Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Betawi, Langgam yang Kini Mulai Pudar dan Terlupakan

Kompas.com - 10/10/2022, 07:30 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tradisi “membatik” di Jakarta memang tidak sepopuler di Pekalongan, Yogyakarta, maupun Surakarta. Meski begitu, sejarah mencatat bahwa Kota Jakarta dan warga Betawi punya cerita sendiri soal langgam Batik Betawi.

Di Jakarta, pabrik batik di masa lampau banyak dimiliki orang Tionghoa. Dalam buku Batik Betawi Koleksi Hartono Sumarsono (2017) disebutkan, Lie Tiang Tjeng pada 1906 tiba di Jakarta dari Ankwe, Tiongkok, untuk bekerja di pembatikan kerabatnya di kawasan Karet, Batavia.

Pembatikan orang Tionghoa diketahui berkembang dari Karet Sawah ke Karet Tengsin, Karet Pedurenan, Karet Kebon Pala, Karet Depan, Karet Kuningan, Palmerah, dan Kebayoran Lama. Daerah Karet berlokasi tak jauh dari Pasar Tanah Abang dan dialiri Kali Krukut. Tempat itu ideal untuk pembatikan.

Dalam wawancara dengan harian Kompas, Ketua Keluarga Batik Betawi Yahya Andi Saputra menuturkan, penggunaan batik di Jakarta sudah terlihat sejak masa Jayakarta. Pada 1900-an, penggunaannya semakin masif karena pengaruh perdagangan dari luar Batavia.

Baca juga: Batik Betawi, Batik Khas Jakarta yang Tak Mengenal Pakem

Munculnya The School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) ikut berpengaruh pada penggunaan batik di Batavia. Perkumpulan pemuda yang berbasis kedaerahan masing-masing menunjukkan identitas dengan gaya berpakaiannya.

Batik semakin populer di Batavia

Batik pun semakin populer dan permintaannya mulai banyak. Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang lantas menjadi sentra penjualan batik.

”Orang-orang pesisiran, seperti Pekalongan dan Cirebon, didatangkan tauke (pedagang keturunan China) untuk membuat batik di sini,” ujar Yahya.

Sentra-sentra pembuatan batik kala itu terkonsentrasi di sekitar Pasar Tanah Abang, seperti Dukuh Atas, Dukuh Bawah, Karet Tengsin, Karet Belakang, Karet Bawah, dan Petunduhan.

Baca juga: Kesenian Betawi Tak Hanya Lenong...

Orang-orang Betawi kaya pun melirik batik, terutama motif pesisiran karena warnanya yang mencolok. Motif tumpal atau segitiga sangat disukai karena menjadi simbol keseimbangan alam semesta.

”Beberapa motif khas Betawi hilang, seperti bambu kuning, gerimis kelapa, sirih embun, dan sirih lamaran,” kata Yahya.

Akhir abad ke-20, sentra pembatikan di pusat kota, seperti Bendungan Hilir dan Karet, tergusur proyek pembangunan infrastruktur. Pabrik batik pun bersalin rupa sebagai kawasan bisnis.

Karena limbahnya dianggap mencemari lingkungan, pembatikan di Bendungan Hilir, Sudirman, Karet, Palmerah, dan Kebayoran Lama pada 1990-an dipindah ke Cibitung, Cikarang, Karawang Timur, Balaraja, Parung Panjang, dan Mauk.

Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Kesenian Betawi

Kini, seiring ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), pamor batik kian populer. Batik skala rumahan muncul kembali di Jakarta

Di Terogong, misalnya, keluarga Agustina Dwi Ariani atau Tina memilih jadi perajin batik Betawi. Tujuannya untuk mempertahankan aset tanah mereka dari ekspansi usaha properti ataupun proyek pemerintah.

Tina menuturkan, kampung Terogong terjepit di antara kawasan elite Pondok Indah dan kawasan bisnis Fatmawati. Terogong selalu diincar pengembang properti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper Terungkap, Korban Ternyata Minta Dinikahi

Megapolitan
Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Tak Cuma di Medsos, DJ East Blake Juga Sebar Video Mesum Mantan Kekasih ke Teman dan Keluarganya

Megapolitan
Heru Budi Usul Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Usul Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke yang Diduga Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Ketika Ketua RW di Kalideres Dituduh Gelapkan Dana Kebersihan lalu Dinonaktifkan Pihak Kelurahan...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com