JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, mengeluhkan dampak pencemaran debu batu bara.
Pengamatan Kompas.com, tampak debu batu bara berwarna hitam mengotori lantai rusunawa, terutama di lantai empat dan lima.
"Iya, kalau pintunya dibuka, debunya langsung masuk ke dalam rumah. Terus kalau menjemur baju, debunya nempel di baju," ujar salah seorang warga, Laila, saat ditemui, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Warga Marunda Kembali Terdampak Pencemaran Debu Batu Bara
Selain itu, Laila juga khawatir dengan kondisi kesehatan kedua anaknya yang sensitif terhadap debu.
"Anak-anak juga batuk dan pilek kalau kena debu ini (batu bara)," tutur perempuan berusia 31 tahun itu.
Menurut Laila yang sudah tinggal selama lima tahun di Rusunawa Marunda, polusi debu batu bara tahun ini merupakan yang terparah.
Jika biasanya dia hanya sekali atau dua kali membersihkan rumah, saat ini bisa beberapa kali dalam sehari.
Sebelumnya, pengurus Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM), Cecep Supriyadi mengatakan, pencemaran debu batu bara muncul sejak Sabtu (3/9/2022).
Cecep juga mengirimkan sejumlah foto dan video yang menunjukkan debu berwarna hitam di lantai rusunawa.
"Di Rusunawa Marunda dan sekitarnya telah terjadi lagi pencemaran debu (akibat) batu bara," kata pria yang akrab disapa Cepi itu kepada Kompas.com, Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Warga Marunda Terdampak Debu Batu Bara, Anak-anak Alami Batuk hingga Sesak Napas
Cepi menyebutkan, bentuk dan warna debu sama seperti debu yang mencemari Rusunawa Marunda beberapa bulan lalu.
Dalam foto dan video yang dikirimkan Cepi, debu terlihat di blok D3 Rusunawa Marunda, Rumah Si Pitung, hingga RPTRA Si Pitung.
Cepi mengatakan, warga juga melihat ada aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan Marunda, yang berjarak sekitar 500 meter dari Rusunawa Marunda.
"Betul, ada tongkang batu bara yang masuk, tetapi belum tahu perusahaan apa yang melakukan bongkar muat lagi," kata Cepi.
Namun, FMRM belum memastikan sumber pencemaran debu batu bara. Saat ini warga hanya sebatas melaporkan dan menunggu respons dari Suku Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Utara.