Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serpong, Kawasan Hutan Karet yang Beralih Menjadi “Hutan Permukiman”

Kompas.com - 11/10/2022, 06:00 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

”Dulu belum ada angkutan. Kami berjalan kaki. Kalau yang ekonominya agak bagus, bisa naik sepeda ontel. Angkutan yang lain, menggunakan rakit melalui Sungai Cisadane. Kalau mau ke Jakarta, naik kereta dari Stasiun Serpong. Kalau mau pulang dan ketinggalan kereta, terpaksa harus jalan kaki semalaman,” tutur Bahrudin mengenang.

Baca juga: Kronologi Perampokan Toko Emas di Mal Kawasan Serpong: Datang, Tembak, Sikat lalu Kabur

Kereta api saat itu masih kereta api uap. Banyak pula orang duduk di atas atap kereta sehingga setiba di tujuan, wajah mereka dipastikan legam terkena asap hitam batubara.

”Lama-kelamaan mulai ada angkutan mobil reo, truk yang membawa pasir dan batu dari Gunung Sindur. Tahun 1958, mulai ada angkutan VC, bekas mobil perang, dibeli masyarakat, diberi tutup terpal, melayani arah Kota Tangerang sampai Serpong dan Gunung Sindur,” ungkap Bahrudin.

Kawasan permukiman strategis

Apang Asmara, warga Kampung Cikareo, Serpong, mengatakan, dulu banyak warga Serpong bekerja di kebun karet sebagai penyadap karet.

Selain komoditas karet, Serpong juga banyak ditanami varietas kelapa kuning pada zaman Orde Baru.

Tahun 1984-1985, pengembang mulai masuk Serpong dan membeli tanah warga untuk dijadikan perumahan. Kini, Serpong dipenuhi permukiman elite dan kawasan komersial.

Saking menjualnya nama Serpong, saat ini perumahan yang lokasinya sudah tidak di Serpong lagi, misalnya di Kecamatan Setu, Gunung Sindur, bahkan Ciseeng (sekitar 15 kilometer dari Serpong), masih menggunakan nama Serpong.

Baca juga: Batik Betawi, Langgam yang Kini Mulai Pudar dan Terlupakan

Beralihnya kebun karet juga mengubah pola transportasi. Kini tersedia berbagai pilihan moda transportasi menuju Serpong.

Selain kereta listrik yang semakin ramai saat jalur ganda beroperasi tahun 2007, juga tersedia jalan tol dan bus transjakarta. Kemudahan akses ini membuat Serpong kian diminati.

Namun, Iging berharap warga asli Serpong tidak hanya menjadi penonton di tengah gemerlap Serpong saat ini.

Dengan harga tanah yang melangit dan biaya hidup yang kian tinggi, warga asli Serpong, yang dahulu memiliki tanah itu, kini terimpit.

”Sekarang banyak yang menyesal. Tetapi, semua sudah terjadi. Semoga saja pemberdayaan bisa dilakukan sehingga warga juga bisa menjadi pemain, pelaku usaha, dan bisa bersaing dengan yang lain,” harap Iging. (Kompas : Amanda Putri Nugrahanti)

Artikel ini telah tayang di harian Kompas dengan judul "Serpong, Hutan Karet yang Beralih Rupa"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com