Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Monumen Kemanusiaan Kampung Susun Cakung

Kompas.com - 02/09/2022, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI sisi kiri pintu gerbang masuk Kampung Susun Tumbuh Produktif Cakung, Jakarta Timur, tampak berdiri sebuah monumen kemanusiaan dalam bentuk patung seekor kucing.

Patung kucing itu duduk sambil mata memandang ke arah para pengunjung kawasan kampung susun yang dibangun Pemprov DKI Jakarta khusus bagi para warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang pada tanggal 28 September 2016 digusur atas nama pembangunan infrastruktur.

Pada bagian bawah penyangga patung kucing sebagai tokoh monumen kemanusiaan tersebut, tertulis teks prasasti sebagai berikut, “MONUMEN KEMANUSIAAN 28 September 2016 di kawasan Bukit Duri, seekor kucing bernama Libi menyaksikan betapa manusia menggusur tanah dan gubuk milik sesama manusia secara sempurna melanggar hukum, hak asasi manusia, Agenda Pembangunan Berkelanjutan, UUD 1945 serta sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”.

Baca juga: Kampung Susun Cakung, Rumah Baru Warga yang Digusur dan Sosok Libi sebagai Simbol Perjuangan

Monumen kemanusiaan tersebut dipersembahkan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan kepada bangsa Indonesia. Persembahan itu diiringi permohonan agar jangan sampai peristiwa tragedi kemanusiaan yang telah terbukti terjadi bukan hanya di Bukit Duri, melainkan juga di Kalijodo, Kalibata, Pasar Akuarium, Tulang Bawang, Kulon Progo, Kendeng, Kanipan, Wadas, Buol, Papua, dan lain-lain tempat dan waktu, kembali berulang terjadi di persada Nusantara tercinta nan indah permai gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja ini.

Tak perlu diragukan lagi bahwa tujuan pembangunan infrastruktur sangat mulia, yaitu bukan untuk menyengsarakan, melainkan justru menyejahterakan rakyat. Demi mendukung upaya menyejahterakan rakyat itulah maka Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) telah resmi memaklumatkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang disepakati para negara anggota PBB termasuk Indonesia sebagai pedoman penatalaksanaan pembangunan planet Bumi abad XXI tanpa merusak alam serta tanpa menyengsarakan masyarakat adat dan rakyat miskin.

Saya pribadi siap menjadi saksi hidup bahwa tidak kurang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah berulang kali menegaskan bahwa beliau tidak menginginkan penggusuran rakyat miskin kembali terjadi di Indonesia. Sebab, Jokowi sendiri sudah tiga kali di masa remaja di Solo, secara langsung merasakan betapa berat penderitaan akibat digusur atas nama pembangunan infrastruktur.

Berarti, dengan berbekal pedoman Agenda Pembangunan Berkelanjutan serta penegasan kemanusiaan Presiden Jokowi, sebenarnya para penata laksana pembangunan infrastruktur di Indonesia pasti mampu jika mau menatalaksanakan tugas sangat mulia mereka tanpa harus merusak alam dan tanpa harus menyengsarakan masyarakat adat dan rakyat miskin.

Jika mau, pasti mampu. Jika ternyata tidak mampu, berarti masalahnya adalah sekadar tidak mau belaka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com