Dakwaan yang ditolak kubu Priyanto yaitu dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penculikan.
"Menyatakan bahwa terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," ujar Aleksander membacakan pleidoi.
Kuasa hukum juga memohon kepada majelis hakim agar hukuman terhadap kliennya diringankan.
"Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya. Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya," kata Aleksander.
Aleksander mengatakan, Priyanto telah berusaha menjalani proses hukum dengan sikap baik.
"Terdakwa tetap tegar menghadapi hari-hari dalam menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa," ujar Aleksander.
Aleksander juga meminta hakim melihat pengabdian Priyanto untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Akibat operasi itu, Priyanto mendapatkan tanda jasa setya lencana kesetiaan delapan tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan setya lencana seroja.
"Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor Timor. Terdakwa belum pernah dihukum," kata Aleksander.
Aleksander menambahkan, terdakwa sangat sopan dan sangat mengindahkan tata krama militer, sangat berterus terang, tidak bertele-tele dan sangat kooperatif selama persidangan.
"Terdakwa merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga sehingga masih mempunyai beban tanggung jawab terhadap empat orang anak yang cukup berat bagi terdakwa beserta keluarganya. Terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi," ujar Aleksander.
Priyanto mengaku bersalah
Priyanto mengaku bersalah karena telah membuang Handi dan Salsabila. Itu disampaikannya saat sidang pleidoi, 10 Mei 2022.
"Kami sangat menyesali apa yang kami lakukan, dan kami sangat merasa bersalah, sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI AD," kata Priyanto.
Ia juga mengungkapkan belum sempat meminta maaf kepada keluarga korban.