Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Warga Kampung Bambu Ogah Digusur karena Kompensasi Tak Sesuai Harapan...

Kompas.com - 18/10/2022, 07:33 WIB
Zintan Prihatini,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hunian semipermanen atau bedeng di Kampung Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara, kini rata dengan tanah. Namun, di antara sisa-sisa bedeng yang telah dibongkar, masih berdiri tiga hunian milik warga yang menolak uang kerahiman.

Puji Lestari (58), salah satu warga Kampung Bambu, mengaku tetap bertahan dari pembongkaran bangunan liar di sekitar rel kereta oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Puji mempertahankan hunian bedeng di dekat Jakarta International Stadium (JIS) itu karena menolak jumlah uang kerahiman yang ditawarkan.

"Saya belum sepakat dengan nominal yang ditawarkan untuk pembongkaran, jadi menolak untuk dibongkar," ujar Puji saat ditemui Kompas.com di Kampung Bambu, Senin (17/10/2022).

Baca juga: Kala Warga Kampung Bambu Berharap Uang Kerahiman Lebih Manusiawi agar Mau Digusur PT KAI

Puji berkeberatan dengan jumlah yang ditawarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kepadanya.

Adapun dia ditawari uang kerahiman sebesar Rp 5 juta sebagai kompensasi pembongkaran bedeng.

"Yang ditawarkan dari PUPR Rp 5 juta, mau untuk apa uang segitu? Cucu saya saja masih sekolah, kami kesulitan," kata dia.

Puji yang sebelumnya berdagang untuk mencari nafkah, terpaksa menutup warung kelontong miliknya. Sebab, tak ada lagi aktivitas warga di kampung itu.

"Pokoknya aktivitas sudah enggak berjalan, rugi semuanya, saya juga jadi enggak dagang, cucu saya sekolahnya juga telantar," ucap Puji.

Baca juga: Siapa yang Menggusur Bedeng Warga di Dekat JIS, Pemprov DKI atau PT KAI?

Malam gelap dan sulit cari tempat tidur

Puji dan dua tetangga lainnya harus gelap-gelapan saat malam, lantaran aliran listrik di rumahnya telah dicabut.

Tak ada lagi yang bisa dia lakukan usai pembongkaran dilakukan oleh PT KAI pada Selasa (11/10/2022) lalu.

"Lampu padam, aktivitas kami jadi terganggu, pekerjaan terganggu. Bahkan sekolah cucu saya pun terganggu," sebut dia.

"Sudah berapa malam saya pakai lilin, kalau malam banyak nyamuk. Dari hari Selasa sudah mati lampu," tambah Puji.

Baca juga: Belum Direlokasi ke Rusun, Warga Kampung Bayam Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Selain hidup tanpa listrik, warga yang bertahan pun kesulitan mencari tempat tidur. Mereka harus berdesak-desakan, bahkan tidur di luar bedeng.

Mau digusur asalkan uang kerahiman sesuai

Salah satu bedeng yang masih berdiri di Kampung Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Senin (17/10/2022). Sang pemilik menolak untuk dibongkar lantaran uang kerahiman yang diterimanya dinilai tak sesuai. KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI Salah satu bedeng yang masih berdiri di Kampung Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Senin (17/10/2022). Sang pemilik menolak untuk dibongkar lantaran uang kerahiman yang diterimanya dinilai tak sesuai.
Ibu dua anak itu menyampaikan bahwa dia bersedia untuk digusur, jika uang yang diberikan sesuai. Pasalnya, kata dia, masih banyak kebutuhan yang harus dipenuhi.

"Digusur sih kami mau saja digusur, tapi nominalnya itu yang kami tidak setuju. Kami kan manusia, mau dikemanakan dengan uang segitu untuk kelangsungan hidup," tutur Puji.

Hal senada diungkapkan Zeva Siahaan (33), warga Kampung Bambu yang berharap mendapatkan uang kerahiman layak sebelum ia membongkar bedeng.

Zeva memilih bertahan dan tak membongkar hunian semipermanen itu, karena uang yang ditawarkan hanya sebesar Rp 2,9 juta.

"Harapan saya inginnya manusiawi lah, pemberian uang kerahiman. Kalau bisa disamakan dengan nominal yang diberikan kepada Kampung Bayam, sekamar Rp 28 juta," jelas Zeva.

Baca juga: Curhat Korban Penggusuran Kampung Bayam: 18 Tahun Tinggal, tapi Enggak Dapat Rusun

Sesekali perempuan itu menatap ke arah luar, dari dalam bedeng yang pintunya sudah ditandai dengan nomor yang dilingkari warna kuning.

Nomor-nomor itu menandakan hunian belum akan dibongkar. Zeva berencana tetap bertahan selama uang kerahiman yang ditawarkan masih tidak sesuai.

"Walaupun setuju dibongkar, saya tetap ingin bertahan, masih cari jalan keluarnya," imbuh Zeva.

"Kami bukannya enggak setuju dibongkar, tetapi masalah nominalnya kayaknya enggak manusiawi sekali," lanjut dia.

Zeva mengaku sadar telah menempati lahan milik PT KAI, tetapi dia memilih bertahan sampai menerima uang ganti rugi yang layak.

"Kami sadar diri ini lahan siapa, tetapi kami kan manusia. Masa dikasih nominal segitu untuk biaya transportasi, mau bayar kontrakan pun kurang," ungkap Zeva.

Baca juga: Nasib Warga Dekat JIS yang Tolak Digusur, Terpaksa Gelap-gelapan dan Sulit Cari Tempat Tidur

Diberitakan sebelumnya, Kepala Humas PT KAI Daop 1 Eva Chairunisa menjelaskan, penertiban bedeng-bedeng itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yakni demi keselamatan dan keamanan perjalanan kereta.

Menurut Eva, warga menempati lahan milik PT KAI dari Km 5+200 sampai dengan 5+900 antara Stasiun Ancol-Stasiun Tanjung Priok lintas TPK-AC.

PT KAI meminta bantuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pemerintah Kota Jakarta Utara untuk membongkar bedeng di sekitar rel.

Satpol PP DKI Jakarta, Dishub DKI, petugas PPSU, dan TNI/Polri ikut dilibatkan dalam penertiban lahan.

"Pada pembersihan area tersebut, koordinasi tetap dilakukan bersama Pemkot Jakut dan (Kementerian) PUPR sesuai kondisi lapangan. Saat ini masyarakat kooperatif, sudah mengosongkan bangunan," ujar Eva, Jumat (14/10/2022).

Baca juga: Cerita Penghuni Bangunan Liar Dekat JIS, Enggan Digusur karena Kompensasi Tak Cocok...

Pembongkaran bangunan tertuang dalam SP 3 yang dilayangkan PT KAI kepada warga Kampung Bambu dan Kampung Bayam.

"Untuk sterilisasi jalur kereta api guna mendukung pembangunan Stasiun KRL Temporary di Kawasan Jakarta Internasional Stadium (JIS), agar Saudara segera membongkar bangunan liar yang berada di atas lahan milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) paling lambat tanggal 10 Oktober 2022," demikian bunyi SP 3 tersebut.

Dalam SP 3, PT KAI menekankan, apabila hingga 10 Oktober 2022 warga belum membongkar sendiri bangunannya, maka tim gabungan akan melakukan penertiban.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Pendisiplinan Tanpa Kekerasan di STIP Jakarta Utara, Mungkinkah?

Megapolitan
STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

STIP Didorong Ikut Bongkar Kasus Junior Tewas di Tangan Senior

Megapolitan
Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir di Minimarket dan Simalakama Jukir yang Beroperasi

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Kuasa Hukum Berharap Ada Tersangka Baru Usai Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Cerita Farhan Kena Sabetan Usai Lerai Keributan Mahasiswa Vs Warga di Tangsel

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 7 Mei 2024 dan Besok: Nanti Malam Hujan Ringan

Megapolitan
Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Provokator Gunakan Petasan untuk Dorong Warga Tawuran di Pasar Deprok

Megapolitan
Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Tawuran Kerap Pecah di Pasar Deprok, Polisi Sebut Ulah Provokator

Megapolitan
Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Tawuran di Pasar Deprok Pakai Petasan, Warga: Itu Habis Jutaan Rupiah

Megapolitan
Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Sebelum Terperosok dan Tewas di Selokan Matraman, Balita A Hujan-hujanan dengan Kakaknya

Megapolitan
Kemiskinan dan Beban Generasi 'Sandwich' di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Kemiskinan dan Beban Generasi "Sandwich" di Balik Aksi Pria Bayar Makan Seenaknya di Warteg Tanah Abang

Megapolitan
Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com