu pencemaran debu batu bara tersebut tidak bisa dilakukan secara parsial.
Widodo menilai, penyelesaiannya harus menyeluruh kepada seluruh pihak pelaku usaha.
Apalagi, pelabuhan yang beraktivitas serupa di KBN tidak hanya PT KCN saja sehingga perlu pembuktian apakah pencemaran debu batu bara tersebut benar dari PT KCN.
Sanksi terhadap PT KCN diberikan karena warga di Rusun Marunda terkena dampak pencemaran debu batu bara yang disebut berasal dari PT KCN.
Sebab, lokasi PT KCN cukup dekat dengan kawasan tersebut. Akibat pencemaran tersebut, sejumlah warga Rusun Marunda mengaku mengalami masalah kesehatan seperti gatal hingga gangguan saluran pernapasan.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pun memberikan sanksi kepada PT KCN atas pencemaran itu.
Terdapat 32 item sanksi atau rekomendasi yang harus dijalankan PT KCN. Salah satu sanksinya yakni, membuat tanggul setinggi 4 meter pada area stockpile atau penimbunan batu bara, paling lambat 60 hari.
Pembangunan tanggul ini bertujuan untuk mencegah debu batu bara berdampak ke permukiman masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.