Bahkan pada saat pandemi, dana desa tidak mengalami penyusutan dan justru semakin meningkat.
Lantas pertanyaannya, pada kondisi pascapandemi, apakah dana desa mampu mempercepat penurunan kemiskinan di perdesaan? Atau, apakah terjadi refocusing anggaran dana desa sebagai imbas adanya pandemi kemarin?
Meminjam konsep lingkaran kemiskinan Nurkse, proses pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan tidak dapat berjalan secara autopilot.
Terlepas dari ada atau tidaknya dorongan dan bantuan dari pihak lain, penduduk miskin memang dituntut harus mampu berjalan dengan kakinya sendiri.
Hasil riset SMERU Institute menyatakan bahwa anak dari keluarga miskin cenderung tetap menjadi miskin ketika telah dewasa.
Namun di tengah pandemi yang sempat menghantam, peran pemerintah menjadi semakin dinanti.
Tidak hanya dituntut untuk selalu menurunkan kemiskinan, kebijakan untuk menanggulangi pandemi beserta upaya pencegahannya wajib dilakukan pemerintah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan refocusing anggaran menjadi prioritas setiap daerah. Nampaknya opsi tersebut sangat wajar bagi pengambil kebijakan, karena kinerja pemerintah saat pandemi adalah rendahnya kasus penduduk yang terjangkit virus COVID-19.
Menilik data dana desa pada tahun 2021, kondisi pascapandemi yang diyakini menjadi tahun endemi, rata-rata dana desa yang telah masuk ke RKdes adalah lebih dari Rp 64 triliun dari total pagu hampir menyentuh Rp 72 triliun.
Ditinjau dari nilai rata-ratanya, setiap desa di 33 provinsi (mengecualikan Jakarta yang tidak memiliki desa) menerima pagu anggaran sebesar Rp 960 miliar.
Jawa Tengah menjadi provinsi dengan pagu dana desa terbesar, yaitu Rp 8,1 triliun. Sedangkan Kepulauan Riau adalah provinsi dengan pagu dana desa paling sedikit, yakni Rp 276 miliar.
Dua daerah tersebut menempati posisi teratas dan juru kunci sebab memiliki desa yang paling banyak dan sedikit, 7.809 desa dan 275 desa.
Dikaitkan dengan prestasi penurunan kemiskinan di perdesaan, baik Jawa Tengah dan Kepulauan Riau sudah menunjukkan capaian yang patut diapresiasi.
Masing-masing memiliki tingkat kemiskinan perdesaan sekitar 12,44 persen dan 10,45 persen. Relatif lebih kecil dibandingkan daerah lain yang mencapai 13,05 persen.
Perhatian khusus nampaknya perlu diberikan kepada provinsi dengan tingkat kemiskinan perdesaan yang ekstrem.