"Cita-citanya begitu besar tahu. Kamu dengan enaknya, dengan mudahnya menghabisi anak saya begitu saja," ucap Sri.
Penyidik yang tak tega melihat Sri menangis sambil mengungkapkan kekesalannya lantas mengajaknya keluar ruangan.
Dengan nada bergetar, Sri yang duduk di hadapan penyidik kembali menegaskan bahwa ADR adalah anak satu-satunya.
"Anak saya satu-satunya, Pak, anak tunggal!" kata Sri.
Baca juga: Penyesalan Begal Taksi Online di Cilincing: Enggak Enak, Tiap Hari Dihantui Rasa Bersalah...
Sri kemudian meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran beserta jajarannya menindak tegas pelaku dan memberikan hukuman setimpal.
"Hukum setimpal, Pak, seberat-beratnya. Seperti sayatan pisau mereka menyayat anak saya secara perlahan, sampai dia tidak ada," tutur Sri.
Usai bertemu dengan Sri, pelaku AW, ME, dan MF pun mengaku menyesal karena telah membegal ADR hingga tewas demi mendapatkan mobilnya.
Di hadapan penyidik, pelaku AW yang berperan sebagai eksekutor mengaku kerap dihantui rasa bersalah usai menjalankan aksinya.
"Saya nyesal. Jangan ngelakuin kayak gini. Enggak enak," kata AW.
"Bener-bener enggak enak, setiap hari dihantui rasa bersalah. Rasanya kayak hidup di badan yang kosong," sambung dia.
AW bercerita bahwa pada saat kejadian, dia bersama ME dan MF langsung menikam korban dengan pisau hingga tewas karena panik.
Saat itu, korban ADR tidak langsung kabur dengan keluar dari mobil saat diancam menggunakan pisau.
Korban bahkan memberontak, sampai harus dipegangi oleh MF dan ME yang duduk di kursi tengah.
"Saya ancam pakai pisau, Pak, di area leher. Korban saya kira bakal langsung keluar," kata AW.
Setelah itu, ketiga pelaku sepakat untuk membuang jasad korban ke Kanal Banjir Timur (KBT) demi menutupi perbuatannya.